HARI kasih sayang atau dikenal dengan nama Valentine Day dirayakan oleh berbagai kalangan, khususnya remaja di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Bahkan tak jarang muslim yang turut serta merayakan ini. Padahal, telah jelas larangannya dalam Islam.
Bagaimana larangan tersebut? Berikut ini fatwa para ulama tentang perayaan Valentine’s Day:
1) Fatwa al-Lajnah ad-Daimah Saudi Arabia.
Komite Tetap Fatwa yang telah banyak menerima dan menjawab ribuan pertanyaan dari penjuru dunia ini, mengatakan, “Beberapa dalil yang jelas dari Al Qur’an dan as-Sunnah yang di atas itu para salaf bersepakat, menunjukkan bahwa perayaan dalam Islam itu hanya ada 2 saja: Idul Fithri dan Idul Adha. Selain 2 perayaan itu, baik perayaan yang berkaitan dengan orang, kelompok, peristiwa atau makna apapun, maka perayaan itu adalah perayaan yang dibuat-buat.Tidak boleh bagi kaum muslimin untuk menyelenggarakan, menyetujui, menampakkan kegembiraan, atau membantu perayaan tersebut sedikit pun. Hal itu karena termasuk melanggar hukum-hukum Allah, sedangkan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka ia telah menzalimi dirinya sendiri. Apabila keberadaan perayaan yang dibuat-buat tersebut termasuk perayaan orang-orang kafir, maka ini adalah dosa di atas dosa. Hal itu karena mengandung unsur menyerupai orang-orang kafir dan suatu bentuk loyalitas kepada mereka. Allah Subhanahu telah melarang kaum mukminin dari menyerupai orang-orang kafir dan loyalitas kepada mereka di dalam Al Qur’an.
Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bahwasanya beliau bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut”.
Perayaan Hari Kasih Sayang termasuk jenis yang disebutkan tadi. Sebab, perayaan ini termasuk perayaan para penyembah berhala dan orang-orang Nasrani. Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk menyelenggarakan perayaan tersebut, menyetujui atau mengucapkan selamat atasnya. Bahkan yang wajib adalah meninggalkan dan menjauhinya, sebagai wujud menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya sekaligus menjauhi sebab-sebab datangnya murka dan siksa Allah. Sebagaimana pula diharamkan bagi seorang muslim untuk membantu perayaan ini atau semisalnya dari perayaan-perayaan yang haram dalam bentuk apapun, baik berupa makanan, minuman, jual beli, pembuatan aksesoris, hadiah, surat menyurat, promosi atau selain itu. Itu semua dikarenakan termasuk tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, bermaksiat kepada Allah dan Rasul.
Allah Jalla Wa ‘Alaa berfirman:
“Dan tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan ketaqwaan. Janganlah kalian tolong menolong di atas dosa dan permusuhan.Takutlah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya Allah itu sangat pedih siksa-Nya.” (QS Al Maidah: 2)
Wajib bagi seorang muslim untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan as-Sunnah dalam segenap keadaan dirinya, terlebih di masa-masa penuh kejelekan dan banyak kerusakan. Hendaknya dirinya tanggap dan waspada dari keterjerumusan ke dalam kesesatan-kesesatan kaum yang dimurkai oleh Allah (Yahudi, pen), kaum sesat (Nasrani, pen) dan kaum fasik yang memang tidak berharap kehormatan di sisi Allah dan tidak menghargai Islam. Wajib bagi seorang muslim untuk kembali kepada Allah Ta’ala dengan memohon hidayah dan keteguhan di atas hidayah tersebut. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menentukan hidayah, kecuali Allah. Tidak ada yang dapat meneguhkan hidayah, kecuali Dia Subhanahu. Hanya milik-Nyalah taufik itu. Shalawat dan salam telah Allah curahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabat beliau”.
2) Fatwa Fadhilatu asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah.
Ulama yang telah menghabiskan usianya dengan bimbingan dan fatwa hingga terasa manfaatnya di penjuru dunia ini berkata, “Merayakan Hari Kasih Sayang tidaklah boleh karena beberapa sisi.
Pertama : Bahwasanya perayaan tersebut adalah perayaan yang dibuat-buat, tidak ada asalnya sama sekali dalam syariat Islam.
Kedua : Perayaan tersebut mengajak kepada kerinduan dan cinta yang bergejolak.
Ketiga : Perayaan tersebut mengajak untuk menyibukkan hati dengan perkara-perkara rendahan yang menentang petunjuk as-salaf ash-shalih radhiyallahu ‘anhum.
Maka bagi seorang muslim hendaknya merasa mulia dengan agamanya, dan tidak oportunis (bunglon) yang mengikuti setiap teriakan. Saya memohon kepada Allah Ta’ala agar melindungi kaum muslimin dari setiap kejelekan, baik yang tampak jelas maupun yang samar, sekaligus menjaga kita dengan kecintaan dan taufik-Nya.” []
SUMBER: DARUL IHSAN