UMAR bin Khattab dikenal sebagai sosok pemimpin yang sangat pemberani dan tidak segan-segan menghunus pedang untuk menghadapi musuh. Namun di balik sikap kerasnya, ternyata tersimpan sifat welas asih.
Hal tersebut terlihat dalam peristiwa bersejarah di Yerusalem pada 637 M itu. Setelah menunaikan salat di bekas reruntuhan Kuil Herod, Umar menyepakati perjanjian dengan Uskup Sophronius. Yerusalem takluk kepada kepemimpinan Islam, namun Umar berjanji akan menjamin keamanan dan keselamatan warga Yerusalem yang kala itu mayoritasnya memeluk Kristen.
BACA JUGA: Tawa Umar bin Khattab
Tak tanggung-tanggung, Umar menjanjikan jaminan keamanan jiwa, harta, bahkan gereja-gereja dan simbol-simbol Kristen lainnya. Warga Yerusalem tidak akan dipaksa meninggalkan agama dan dilindungi hak-haknya.
Untuk meminimalisir potensi konflik antar-umat beragama, sepeti dikutip dari sebuah artikel dalam jurnal Media Dakwah (2002) Umar kemudian membagi wilayah tersebut menjadi empat, yakni untuk orang-orang Armenia, serta para pemeluk Kristen, Yahudi, dan Islam (hlm. 42).
Sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ini ternyata mempunyai julukan yang diberikan Nabi. Julukan ini diberikan ketika umat Islam masih sangat sedikit.
Dikisahkan oleh Ibnu Abbas bahwa dia pernah bertanya pada ‘Umar bin Al-Khattab mengapa dia diberi julukan Al-Faruq oleh Rasulullah, maka Umar menjawab: “Setelah aku memeluk Islam, aku bertanya kepada Nabi: ‘Bukankah kita berada di jalan yang benar antara di dunia ini dan di akhirat kelak?’
“Nabi menjawab: ‘Tentu saja! Aku bersumpah demi Allah yang jiwaku berada di tangannya, bahwa engkau berada di jalan yang benar di dunia ini dan di akhirat nanti.’
“Oleh karena itu, aku bertanya kepada Nabi ‘Mengapa kita harus melakukan amalan secara diam-diam? Aku bersumpah demi Allah yang telah mengutusmu dengan Kebenaran, bahwa kita akan meninggalkan penyembunyian kita dan mengumumkan tujuan mulia kita secara terbuka.’
BACA JUGA: Seberapa Kaya Umar bin Khattab?
“Kami kemudian pergi dalam dua kelompok, Hamzah memimpin satu kelompok dan saya yang lainnya. Kami menuju Masjid Al Haram di siang bolong.
“Ketika orang-orang musyrik dari Quraish melihat kami, wajah mereka menjadi pucat dan menjadi sangat tertekan dan kesal. Pada kesempatan itu, Nabi menjulukiku dengan sebutan Al-Faruq.”
Al-Faruq artinya dia yang membedakan kebenaran dari kesalahan. []