DALAM empat tahun terakhir, komunikasi saya dan sahabat-sahabat muallaf di Poland dan sekitarnya, terjalin melalui media on-line, terutama buat kelas ‘tazkirah di skype dan Whatsapp’.
Dalam masa tiga tahun terakhir, Allah ta’ala mengirimkan guru-guru baru pula buatku dalam urusan ‘upgrade accupressure’, melalui akupunture tangan (KHT Koryo Hand Teraphy), dalam sesi share parenting nabawi, serta mengulang kelas hafalan dan kelas tafsir quran hadits, terutama ustadz ustadzah saat awal terjun langsung mengurus jenazah muslimah (sejak 2013), dan lainnya. Walhamdulillah di Kuala Lumpur, sahabat-sahabat yang ringan tangan dan senang berbagi ilmu cukup banyak.
BACA JUGA: Kumpulan Hadist Motivasi Kerja
Namun perlu dicatat, ini adalah Negara dengan jumlah WNI perantau terbanyak. Otomatis “pergaulan prosedural” mirip area negeri antah berantah pun, sering dirasakan. Ada banyak ‘majelis ilmu’ yang mudah kita ikuti, ada banyak manusia Indonesia yang mudah bergaul dan mendekat dengan kita, ada pula banyak variasi pengalaman dari hubungan muamalah tersebut. Sehingga ‘tau sama tau’ sudah jadi landasan prinsip ‘urusan sosialisasi’ di antara kita `WNI, ketika menemukan ‘kejaiban’ dalam pergaulan, itulah takdir dan pelajaran buat kita.
Saya memiliki sahabat dengan ragam umur biologis, yang usianya seperti adik saya, sebaya saya, sebaya kakak saya, maupun sahabat yang seusia dengan bapak ibu saya. Berbeda latar belakang dan kondisi berbagai hal yang mereka alami, maka terkadang ada beda pendapat atau saling mengungkapkan perbedaan tradisi dalam keluarga dan sejenisnya.
Namun jika segala urusan pertemanan adalah karena Allah ta’ala semata, maka setiap hari akan bertambah rasa rindu dan hati saling mencinta. Beda ketika hubungan pertemanan diawali oleh kepentingan-kepentingan status dan tujuan-tujuan tertentu, terutama hal hubbudunya, maka setiap perbedaan pendapat bisa menimbulkan beda persepsi, bahkan langsung menjadi jurang pemisah dan kedengkian mendalam. Na’udzubillahiminzaliik, bila dengki menggerogoti hati, kebaikan apa pun yang kita lakukan selalu dipandang sebagai kejahatan bagi pendengki.
Seorang sahabat sholihah menasehati, “Dunia ini panggung sandiwara, mbak… Bersyukur selalu, yang lemah senantiasa dalam perlindungan Allah ta’ala…. kita jangan jadi peran antagonisnya aja, hehehehe… Allah Maha Tahu, maha sempurna balasannya, ya kan mbak?” Alhamdulillah, senang mendengar nasehat tersebut. Tambah lagi seorang teman wartawan mengatakan,”Aiiih elo kayak baru aja jadi WNI?! Emang begitu kalau gaul sama ‘yang matanya bling bling sama sinar binar pangkat jabatan’, serius nih baru sadar?!!!” hihihihi, saya memang baru menyadarinya. Apalagi sepuluh tahun jauh dari kehidupan tanah air, memang membuat saya lupa bahwa negeri antah berantah sudah memproduksi kian banyak pecinta kolusi, faghfirlii…
Dijanjikan berkumpul atau kalian mendapat undangan pukul setengah dua belas siang, lalu secara mendadak acaranya dimajukan, selesainya pukul sebelas. “Dikerjain banget. Di benua lainnya, tidak pernah terjadi hal begini.” Pernah mengalaminya?
Atau ketika janjian pukul sembilan pagi, yang bersangkutan datang pukul setengah sebelas tanpa kata penyesalan sama sekali dengan membiarkan kita menantinya tanpa kabar, pernah mengalaminya? Atau menghadiri sesuatu yang kita kira adalah sebuah acara penting dan merupakan acara yang menghargai keberadaan kita, namun setiba disana~ acaranya adalah sebuah dagelan politik, yang dengan mata kepala penonton hanya bisa mengamati dengan bingung dan ketidak-mengertian yang tak bisa dijelaskan. Pernah mengalami hal ini?
Atau ketika bertanya dianggap mendebat, ketika menjelaskan suatu fakta dianggap perlawanan. Kosa kata halus berhasil menyembunyikan kebohongan, obrolan pada aturan agama dalam satu kalimat lalu dihiasi ghibah beratus kalimat.
Atau saat ‘teman-teman’ berjumpa dan mengulas senyum, namun di belakang telah menikam dengan kata-kata yang jauh berbeda. Atau saat melakukan sesuatu yang terlihat, dikomentari sebagai pencitraan, sedangkan segala aktivitas kebaikan yang sembunyi-sembunyi, kian disikapi sinis dengan ragam wacana buruk.
Bahkan ada hal-hal baik yang kita kerjakan~ diakui karya oleh orang lain, sementara hal-hal buruk yang tak pernah kita kerjakan~ menyebar menjadi gossip tanpa kejelasan siapa angin jahat yang menghembuskannya. Hanya di negeri antah berantah, ada orang yang sibuk menghitung kemana saja si X pergi, kemana saja donasi infaq sodaqohnya, pergi ke masjid berapa kali sehari, belanjaannya apa saja setiap pulang dari pasar, dan berbagai urusan tak penting sedemikian.
Intinya adalah ketika tidak jujur atau kebohongan hadir dalam pergaulan, ini dapat menimbulkan trauma, dan saya pun pernah mengalaminya. Dan berkali-kali lagi, inilah pelajaran hidup, bagian dari takdir yang mesti kita lalui dengan bersyukur. Berikut adalah tips mengatasi trauma dalam pergaulan :
1. Perbanyak istighfar, astaghfirrulloh… mari hiasi hari dengan sayyidul istighfar, resapi maknanya dengan mendalam. Bahwa kita adalah hambaNya yang ridho atas apa pun pemberianNya, kesenangan dan kesedihan adalah kiriman cintaNya, bahwa segala sesuatu ada hikmahnya. Bermohon ampun dan bersujud mencurahkan perasaan kepada Allah ta’ala, pasti menenangkan diri, sudah pernah mengalaminya? 😉
“..dan boleh jadi kamu benci kepada sesuatu padahal ia baik bagi kamu dan boleh jadi kamu suka kepada sesuatu padahal ia buruk bagi kamu. Dan (ingatlah), Allah jualah Yang mengetahui (semuanya itu), sedang kamu tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah:216)
2. Apresiasikan harimu saat ini! Peristiwa traumatis cenderung membawamu kepada masa lalu, masa dimana ‘kita baru saja mengalami kejadian yang tidak mengenakkan tersebut’. Heloooo, hari ini sangat indah, matahari bersinar cerah, langit biru, awan berarak putih, kita punya nafas dan masih dapat berdiri menyaksikan keindahan alamNya, Alhamdulillah! Kita mesti membawa jiwa raga berada pada rasa syukur menyambut hari ini, ini adalah hari barokah yang merupakan kesempatan dalam menambah amal kebaikan.
Cara untuk mengatasi trauma hari kemarin adalah dengan melihat diri kita sekarang, dimana kita duduk, lihat kanan kiri, di depan dan persekitaran jendela kita, Alhamdulillah bahwa mata kita dapat melihat dengan jelas atas peristiwa hari ini. Dengan begitu rasakan “bye-bye masa lalu..” tersebut. Kencangkan ikrar dalam nurani, “Thankyou Allah! Terima kasih duhai ilahi Robbi…” []
BERSAMBUNG
(@bidadari_Azzam, KL, Dzulqo’dah 1437h)