Oleh: Via Nurafifah
Akuntansi Syariah STEI SEBI
vianurafifah04@gmail.com
SEBAGAI pelaku ekonom, tak jarang dari kita yang begitu sensitif dengan masalah keuangan misalkan ketika harga pasar mulai naik. Sebenarnya hal apa yang menyebabkan itu terjadi? Dan mengapa hal ini penting untuk kita ketahui? Contoh pada saat Anda berada di bangku SD. Anda cukup membeli bubur ayam dengan harga 3000/porsi. Tapi ketika anda beranjak masuk universitas, Anda bisa mendapatkan bubur ayam dengan harga 10.000/15.000 per porsi. Nah, mengapa hal itu bisa terjadi? Ya, jawabannya adalah inflasi.
Menurut Irving Fisher dalam bukunya yang berjudul The Debt Deflation Theory Of Great Defressions, Fisher The Purchasing Power Of Money, inflasi dipengaruhi oleh pertambahan uang yang beredar dan anggapan masyarakat terhadap kenaikan harga.
Sedangkan menurut Rachmat Rizqy Kurniawan, SEI, MM selaku dosen dari mata kuliah Ekonomi Makro Islam STEI SEBI Depok, bahwa “Inflasi bukan kenaikan harga harga barang. Tetapi kenaikan harga barang itu akibat inflasi yang menyebabkan harga barang tersebut naik, inflasi sendiri karena turunnya nilai mata uang akibat mencetak uang secara tidak proposional artinya jumlah peredaran barang dan jasa suatu negara tidak sebanding atau lebih kecil dengan uang yang dicetak atau beredar di negara tersebut.”
Singkatnya, inflasi disebabkan salah satunya karena percetakan uang yang tidak terkendali. Contohnya ketika melihat beberapa negara seperti Somalia dan Zimbabwe. Di Zimbabwe pernah terjadi Inflasi pada tahun 2000 mencapai lebih dari 55 persen, dan hanya dalam satu tahun berikutnya di 2001 sudah melempaui 112 persen. Zimbabwe mereka mencetak uang secara berlebihan. Akibatnya kondisi perekonomian terus menerus jatuh, tingkat pengangguran di sana mencapai 80-94%, banyak pabrik manufaktur yang tutup, sementara suplai makanan langka. [Parmadita,“Kasus Inflasi Bangsa Zimbabwe”, diakses dari https://www.seputarforex.com/berita/kasus-inflasi-bangsa-zimbabwe-117047-12 , pada tanggal 11 juli 2020 pukul 16.48]
Lalu ketika kita melihat sejarah, apakah dalam Islam pernah mengalami inflasi?
Beberapa contoh inflasi yang terjadi pada masa kekhalifahan Islam adalah pada masa Khulafaa’ur-Raasyidin, yaitu masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab. Inflasi ini terjadi karena kekeringan yang terjadi saat itu. Sehingga supply makanan (gandum) yang ada berkurang dan menjadi langka, dan menyebabkan harga makanan tersebut menjadi naik. Dan pada fase 2 perkembangan ekonomi Islam, zaman Ibnu Taimiyah, terjadi pula inflasi yang disebabkan oleh penimbunan barang-barang (ikhtikar) oleh penduduk di zaman itu. [Muhammad fajar,” islam dan inflasi”, diakses dari https://www.kompasiana.com/muhammad_fajar/54ffbf6fa33311874a511353/islam-dan-inflasi, pada tanggal 11 juli 2020 pukul 17.05]
Rachmat Rizqy Kurniawan, SEI, MM selaku dosen mata kuliah Ekonomi Makro Islam STEI SEBI Depok berpendapat, “Yang benar, inflasi hanya pernah terjadi pada masa kesultanan Mesir yang ketika itu mencetak fulus. Inflasi tidak pernah terjadi pada masa pemerintahan oleh islam kecuali di masa Dinasti Mamluk yang sesungguhnya bukan orang islam, mereka itu para budak hasil tawanan perang.”
Inflasi pada zaman Daulah Mamluk (budak orang Islam yang di tempatkan di Mesir, ketika Turki jatuh mereka mendirikan daulah di negara itu). Dengan itu mereka mulai mencetak uang. Bahkan pada masa Rasulullah, uang Islam diterbitkan secara resmi dalam bentuk dinar dan dirham yang mana dicetak sesuai timbangan yang telah ditentukan oleh Rasulullah.
Dalam pandangan Al-Maqrizi, kekacauan pada fenomena sosial ekonomi di Mesir mulai terlihat ketika pengaruh kaum Mamluk semakin kuat di kalangan istana, termasuk terhadap kebijakan percetakan mata uang dirham campuran.
Pencetakan fulus, mata uang yang terbuat dari tembaga, dimulai pada masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah, Sultan Muhammad AlKamil Ibnu Al-Adil Al-Ayyubi, yang dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnya. 46 perubahan yang sangat signifikan terhadap mata uang ini terjadi pada tahun 76 H. setelah berhasil menciptakan stabilitas politik dan keamanan, Khalifah Abdul Malik Ibnu Marwan melakukan reformasi moneter dengan mencetak dinar dan dirham Islam.
Penggunaan kedua mata uang ini terus berlanjut, tanpa perubahan yang berarti, hingga pemerintahan Al-Mu’tashim, Khalifah terakhir dinasti Abbasyiah.[ 47 Adiwarman A.Karim, Sejara Pemikiran., hlm. 421. []
Kirim tulisan Anda yang sekiranya sesuai dengan Islampos lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word, ukuran font 12 Times New Roman. Untuk semua tulisan berbentuk opini, harap menyertakan foto diri. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.