ADA tiga sikap berbeda yang diberikan masyarakat terkait peci. Dua berlebihan, dan satu pertengahan.
1 Mewajibkan memakai peci dalam shalat
Bahkan dalam semua aktivitas harus memakai peci. Sehingga dia menganggap bahwa hanya dengan semata memakai peci, dia akan mendapatkan pahala.
Yang mengkhawatirkan, sebagian kelompok ini sampai menyampaikan hadis palsu untuk memotivasi masyarakat memakai peci. Diantaranya,
Hadis,
صَلَاةُ تَطَوُّعٍ أَوْ فَرِيضَةٍ بِعِمَامَةٍ تَعْدِلُ خَمْسًا وَعِشْرِينَ صَلَاةً بِلَا عِمَامَةٍ، وَجُمُعَةٌ بِعِمَامَةٍ تَعْدِلُ سَبْعِينَ جُمُعَةً بِلَا عِمَامَةٍ
Shalat sunah atau shalat wajib yang memakai imamah (penutup kepala) senilai 25 kali shalat tanpa imamah. Jumatan dengan imamah senilai 70 kali jumatan tanpa imamah. (HR. ad-Dailami dalam Musnad Firdaus (2/108), dan dinilai oleh al-Hafidz Ibnu Hajar sebagai hadis dhaif ).
Kemudian hadis,
الصَّلَاةُ فِي العِمَامَةِ تَعْدِلُ عَشَرَةَ آلَافِ حَسَنَةٍ
Shalat dengan memakai imamah senilai 10.000 pahala. (HR. Abban bin Abi Ayyasy, dan dinilai dhaif oleh as-Sakhawi al-Maqasid al-Hasanah (423) dan as-Syaukani dalam al-Fawaid al-Majmu’ah (188).)
Dan beberapa hadis lainnya yang semakna.
2 Anti peci
Bagian dari modernisasi adalah tidak mengenakan tutup kepala dalam setiap kegiatan.
Sampai ketika dia di acara-acara resmi, dia sama sekali tidak berkenan memakai tutup kepala.
3 Peci adalah urusan adat atau tradisi
mereka yang menilai bahwa peci adalah perkara adat, masuk dalam tradisi, namun dia menjadi perhiasan mukmin. Untuk itu, mereka tidak mengkaitkan keabsahan shalat dengan keberadaan peci. Hanya saja, mengingat peci adalah perhiasan mukmin, maka memakai peci termasuk dalam anjuran yang disebutkan dalam ayat,
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.” (QS. al-A’raf: 31)
Karena itu, memakai peci dalam shalat maupun ketika acara resmi kaum muslimin, lebih afdhal dibandingkan tanpa mengenakan peci. Meskipun ini tidak ada kaitannya dengan keabsahan shalat.
Dr. Muhammad Ali Farkus ketika membahas masalah peci mengatakan,
ولا يخفى أنَّ الأفضلية لا تُنافي جوازَ صلاةِ الإمام أو المنفرد أو المأموم حاسِرَ الرأسِ بدون تغطيةٍ له؛ لأنَّ عمومَ الجواز لا يَلْزَمُ منه التسويةُ أوَّلًا، ولأنَّ العِمامة أو ما شاكَلَها داخلةٌ في سُنن العادة لا في سُنن العبادة ثانيًا، ولأنَّ الرأس ليس بعورةٍ حتَّى يجب سَتْرُه ثالثًا؛
Sisi kelebihan peci tidaklah menunjukkan larangan shalat dengan terbuka kepalanya tanpa penutup, baik sebagai imam, atau sendirian, atau sebagai makmum. Karena,
[1] Hukum boleh, tidak menunjukkan bahwa itu harus sama nilai
[2] Imamah atau peci atau tutup kepala lainnya, masuk dalam aturan adat, dan bukan aturan ibadah
[3] (Bagi lelaki) Kepala bukan termasuk aurat yang harus ditutupi.[]
Sumber:KonsultasiSyariah