BAGI seorang muslim, segala sesuatunya sudah diatur dengan baik dan jelas. Termasuk dalam konteks muamalah, ada adab-adab yang perlu dipertimbangkan. Salah satunya adalah adab berbicara dalam Islam.
Banyak yang mengenal ungkapan seperti ini, “Lidah itu memang tidak bertulang”. Pasti sudah tidak asing mendengar ungkapan tersebut, bukan? Ungkapan ini mengingatkan kita bahwa lidah sangatlah mudah untuk digerakkan ke berbagai arah.
Pembicaraan dalam bahasa Al-Quran dinamai kalam. Dari akar kata yang sama terbentuk kata lain dalam bahasa Arab yang berarti luka. Ini menjadi peringatan bahwa kalam juga dapat melukai.
BACA JUGA: 13 Adab Rumah Tangga agar Lebih Romantis
Bahkan, luka yang diakibatkan lidah bisa lebih parah dari pada oleh pisau. ”Anda menawan apa yang akan diucapkan, tetapi begitu terucapkan maka andalah yang menjadi tawanannya.”
Inilah adab-adab berbicara bagi seorang Muslim yang penting untuk diketahui.
Adab berbicara yang pertama; Hendaknya semua pembicaran selalu dalam kebaikan.
Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
لاَ خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتَغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia”. (QS. An-Nisa [4]: 114).
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
”dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” (QS. Al Mu’minun [23]: 3)
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman pada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari 6018 Muslim 47)
BACA JUGA: 5 Adab Membaca Alquran
Adab berbicara yang kedua; Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat didengar.
Tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu pelan. Ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.
عَنْ عَائِشَةَ رَحِمَهَا اللَّهُ قَالَتْ كَانَ كَلاَمُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَلاَمًا فَصْلاً يَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ.
Dari Aisyah rahimahallaahu, beliau berkata: “Bahwasanya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu perkataan yang jelas sehingga bisa difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud 4839. Dinilai hasan oleh Al Albani dalam Shahih al Jaami’ no 4826) .
Adab berbicara yang ketiga; Jangan membicarakan segala yang tidak berguna bagimu.
Hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Adab berbicara yang keempat; Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar.
Abu Hurairah Radhiallaahu ‘anhu di dalam hadisnya menuturkan : Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar.” (HR. Muslim)
Adab berbicara yang kelima; Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أنا زعيم بيت في ربض الجنة لمن ترك المراء وإن كان محقا، وبيت في وسط الجنة لمن ترك الكذب وإن كان مازحا
“Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda.” (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
BACA JUGA: Etika dan Adab Seorang Dokter dalam Islam
Adab berbicara yang keenam; Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
Aisyah Radhiallaahu ‘anha. telah menuturkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُحَدِّثُ حَدِيثًا لَوْ عَدَّهُ الْعَادُّ لَأَحْصَاهُ
“Sesungguhnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya”. (Muttafaq’alaih).
Adab berbicara yang ketujuh; Menghindari perkataan jorok (keji).
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ
”Seorang mu’min itu bukanlah pencela atau pengutuk atau yang keji pembicaraannya.” (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab al Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Adab berbicara yang kedelapan; Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara.
Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu ‘anhu disebutkan:
وإن أبغضكم إلي وأبعدكم مني يوم القيامة الثرثارون، والمشتشدقون والمتفيهقونز قالوا: يا رسول الله، ما المتفيهقون؟ قال: المتكبرون
“Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun”. Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: “Orang-orang yang sombong”. (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Adab berbicara yang kesembilan; Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”. (QS. Al-Hujurat [49]: 12).
Adab berbicara yang kesepuluh; Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya.
Juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.
BACA JUGA: Muslim, Ini Adab Tidur dan Bangun Tidur
Adab berbicara yang kesebelas; Jangan memonopoli pembicaraan.
Berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
Adab berbicara yang keduabelas; Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan.
Dan tidak mencari-cari kesalahan dan kekeliruan pembicaraan orang lain, karena hal tersebut dapat mennyebabkan kebencian, permusuhan dan pertentangan.
Adab berbicara yang ketigabelas Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالأَلْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan).” (QS. Al-Hujurat [49]: 11). []
Redaktur: Nira Tania | niratania9@gmail.com