JODOH, siapa yang tahu. Menikah dengan yang lebih tua, seumuran atau bahkan usianya terpaut jauh dengan kita, itu siapa yang tahu. Pun menikah dengan orang mana, di mana dan kapan waktunya, lagi-lagi itu sebuah misteri yang Allah rahasiakan.
Ya urusan jodoh, sama misteriusnya dengan soal rezeki dan maut. Semuanya tak dinampakkan oleh sang pencipta. Kerahasiaannya membuat kita acapkali penasaran dengannya.
Nah bagaimana kalo menikahi orang asing atau gadis asing, apakah Anda pernah memikirkannya? Apakah Anda penasaran pula dengannya? Bagaimana dengan menikahi gadis Turki, tempat dimana Muhammad Al Fatih menggemakan asma-asma Allah di sana. Siapa yang tak mau?
Adalah Said Imaddudeen, seorang pemuda Malaysia yang pernah datang ke Turki untuk liburan pada 2008 tak menyangka akan meminang gadis Turki. Kisahnya sebagai berikut.
Karena tertarik dengan budaya Turki, Said kemudian belajar bahasa Turki di Istanbul pada 2011 lalu. Tetapi, pada November 2012, pemuda 29 tahun itu mengambil keputusan untuk menetap di Turki dan kini melanjutkan studi Master di Universitas Istanbul.
Selama tinggal di negeri Erdogan itu, Said memperlihatkan tingka laku sopan dan santun terhadap warga sana. Hingga akhirnya ia mampu membuat seorang gadis terpikat pada pemuda asal Kuala Lumpur itu.
Gadis itu bernama Ayse Karateke, 21, muslimah cantik dengan postur tinggi semampai dan berhidung mancung yang jatuh hati pada Said.
Pertemuan Said dan Ayse dimulai sewaktu mereka bergabung dalam program Hamza Tzortis di Universitas Bogazici. Perkenalan awal ini menjadi jembatan persahabatan yang lebih erat sehingga memicu bibit-bibit cinta.
Tetapi, ujar Said, rencana untuk mengakhiri masa pacaran menuju gerbang pernikahan sempat dihiasi tantangan. Itu mungkin karena perbedaan antara dua benua.
“Impian kami untuk membangun rumah tangga bukan hal mudah karena ada perbedaan budaya, geografis dan macam-macam lagi. Tetapi kami percaya, jodoh adalah kekuasaan Allah SWT. Yang penting ikhtiar dan usaha untuk menyempurnakan sunnah Rasulullah,” kata Said, sebagaimana dikutip dari sinarharian.
Di antara tantangannya adalah keluarga Ayse meminta syarat mempelai pria harus memiliki rumah sendiri.
“Dan harus menetap di Turki. Saya setuju untuk memenuhi syarat mereka,” katanya.
Semua tantangan dihadapi dengan tenang dan penuh kesabaran. Mahligai pernikahan yang diimpikan akhirnya terbina pada Agustus 2015 lalu itu.
Ketika ditanya tentang pernikahan antara dua benua ini, Said menjelaskan, wanita Turki mengalami kesulitan untuk mengikuti dan memahami budaya suaminya yang berkebangsaan asing.
“Jadi mungkin karena itulah yang membuat pria Turki lebih mudah menikah dengan wanita Malaysia, dibandingkan wanita Turki menikahi lelaki Malaysia,” ujarnya.
Namun untuk urusan acara pernikahan, di sana lebih mudah.
“Yang penting biayanya juga tak begitu mahal. Sebab itulah saya pilih gadis Turki,” ujarnya sambil bercanda.
Said bercerita lanjut tentang proses pernikahannya, pria berkacamata ini mengatakan, pernikahan dibuat berdasarkan nikah syar’i saja dalam suasana serba ringkas.
“Pesta pernikahan di sini begitu mudah dan yang hadir hanyalah sekitar 30 orang. Kita tidak perlu menyediakan makanan yang banyak. Bahkan tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk acara besar-besaran,” katanya.
Berbeda dengan kenduri kawin di Malaysia, ujarnya, harus memesan katering, kursi pelaminan lengkap dengan dekorasinya, dan macam-macam lagi yang makan banyak biaya.
Pesta pernikahan syar’i antara Said dan Ayse ini dilakukan di Kantor Organisasi Egitimder, dengan dihadiri teman-teman dan keluarga terdekat.
Sementara itu istri Said, Ayse, mengatakan keputusannya memilih pria asing karena dia menyadari pernikahan tidak pernah membatasi perbedaan ras atau negara.
Ayse menjelaskan, dia terpikat dengan Said karena bersifat lembut, sensitif dan sangat memahami dirinya.
Bagi Ayse, cinta tak mengenal bangsa dan negara. Yang penting adalah ketulusan dan keikhlasan hati dalam mencintai satu sama lain.
“Said berhasil merebut hati dan cinta saya karena dia seorang yang cukup lembut dalam tutur bicara, selalu peka dan begitu memahami hati saya. Tapi saya rasa bukan orang Malaysia saja yang memiliki sifat macam itu,” katanya sambil tertawa menggoda suaminya.
Menurut Ayse, antara faktor kenapa kebanyakan wanita Turki tidak menikahi pria bangsa asing karena perasaan takut, khawatir dan tidak yakin.
Pikiran orang Turki tidak begitu terbuka dengan budaya luar. Mereka lebih terikat dengan budaya mereka sendiri.
Setelah menikah dengan Said, Ayse merasa senang dan beruntung bahkan perasaan takut yang dialaminya hilang.
“Saya bersyukur kepada Allah karena menemukan jodoh saya dengan Said dan berdoa semoga cinta kami abadi sampai maut memisahkan,” pungkasnya. []