KAPAN waktu walimah yang paling afdhal? Bolehkah menunda walimah, sehingga tidak langsung dilakukan setelah akad?
Ada dua acara yang perlu dibedakan dalam pernikahan,
pertama akad nikah dan yang kedua adalah walimah nikah. Dua hal ini berbeda, meskipun umumnya masyarakat sering menggabungkannya.
Akad nikah adalah pernyataan akad atau ijab qabul antara seorang lelaki dengan wali seorang wanita untuk membangun ikatan keluarga sesuai cara yang ditetapkan syariat.
Sementara walimah nikah adalah acara makan-makan yang diselenggarakan untuk merayakan pernikahan.
Berdasarkan pengertian di atas, walimah nikah baru ada jika akad nikah telah dilakukan. Karena acara walimah nikah adalah turunan dari akad nikah. Karena itu, jika ada orang yang menyelenggarakan walimah nikah sebelum akad nikah, maka tidak disebut sebagai walimah nikah.
Lalu kapan waktu yang tepat melaksanakan walimah nikah?
Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kumpul dengan istri barunya, lalu beliau menyuruhkan untuk mengundang para sahabat untuk makan,” (HR. Bukhari 5170).
Peristiwa pernikahan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita,
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Abdurrahman bin Auf sementara ada bekas za’faran di bajunya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang terjadi dengan kamu?”
“Ya Rasulullah, saya telah menikahi seorang wanita,” Jawab Abdurrahman.
“Berapa maharnya?” Tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Setengah dinar.” Jawab Abdurrahman.
Kemudian beliau bersabda, “Adakan walimah, meskipun dengan seekor kambing,” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Berdasarkan hadis di atas, para ulama menyimpulkan bahwa waktu yang tepat sesuai sunah untuk pelaksanaan walimah nikah adalah setelah malam pertama atau setelah hubungan badan.
As-Shan’ani membawakan beberapa keterangan ulama tentang ini,
Al-Mawardi ulama Syafiiyah menegaskan, bahwa walimah dilakukan setelah hubungan badan. As-Subki ulama Syafiiyah mengatakan,
Menurut riwayat dari praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa walimah dilakukan setelah hubungan badan. Keterangan beliau mengisyaratkan kisah pernikahan Zainab bintu Jahsy. Sebagaimana kata Anas bin Malik, ‘Di pagi hari, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab, lalu beliau undang para sahabat.’ (Subulus Salam, 1/154).
Berbeda dengan pendapat jumhur, menurut Malikiyah, walimah diadakan sebelum hubungan badan, setelah pengantin dipertemukan. Dalam Fathul Bari dinyatakan,
Sebagian Malikiyah menganjurkan agar walimah diadakan setelah pertemuan pengantin, dan hubungan badan dilakukan setelah walimah. Dan itu yang dilakukan masyarakat saat ini. (Fathul Bari, 9/231).
Ada juga ulama yang menganjurkan agar waktu walimah dikembalikan ke urf (tradisi) yang berlaku di masyarakat. ini merupakan pendapat Ibnu Thulun. (Fashul Khawatim fima Qila fil Walaim, hlm. 44).
Apapun itu, walimah harus dilakukan setelah akad. Mengenai perbedaan pendapat waktunya, sifatnya hanya afdhaliyah (mana yang paling afdhal). Allahu a’lam. []
Sumber: Konsultasi syariah