MAKHUL Asy Syami berkata, “Siapa pun yang berada di tempat tidurnya, ia harus memikirkan apa yang telah diperbuatnya pada hari itu. Apabila ia melakukan perbuatan yang baik, maka ia bersyukur dan memuji kepada Allah, sedangkan apabila ia melakukan perbuatan dosa, maka ia mohon ampun kepada Allah Ta’ala. Jika ia tidak melakukan yang demikian itu, maka ia seperti pedagang yang membelanjakan hartanya tanpa pernah menghitungnya, sehingga ia bangkrut tanpa disadarinya.
Di dalam kitab-kitab yang terdahulu, disebutkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku, Aku adalah raja yang tidak pernah sirna, maka taatilah Aku dalam semua urusan yang telah Aku perintahkan kepadamu, dan jauhilah segala apa yang telah Aku larang untukmu, sehingga Aku jadikan kamu hidup, tidak mati. Hamba-Ku, Aku adalah Dzat yang apabila mengatakan “jadilah” pada sesuatu, maka sesuatu itu pun jadi (ada).”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Yazid, di mana ia berkata, “Jika dapat, janganlah kamu berbuat jahat kepada seseorang yang kamu cintai.” Kemudian ada seseorang yang bertanya kepadanya, “Apakah ada orang yang berbuat jahat kepada orang yang dicintainya?” Ia menjawab, “Ada, dirimu sendiri yang sangat kamu cintai dan sayangi. Jika kamu melakukan maksiat, maka kamu berarti berbuat jahat kepada dirimu sendiri.”
Ada seseorang yang bijaksana, yang pada suatu saat diminta nasihat oleh seseorang, di mana ia berkata, “Saya mohon untuk diberi pesan-pesan yang bermanfaat.” Orang yang bijaksana itu berkata, “Janganlah kamu mengabaikan Tuhanmu, janganlah kamu mengabaikan sesama makhluk, dan janganlah kamu mengabaikan dirimu sendiri. Yang dimaksud dengan mengabaikan Tuhan adalah bila kamu menyibukkan diri untuk melayani sesama makhluk dengan melupakan Tuhan. Maksuda dari mengabaikan kepada sesama makhluk adalah bila kamu menyebut-nyebut kejelekan mereka di hadapan orang lain. Sedangkan mengabaikan dirimu sendiri adalah kamu menganggap enteng (meninggalkan) kewajiban-kewajban Allah.”
Diriwayatkan dari Kahmas bin Al Hasan bahwasanya ia berkata, “Aku pernah melakukan suatu perbuatan dosa dan aku menangis 40 tahun karenanya.” Ada seseorang yang menanyakan kepadanya, “Perbuatan dosa apakah itu wahai hamba Allah?” Ia menjawab, “Saudaraku berkunjung kepadaku, lalu aku membeli ikan laut untuk makan bersama. Sewaktu dia masih makan, aku berdiri ke pekarangan tetanggaku dan aku mengambil tanah lantas aku membersihkan tanganku dengan tanah itu.”
Diriwayatkan dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda, “Dosa yang paling besar di sisi Allah Ta’ala adalah dosa yang (dianggap) paling kecil menurut manusia, sedangkan dosa yang paling kecil di sisi Allah Ta’ala adalah dosa yang (dianggap) paling besar menurut manusia.”
Al Faqih menjelaskan bahwa apabila seseorang yang melakukan perbuatan dosa besar, kemudian ia menyadari dosa yang dilakukannya itu sangat besar dan ia takut kepada-Nya dengan bertaubat, maka sesungguhnya dosa itu kecil di sisi Allah. Dan apabila dosa itu dianggap kecil oleh orang yang melakukannya, sehingga ia terus menerus mengulanginya, maka dosa itu menjadi besar di sisi Allah, karena dosa yang paling besar, dosa yang dilakukan secara terus menerus. Hal ini didasarkan pada perkataan seorang sahabat yang mengatakan, “Tidak dianggap dosa kecil jika terus menerus dikerjakan, dan tidak dianggap dosa besar bila mohon ampun.”
Diriwayatkan dari ‘Awwam bin Hausyab, bahwasanya ia berkata, “Ada empat hal yang dilakukan sesudah perbuatan dosa yang lebih jelek daripada perbuatan dosa itu sendiri, yaitu, menganggap kecil (meremehkan), merasa tidak apa-apa, merasa senang, dan terus menerus melakukan dosa itu.”
Al Faqih berkata: Janganlah kamu tertipu dengan ayat, “Barangsiapa berbuat kebaikan, mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya, dan barangsiapa berbuat kejahatan, dibalas seimbang dengan kejahatannya, mereka sedikit pun tidak dirugikan (didzalimi),” (QS. Al-An’am: 160) karena ada beberapa persyaratan bagi amal baik yang bisa dibawa nanti pada hari kiamat.
Mengerjakan amal baik itu mudah bagi orang yang memang mau mengerjakannya, namun yang sukar adalah bagaimana agar amal baik itu bisa dibawa nanti pada hari kiamat. Sedangkan perbuatan jahat itu, walaupun hanya dibalas satu balasan, namun ia mempunyai sepuluh dampak negatif, yaitu:
1. Apabila seseorang melakukan perbuatan jahat, maka berarti ia membuat murka Dzat yang menciptakannya, sedangkan Dia adalah Dzat yang menguasai dirinya pada setiap saat.
2. Dengan perbuatan jahat itu, maka ia membuat gembira iblis yang merupakan musuh Allah dan musuh dirinya.
3. Menjauhkan diri dari tempat yang paling baik yaitu surga.
4. Mendekatkan diri dari tempat yang paling jelek yaitu neraka.
5. Tidak peduli kepada orang yang sangat dicintainya, yakni dirinya sendiri.
6. Membuat kotor dirinya sendiri, padahal Allah menciptakannya dengan bersih.
7. Mengganggu malaikat yang tidak pernah mengganggunya yakni para malaikat yang menjaga dirinya.
8. Menjadikan Nabi SAW merasa sedih di dalam kuburnya.
9. Mempersaksikan kepada siang dan malam atas kejahatan dirinya, serta siang dan malam itu terganggu dan merasa sedih karenanya.
10. Mengkhianati semua makhluk, baik manusia maupun yang lain. Pengkhianatan kepada sesama manusia, yaitu jika seseorang memerlukan kesaksian dari padanya, maka persaksiannya itu tidak dapat diterima, karena mengingat dosa yang dilakukannya. Dengan demikian, perbuatan dosa itu meniadakan hak temannya, karena perbuatannya itu, sedangkan pengkhianatan kepada sesama makhluk selain manusia, yaitu perbuatan dosanya itu dapat menyebabkan kurang hujan.
Oleh karena itu, maka jauhilah perbuatan dosa, karena hal itu menyebabkan sepuluh akibat negatif seperti yang tersebut di atas. Kesepuluh akibat negatif itu berarti penganiayaan terhadap dirinya sendiri dengan mendurhakainya. Ada yang berpendapat bahwa sekikir-kikir manusia adalah orang yang kikir terhadap diri sendiri, karena sesungguhnya dirinya itu bisa dibawa untuk menuju kepada kehidupan yang bahagia. Sedangkan manusia yang paling menganiaya dirinya sendiri adalah orang yang menganiaya dirinya dengan melakukan maksiat kepada Allah Ta’ala, karena sesungguhnya orang yang melakukan maksiat itu berarti telah membinasakan diri sendiri.
ADA seorang bijak yang berkata, “Jauhilah dosa karena dosa itu membawa sial, yang mana sialnya itu seperti peluru dari mortar yang menjebol dinding ketaatan, lantas angina bisa masuk dan memadamkan lampu ma’rifat.”
Ada seorang bijak yang lain ditanya sebagai berikut, “Kami biasa mendengarkan pengajian, tetapi kenapa kami tidak bisa mengambil manfaat daripadanya?” Ia menjawab, “Karena lima hal, yaitu:
1. Allah telah mengaruniakan nikmat kepadamu, tetapi kamu tidak mensyukurinya.
2. Apabila kamu melakukan perbuatan dosa, kamu tidak mohon ampun kepada-Nya.
3. Kamu tidak mengerjakan apa yang telah kamu ketahui.
4. Kamu bergaul dengan orang-orang yang baik, namun kamu tidak mengikuti tingkah laku mereka.
5. Kamu mengubur orang mati, tetapi kamu tidak pernah mengambil pelajaan daripadanya.”
Al Faqih berkata: Saya mendengar ayahku berkata: Diriwayatkan dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda,
“Tidak ada suatu hari melainkan ada lima malaikat yang turun dari langit, yang pertama turun di Mekkah, kedua turun di Madinah, ketiga di Baitul Muqaddas, keempat di kubur-kubur kaum muslimin, dan kelima di pasar-pasar kaum muslimin. Malaikat yang turun di Mekkah berseru, “Ingatlah, barangsiapa yang meninggalkan kewajiban-kewajiban Allah Ta’ala, maka ia telah keluar dari rahmat Allah Ta’ala.” Malaikat yang turun di Madinah berseru, “Ingatlah, barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah Nabi SAW, maka ia keluar dari syafaatnya.” Malaikat yang turun di Baitul Muqaddas berseru, “Ingatlah, barangsiapa yang mengumpulkan harta haram, maka Allah Ta’ala tidak akan menerima semua amalnya.” Malaikat yang turun di kubur-kubur kaum muslimin berseru, “Wahai ahli kubur, apa yang kamu senangi dan apa yang kamu sesali?” Mereka menjawab, “Kami menyesali umur-umur kami yang lewat begitu saja (tanpa mengerjakan amal-amal yang shalih). Dan kami senang dengan orang-orang yang membaca Kalamullah (Al-Quran), rajin mendatangi pengajian, senantiasa membaca shalawat untuk Nabi SAW, dan yang memohon ampun atas dosa-dosa mereka. Kami sama sekali susah tidak bisa lagi berbuat yang demikian itu.” Sedangkan malaikat yang turun di pasar-pasar berseru dan mengucapkan, “Wahai segenap manusia, awas dan waspadalah, karena Allah Ta’ala mempunyai serangan dan balasan siksa. Barangsiapa yang takut terhadap serangan dan balasan siksa-Nya, maka hendaklah ia segera memperbaiki dirinya, sehingga ia bertaubat dari dosa-dosanya. Kami telah menakut-nakuti kamu, namun kamu tidak takut. Seandainya saja tidak ada orang-orang yang khusyuk (beribadah), bayi-bayi yang menetek, binatang-binatang yang terpelihara, dan orang-orang tua yang rukuk, niscaya telah dituangkan siksaan atas kamu.”
Diriwayatkan dari Aisyah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Wahai Aisyah, jauhilah dosa-dosa yang (dianggap) remeh, karena ada tuntutan dari Allah Ta’ala atas dosa-dosa itu.”
Perumpamaan dosa-dosa kecil itu adalah bagaikan orang yang mengumpulkan kayu-kayu kecil, kemudian setelah terkumpul dinyalakan api padanya. Ada yang meriwayatkan bahwa di dalam Taurat ditulis, “Barangsiapa yang menanam kebaikan, maka ia akan mengetam keselamatan.” Di dalam Injil ditulis, “Barangsiapa yang menanam keburukan, maka ia kana mengetam penyesalan.” Dan di dalam Al-Qur’an ditulis, “Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu,” (QS. An-Nisa: 123).
Abul Qasim bin Muhammad meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Ibnu Abbas ditanya, “Mana yang lebih kamu sukai apakah seseorang yang banyak dosa dan banyak amalnya, ataukah orang yang sedikit dosa dan sedikit amalnya?” Ibnu Abbas menjawab, “Saya tidak bisa menyamakan keselamatan dengan sesuatu apa pun.” Maksudnya, yang sedikit dosa itu lebih ia sukai.
Seseorang yang bijaksana berpendapat bahwa orang-orang yang tidak begtu kuat imannya mampu mengerjakan ibadah, namun hanya orang-orang yang kuat imannya saja yang mampu meninggalkan maksiat.
Al Faqih berkata, “Di dalam al-Qur’an ada dalil yang menunjukkan bahwa meninggalkan maksiat itu lebih utama daripada mengerjakan ibadah, karena Allah Ta’ala mempersyaratkan amal kebajikan tertentu saja yang didapat dibawa ke akhirat, sedangkan dalam meninggalkan maksiat itu tidak ada persyaratan apa pun.”
Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya,” (QS. Al-An’am: 160).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman, “… dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggalnya,” (QS. An-Nazi’at: 40-41).
Kami mohon ampun pada Allah Ta’ala atas semua dosa yang telah kami perbuat. []
Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin/Karya: Abu Laits As Samarqandi/Penerbit: PT Karya Toha Putra Semarang