JIKA ditanya siapa yang dosanya paling besar? Tak akan pernah ada yang tahu, dosa siapa yang paling besar. Bisa jadi dosa diri ini yang paling besar di antara orang yang ada di sekitar kita. Lantas, jikalau ada pertanyaan seperti ini, “Berapa kali berbuat dosa dalam satu hari?” semuanya akan menjawab sering, banyak, setiap saat, dan lain sebagainya.
Lalu, “Apa yang telah kita lakukan atas dosa tersebut?” inilah pertanyaan yang selanjutnya yang akan muncul. Tapi, sudah tahakan dosa itu dibagi menjadi dua, dosa besar dan dosa kecil.
Allah SWT berfirman, “Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian,” (QS An-Nisa’: 31),
“Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil,” (QS An-Najm: 32).
Sedangkan apa yang dikisahkan dari Abu Ishaq Al-Isfira’ainy, bahwa semua dosa adalah dosa besar dan sama sekali tidak ada dosa yang kecil, maka bukan itu maksudnya. Sebab kalau tidak, dosa memandang sesuatu yang diharamkan sama dengan dosa berzina. Tapi yang dimaksudkan adalah pengaitannya dengan keagungan yang didurhakai, dengan pengertian, sebagian bisa lebih besar dosanya daripada yang lain.
Dari Abdullah bin Amr, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
“Dosa-dosa besar adalah: Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa dan sumpah palsu,” (HR. Asy-Sya’by – Shaih).
Dari Amr bin Syurahbil, dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah ﷺ, apakah dosa yang paling besar itu?’ Beliau menjawab, ‘Jika engkau membuat tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakan kami.’ ‘Kemudian apa lagi?’ tanyaku. Beliau menjawab, ‘Jika engkau membunuh anakmu karena takut dia makan bersamamu.’ ‘Kemudian apa lagi?’ tanyaku. Beliau menjawab, ‘Jika engkau berzina dengan istri tetanggamu.’ Kemudian Allah SWT menurunkan ayat yang membenarkan sabda beliau ini, “Dan, orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina,” (QS Al-Furqan: 68). (HR. Abu Wa’il, Ash-Shahih).
Dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh kedurhakaan”. Mereka bertanya, “Apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, ‘Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri saat pertempuran, menuduh wanita-wanita suci yang lalai dan beriman’,” (HR Abu Hurairah, Ash-Shahihain).
Dalam hadits lain juga disebutkan, bahwa yang termasuk dosa besar adalah mencaci bapak dan ibu seseorang serta mencemarkan nama baik orang lain tanpa alasan yang dibenarkan. Abdullah bin Mas’ud RA berkata, “Dosa-dosa besar yang paling besar adalah: Syirik kepada Allah, merasa aman dari tipu daya Allah, putus asa dari rahmat Allah dan karunia-Nya.”
Sa’id bin Jubair berkata, “Ada seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas tentang dosa-dosa besar, apakah jumlahnya ada tujuh? Maka Ibnu Abbas menjawab, “Jumlahnya lebih dekat dengan tujuh ratus macam. Hanya saja tidak ada istilah dosa besar selagi disertai istighfar, dan tidak ada istilah dosa kecil selagi dilakukan terus-menerus. Segala sesuatu yang dilakukan untuk mendurhakai Allah, disebut dosa besar. Maka barangsiapa yang melakukan sebagian dari dosa itu, hendaklah memohon ampunan kepada Allah, karena Allah tidak mengekalkan seseorang dari umat ini di dalam neraka kecuali orang yang keluar dari Islam, atau mengingkari satu kewajiban atau mendustakan takdir.”
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu berkata, “Apa yang dila-rang Allah dari awal surat An-Nisa’ hingga ayat 31, semuanya adalah dosa besar.”
Adh-Dhahhak berkata, “Dosa besar adalah dosa yang telah diperingatkan Allah, berupa hukuman yang pasti di dunia dan siksa di akhirat.”
Sufyan Ats-Tsaury berkata, “Dosa-dosa besar ialah segala dosa yang di dalamnya terdapat kezhaliman antara dirimu dan orang lain. Sedangkan dosa kecil ialah yang di dalamnya ada kezhaliman antara dirimu dan Allah, sebab Allah Maha Murah hati dan pasti mengampuni.”
Menurut pendapat saya, yang dimaksudkan Sufyan, bahwa dosa antara hamba dan Allah lebih mudah urusannya daripada kezhaliman terhadap manusia, karena dosa ini dapat hilang dengan istighfar, ampunan, syafaat dan lain-lainnya. Sedangkan kezhaliman terhadap manusia, maka harus ada pembebasan darinya. []
Referensi: E-book Madarijus Salikin (Pendakian Menuju Allah)/Ibnu Qayyim Al-Jauziyah/Pustaka Al-Kautsar/1999