MENJADI pengusaha merupakan sebuah niat mulia. Dengan menjadi pengusaha, seseorang berpeluang melakukan kebaikan yang lebih baik dan banyak, membantu sesamanya yang didera kesusahan, serta mampu mengeksekusi berbagai jenis proyek amal yang berguna bagi sesama.
Oleh karena itu, niat untuk menjadi pengusaha harus dirawat dengan baik. Seorang calon pengusaha tidak hanya diwajibkan menguasai berbagai jenis keterampirlan dan ilmu terkait bisnis, penjualan, dan sejenisnya. Mereka juga harus memahami dengan baik apa yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an al-Karim dan sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Sebab jika tidak memahami, seorang pengusaha bisa terjerumus dalam tiga golongan yang dimusuhi oleh Allah Ta’ala sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari Rahimahullahu Ta’ala.
“Ada tiga golongan yang termasuk musuh-musuh-Ku,” firman Allah Ta’ala dalam hadits qudsi sebagaimana dikutip oleh Dr. Muhammad ‘Ali Hasyimi dalam Membentuk Kepribadian Muslim Ideal berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, “ialah seorang laki-laki yang bersumpah atas nama-Ku, lalu ia berkhianat.”
Betapa kita banyak menemukan orang-orang yang dengan mudah melontarkan janji, kemudian berkhianat sesuka hatinya. Dia menjanjikan banyak hal, namun lebih banyak hal lagi yang tidak ditepati. Mereka melambungkan harapan seseorang, lalu menjatuhkannya dengan biadab.
“(Yang kedua) penjual orang merdeka, lalu dia memakan uangnya.”
Ialah oknum-oknum yang masih melestarikan tradisi perbudakan. Mereka merekrut banyak orang sehat dan merdeka untuk mencari penghasilan, lantas dia mengambil upahnya tanpa dasar apa pun. Terkait hal ini, banyak kita dapati di kota-kota besar; ialah oknum yang memobilisasi masyarakat udik untuk dijadikan pengemis lalu mereka mengambil setoran secara zalim.
Dan yang ketiga adalah seorang pengusaha, “(ialah) seseorang yang mempekerjakan pekerja, lalu ia tidak memberikan upah setelah pekerjaannya usai.”
Inilah pengusaha yang zalim. Dia memeras keringat dan tenaga pekerjanya dengan cara yang tidak manusiawi. Diforsir. Diperas keringatnya tanpa sisa. Dibanting tulang belulangnya tanpa belas kasih.
Namun tatkala pekerjaan yang diamanahkan kelar, si pengusaha kabur. Ia pergi tanpa pamit. Tanpa memberikan hak kepada pekerjanya. []
Sumber: Kisahikmah