SETIAP muslim pasti tidak akan terpisahkan dari aktivitas safar atau bepergian dalam kehidupannya sehari-sehari. Adakalanya dalam beberapa waktu kita mengadakan perjalanan jauh seperti untuk menuntut ilmu, berdagang, haji, dan umrah, mengunjungi kerabat, dan sebagainya sehingga mengharuskan adanya perjalanan dan bepergian atau safar.
Sebagai Agama yang lengkap dan utuh, Islam memiliki panduan dan adab dalam safar (bepergian dan perjalanan). Salah satu aspek yang diatur dalam Islam berkenaan dengan safar adalah adanya keringanan atau rukhshah bagi orang yang sedang bepergian atau melakukan perjalanan (musafir).
BACA JUGA: Tata Cara Shalat Jamak dan Qasar (1)
Berikut ini rukshah atau keringanan bagi Muslim yang tengah melakukan safar:
1 Boleh tidak berpuasa Ramadhan
Musafir mendapat keringanan tidak berpuasa Ramadhan, berdasarkan firman Allah, “…Maka barangsipa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak puasa), maka (wajib baginya mengganti) sejumlah hari (yang ia tidak berpuasa) pada hari-hari yang lain”. (QS. Al-Baqarah: 184)
2 Boleh shalat sunnah di atas kendaraan
Dibolehkan shalat sunnah di atas kendaraan ke arah manapun kendaraan tersebut berjalan, berdasarkan perkataan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Bahwa Rasulullah SAW pernah shalat sunnah di atas hewan tunggangannya ke arah manapun unta yang ditungganginya berjalan.” (HR. Muslim)
3 Mengusap khuf
Dibolehkan mengusap khuf (sepatu) selama tiga hari tiga malam, sebagaimana dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyalahu ‘anhu. Beliau berkata, “Nabi SAW menetapkan untuk kami tiga hari tiga malam sebagai jangka waktu mengusap khuf bagi musafir dan sehari semalam bagi muqim (orang yang menetap)”. (HR. Muslim).
4 Tayamum
Musafir dibolehkan tayammum bila kehabisan air, atau sulit mendapatkan air, atau harganya mahal, berdasarkan firman Allah SWT, “Dan jika kalian sakit atau sedang dalam perjalanan (safar), atau sehabis buang air, atau telah menggauli istri, sedangkan kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); maka usaplah wajah dan tanganmu dengan (debu) itu.” (Qs. An-Nisa: 43).
BACA JUGA: Shalat Jamak Taqdim dan Takhir, Ini Nih Syaratnya
5 Boleh menjama shalat
Dibolehkan menjama’ shalat Dzuhur dan Asar atau maghrib dan Isya dengan jama’ taqdim atau jama’ ta’khir jika perjalanan sulit. Sehinnga dapat mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar di waktu dzuhur atau Shalat Maghrib dan Isya di waktu Maghrib;jama’ taqdim. Atau melakukan jama’ ta’khir dimana shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan di waktu Ashar dan shalat maghrib dan Isya dikerjakan di waktu Isya. Hal ini berdasarkan perkataan Mu’adz bin Jabal ra, “Kami keluar bersama Rasulullah SAW pada perang Tabuk, saat itu beliau menjama’ shalat Dzuhur dan Ashar serta menjama’ anatara shalat Maghrib dan Isya.” (HR. Muslim).
6 Boleh mengqashar shalat
Orang yang bepergian boleh mengqashar shalat yang empat raka’at menjadi dua raka’at. Kecuali shalat Maghrib, maka tetap dikerjakan tiga rakaat. Mengqashar dapat dilakukan setelah seseorang keluar dan meninggalkan negeri atau kampung yang ditinggalinya. Keringanan berupa bolehnya mengqashar shalat dijelaskan oleh Allah dalam Surah An-Nisa ayat 101, “Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqashar shalat.”
Anas bin Malik ra juga menuturkan, “Kami keluar bersama Rasulullah SAW dari Madinah menuju Mekah, lalu beliau mengerjakan shalat yang empat rakaat dengan dua rakaaat dua rakaat hingga beliau kembali ke Madinah”. (HR. Nasai dan Tirmidzi)
Dengan diberikannya keringanan bagi setiap Muslim yang bepergian, maka tidak ada alasan baginya untuk meninggalkan kewajiban beribadah seperti shalat. []
SUMBER: WAHDAH