KEIKHLASAN seseorang tidak dapat diketahui orang lain, sekalipun ada di antara mereka yang telah banyak beramal dan mengatakan melalui lisannya bahwa dirinya betul-betul ikhlas. Sebab, ikhlas merupakan perbuatan hati, sedangkan hati yang paling tahu adalah Allah SWT. Dengan demikian, seseorang yang ingin menjadi mukhlis harus mengawali niatnya untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT.
Kata mukhlis merupakan bentuk isim fail yang terambil dari kata akhlasha– yukhlishu–ikhlaashan–mukhlishun, yang berarti orang yang ikhlas. Kata mukhlis terambil dari kata khalasha yang berarti bersih, jernih, atau murni. Dengan demikian, kata mukhlis dapat kita pahami sebagai orang yang berhati bersih, jernih atau murni (hanya mengharap ridha Allah SWT) dalam melakukan seluruh amalnya.
BACA JUGA: Seperti Apakah Ikhlas Itu?
Orang yang mukhlis selalu menjaga setiap amal perbuatan yang dilakukannya murni untuk mendapatkan ridha-Nya semata, dan tidak tercampur sedikitpun dengan harapan untuk mendapatkan pujian atau balasan dari selain Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحۡيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
Katakanlah: “sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS. al-An’aam: 162])
Setiap mukmin yang ingin menjadi mukhlis harus memiliki modal dasar yang berupa tauhid uluhiyyah yang benar. Modal ini merupakan suatu prioritas, mengingat sendi utama sikap ikhlas adalah bertauhid kepada Allah dengan bersih dan murni. Oleh karena itu, seseorang akan sulit menjadi mukhlis apabila belum memiliki dasar-dasar bertauhid yang benar.
Uraian di atas tidak hanya menggambarkan bahwa mukhlis harus dijadikan sebagai bagian dari kepribadian seorang mukmin. Tetapi lebih dari itu, mukhlis juga merupakan indikator kekuatan iman seorang mukmin kepada Allah SWT. Lantas, apakah kita sudah menjadi seorang yang mukhlis?
Untuk menjawab pertanyaan ini, terdapat beberapa hal yang bisa digunakan sebagai indikator bahwa seseorang telah mukhlis, yaitu:
BACA JUGA: Dahsyatnya Surat Al-Ikhlas
- Tatkala ada orang lain yang memuji atau merendahkan amal perbuatan yang telah atau sedang dilakukan, maka hati kita tidak sedikitpun merasa terganggu. Hal ini disebabkan karena adanya kemantapan hati, bahwa apa yang telah atau sedang kita lakukan sudah sesuai dengan syariat Islam, dan cukup Allah SWT sajalah yang membalas amal perbuatan tersebut;
- Kita selalu termotivasi untuk berbuat yang terbaik dan optimal. Motivasi ini didasarkan oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas diri, di mana semakin baik prestasi amal yang dilakukan, maka Allah SWT akan membalasnya lebih baik lagi;
- Jika amal perbuatan yang kita lakukan terasa berat dan banyak hambatan, maka hanya kepada Allah-lah kita memohon bantuan dan mendekatkan diri. Dengan demikian, kita tidak selalu berkeluh-kesah, apalagi sampai berputus-asa;
- Kita selalu terdorong untuk berbuat banyak amal kebajikan. Dorongan ini didasari oleh keyakinan bahwa setiap amal kebaikan yang dilakukan akan dapat melahirkan amal kebaikan yang lainnya. Dengan demikian, indikator pribadi yang mukhlis dalam hal ini adalah tumbuhnya sikap kecanduan untuk selalu beramal kebaikan.
Beberapa indikator tersebut di atas sejatinya dapat diringkas bahwa pribadi yang mukhlis akan senantiasa teguh pendirian dan kuat hatinya karena Allah SWT, selalu memberikan yang terbaik, tidak pernah berkeluh-kesah, dan terdorong untuk banyak berbuat amal kebajikan. Dalam kehidupan sehari-hari, pribadi demikian itu jelas akan membawa dampak yang baik terhadap diri dan lingkungan. []