TANYA: Apakah khitbah itu sama dengan pertunangan? Bagaimanakah cara khitbah yang benar dalam Islam?
JAWAB: Dikutip dari rumahfiqih.com, makna khitbah dalam bahasa Indonesia ada bermacam terjemahan, antara lain bermakna melamar atau meminang. Bahkan ada juga yang mengartikan dengan pertunangan.
Namun kalau kita agak jeli sedikit, sebenarnya ada perbedaan yang esensial antara khitbah dengan pertunangan.
Perbedaannya terletak pada langkahnya. Khitbah adalah pengajuan lamaran atau pinangan kepada pihak wanita. Namun pengajuan ini sifatnya belum lantas berlaku, karena belum tentu diterima. Pihak wanita bisa saja meminta waktu untuk berpikir dan menimbang-nimbang atas permintaan itu untuk beberapa waktu.
Apabila khitbah itu diterima, maka barulah wanita itu menjadi wanita yang berstatus makhthubah (مخطوبة), yaitu wanita yang sudah dilamar, sudah dipinang, atau bisa disebut dengan wanita yang sudah dipertunangkan.
Namun apabila khitbah itu tidak diterima, misalnya ditolak dengan halus, atau tidak dijawab sampai waktunya, sehingga statusnya menggantung, maka wanita itu tidak dikatakan sebagai wanita yang sudah dikhitbah. Dan pertunangan belum terjadi.
Proses Khitbah
Khitbah bukan pekerjaan sepihak, tetapi merupakan bentuk kesepakatan yang terjadi antara dua pihak. Dan untuk bisa sampai kepada kesepakatan dari dua pihak, khitbah memiliki alur langkah yang terdiri dari beberapa proses.
Setidaknya proses alur sebuah khitbah itu terdiri dari tiga hal utama. Yaitu pengajuan khitbah, tukar menukar informasi, jawaban khitbah dan hal-hal yang terkait dengan pembatalan khitbah apabila dibutuhkan.
1. Pengajuan Khitbah
Sebelum khitbah dan statusnya ditetapkan, langkah yang paling awal adalah pengajuan khitbah yang dilakukan oleh pihak calon suami. Esensi yang paling utama dari pengajuan khitbah ini adalah keinginan untuk menikahi calon istri.
2. Tukar Menukar Informasi
Namun khitbah bukan hanya berisi penyampaian keinginan untuk menikah, tetapi juga berisi tukar menukar informasi dari kedua belah pihak. Pengajuan khitbah ini bisa diibaratkan sebuah pengajuan proposal kegiatan yang di dalamnya ada penjelasan-penjelasan yang rinci dan spesifik. Semua informasi itu akan sangat berguna bagi wali untuk membuat pertimbangan dan keputusan.
Di antara spesifikasi itu misalnya tentang kesiapan pihak calon suami dalam pemberian nilai mahar, nilai nafkah, tempat tinggal, dan berbagai pemberian lainnya. Dan termasuk juga di dalamnya adalah rincian tentang hak dan kewajiban yang akan disepakati oleh masing-masing pihak.
Di sisi lain, pihak calon suami juga berhak mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait dengan calon istri, baik yang terkait dengan kondisi fisik ataupun keadaan-keadaan yang lain.
Apabila calon istri memiliki catatan tertentu, seperti kondisi kesehatan, cacat, aib atau hal-hal yang sekiranya akan mengganggu keharmonisan rumah tanggal, maka pihak wali wajib bersikap terbuka dan kooperatif, tidak boleh menutup-nutupi apalagi berusaha untuk menipu.
Proses tukar menukar informasi ini sangat berguna bagi kedua belah pihak untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
3. Jawaban
Khitbah yang sudah diajukan belum sah menjadi sebuah ketetapan hukum, dan masih membutuhkan jawaban dari pihak wali, apakah pengajuan khitbah itu diterima atau ditolak.
Dan jawaban untuk menerima atau menolak pengajuan khitbah ini tidak harus dilakukan saat itu juga. Pihak wali boleh saja meminta waktu beberapa laam untuk memberikan jawaban. Dan selama jawaban khitbah belum diberikan, status wanita itu masih belum lagi menjadi wanita yang dikhitbah (makhtubah).
Maka oleh karena itu, belum tertutup kemungkinan bagi wali untuk menerima pengajuan khitbah dari pihak lain.
Namun wali berkewajiban untuk memberikan jawaban diterima atau ditolak sesuai dengan tempo yang dimintakannya kepada pihak yang mengajukan khitbah.
Terkadang jawaban dari pihak wali bisa dalam bentuk persetujuan dan penerimaan secara bulat, namun dalam prosesnya bisa saja dalam bentuk penerimaan bersyarat. Maksudnya, khitbah diterima namun apabila pihak calon suami bisa memenuhi syarat-syarat yang diajukan oleh wali.
4. Pembatalan
Kalau sebuah pernikahan yang sangat kokoh bisa diakhiri dengan perceraian, maka khitbah yang sudah resmi disepakati bisa juga dibatalkan dengan alasan tertentu.
Misalnya, apabila terdapat ketidak-sesuian informasi yang diterima dengan fakta-fakta di lapangan, maka baik pihak calon suami atau calon istri, sama-sama berhak untuk membatalkan khitbah, baik dilakukan secara sepihak ataupun atas kesepakatan dari sebuah musyawarah.
Dan pembatalan itu juga bisa terjadi apabila ada salah satu dari syarat yang telah disepakati sebelumnya tidak bisa dilaksanakan.
Misalnya wali mengajukan syarat masa berlaku khitbah. Wali mensyaratkan masa berlaku khitbah itu terbatas, misalnya dua bulan. Apabila dalam jangka waktu dua bulan, calon suami tidak segera menikahi wanita yang dikhitbahnya, maka secara otomatis khitbahnya tidak berlaku.
Dan syarat ini juga berlaku sebaliknya, misalnya apabila sampai waktu tertentu pihak calon istri masih belum bisa melaksanakan akad nikah, maka khitbahnya bisa dibatalkan oleh pihak calon suami. []