KITA hidup di dunia yang setidaknya akan terkena debu riba. Ya, riba kini sudah tak bisa terelakkan lagi. Dan salah satu tempat yang dipenuhi dengan riba secara jelas ada pada bank. Tempat ini memang memiliki manfaat yang luar biasa. Kita bisa merasa tenang jika menyimpan uang di sana. Dan kita pun tidak akan kesulitan jika membutuhkan pinjaman.
Hanya saja, bank itu menggunakan sistem riba. Ketika kita meminjam, maka harus ada lebih yang harus kita kembalikan. Sedangkan, lebihnya itu masuk dalam kategori riba. Sedang jika kita menabung, maka kita pun akan memperoleh lebih. Dan tentunya lebihnya itu masuk pada kategori riba. Lantas, bagaimana cara mensucikan harta hasil riba?
Ketika kita menabung dan ada harta riba, yakni kelebihan yang diterima, maka alangkah lebih baik untuk dibuang. Dibuang di sini bukan berarti kita benar-benar membuangnya ke dalam tong sampah, misalnya. Melainkan, disalurkan kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat. Hal ini berdasarkan ayat 279, surat Al-Baqarah, “BIla kalian telah bertaubat maka pungutlah pokok harta piutangmu, sehingga kalian tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi.”
Nah, biasanya harta yang kita salurkan ingin benar-benar bermanfaat bagi orang lain. Maka, menunjang sarana keagamaan menjadi tujuan utama. Tapi, apakah boleh menginfakkan harta riba untuk keagamaan?
Pendapat pertama, tidak boleh menggunakan bunga bank untuk kegiatan keagamaan.
Uang hasil riba hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum atau diberikan kepada fakir miskin. Pedapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah (Komite tetap untuk fatwa dan penelitian) Arab Saudi. Sebagaimana dinyatakan dalam fatwa no. 16576.
Pendapat ini juga difatwakan Penasihat Syariah Baitut Tamwil (Lembaga Keuangan) Kuwait. Dalam fatwanya no. 42. Mereka beralasan mendirikan masjid harus bersumber dari harta yang suci. Sementara harta riba statusnya haram.
Pendapat kedua, boleh menggunakan bunga bank untuk membangun masjid.
Karena uang riba bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat. Jika boleh digunakan untuk kepentingan umum, tentu saja untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Sebagaimana dikutip dalam Fatawa Islamiyah, 2:885.
Maka, dapat kita ketahui ada dua pendapat yang berbeda dalam hal ini. Jadi, boleh tidaknya tergantung pada Anda. Anda lebih condong untuk menginfakkan harta riba untuk keagamaan ataukah tidak, tergantung kepercayan Anda. Namun yang pasti, ketika menyalurkan dana tersebut hendaknya tidak dalam rangka bersedekah, tetapi dalam rangka melepasakan diri dari/membuang harta haram. Sehingga tidak ada niatan mengharapkan pahala dari penyaluran tersebut, selain pahala berlepas diri dari harta haram. []
Sumber: www.konsultasisyariah.com/ muslim.or.id/