BANYAK membaca takbir atau takbiran pada hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha merupakan salah satu syiar Islam yang dianjurkan untuk diamalkan setiap Muslim maupun Muslimat. Membaca takbir merupakan bentuk pengagungan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada kita bisa menikmati hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha.
Ada beberapa poin yang harus diperhatikan terkait takbiran di hari raya Idul Fitri:
1 Lafaz bacaan takbiran
اللهُ أكْبَرُ
اللهُ أكْبَرُ
اللهُ أكْبَرُ،
لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ
أكْبَرُ وَِللهِ الحَمْدُ
Allaahu akbar
Allaahu akbar
Allaahu akbar,
laa illaa haillallahuwaallaahuakbar
Allaahu akbar walillaahil hamd
Artinya : Allah maha besar Allah maha besar Allah maha besar, Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar Allah maha besar dan segala puji bagi Allah.
BACA JUGA: Ini Bacaan Takbiran Idul Fitri Lengkap dengan Artinya
2 Waktu membaca takbir
Takbir Idul Fitri dimulai dari melihat hilal dan berakhir dengan selesainya ‘Ied yaitu selesainya imam dari khutbah menurut pendapat yang benar. Hal ini berdasarkan dalil berikut:
Allah berfirman, yang artinya: “…hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (Qs. Al Baqarah: 185)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya ketika orang sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan maka disyariatkan untuk mengagungkan Allah dengan bertakbir.
Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 5621)
3 Takbiran bisa sendiri-sendiri maupun berjemaah
Takbir di hari raya boleh dilakukan sendiri-sendiri atau berjemaah. Ini merupakan pendapat sekelompok para ulama salaf. Bahkan sebagian ulama’ ada yang menyatakan sebagai pendapat jumhur (mayoritas ulama’).
Al-Imam Asy-Syafi’i –rohimahullah- berkata :
فاذاراواهلال شوال احببت ان يكبر الناس جماعة و فرادي في المسجدوالاسواق والطرق والمنازل و مسافرين ومقيمين في كل حال واين كانوا و ان يظهروا التكبير
“Maka apabila mereka melihat hilal bulan Syawwal, aku sangat menganjurkan agar manusia bertakbir secara berjemaah atau sendiri-sendiri di masjid, pasar-pasar, jalan-jalan, rumah-rumah, musafir dan muqim di seluruh keadaan dan di manapun mereka berada untuk menampakkan takbir.” (Al-Umm : 1/231)
Beliau –rohimahullah- juga berkata :
ويستحب الانفرادفي التكبير حالة المشي للمصلي و اما تكبير جماعة وهم جالسون في المصلي فهذا هوالذي استحسن
“Dianjurkan sendiri-sendiri dalam takbir dalam keadaan berjalan bagi orang yang akan sholat. Adapun takbir secara berjemaah dan mereka dalam kondisi duduk di mushala, maka ini perkara yang baik.” (Bulghatus Salik : 1/304)
4 Tempat melaksanakan takbiran
Takbiran Idul Fitri dilakukan dimana saja dan kapan saja. Artinya tidak harus di masjid. Menurut Imam Syafi’i, apabila orang-orang sudah melihat hilal Syawal, maka mustahab (sesuatu yang dikerjakan Rasulullah satu atau dua kali. Dikerjakan mendapat pahala, ditinggalkan tidak mendapat dosa) hukumnya bagi orang-orang untuk bertakbir baik secara berjamaah maupun secara sendiri-sendiri.
Baik itu di jalan, masjid, pasar, hingga rumah-rumah sekalipun. Baik itu orang-orang yang melakukan perjalanan (musafir) maupun orang mukim pada segala kondisi dan di manapun juga.
5 Syariat azan dan takbiran berbeda
Cara melakukan takbir hari raya berbeda dengan cara melaksanakan azan. Dalam syariat azan, seseorang dianjurkan untuk melantangkan suaranya sekeras mungkin. Oleh karena itu, para juru adzan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Bilal, dan Abdullah bin Umi Maktum ketika hendak adzan mereka naik, mencari tempat yang tinggi. Tujuannya adalah agar adzan didengar oleh banyak orang.
Namun ketika melakukan takbir hari raya, tidak terdapat satupun riwayat bahwa Bilal naik mencari tempat yang tinggi dalam rangka melakukan takbiran. Akan tetapi, beliau melakukan takbiran di bawah dengan suara keras yang hanya disengar oleh beberapa orang di sekelilingnya saja.
Oleh karena itu, sebaiknya melakukan takbir hari raya tidak menggunakan pengeras suara sebagaimana azan. Karena dua syariat ini adalah syariat yang berbeda.
6 Tidak dianjurkan Takbiran setelah shalat
Takbiran itu ada dua. Ada yang terikat waktu dan ada yang sifatnya mutlak (tidak terikat waktu). Untuk takbiran yang mutlak sebaiknya tidak dilaksanakan setiap selesai shalat fardhu saja. Tetapi yang sunnah dilakukan setiap saat, kapan saja dan di mana saja.
Ibnul Mulaqin mengatakan: “Takbiran setelah shalat wajib dan yang lainnya, untuk takbiran Idul Fitri maka tidak dianjurkan untuk dilakukan setelah shalat, menurut pendapat yang lebih kuat.” (Al I’lam bi Fawaid Umadatil Ahkam: 4/259)
Amal yang disyariatkan ketika selesai shalat jamaah adalah berzikir sebagaimana zikir setelah shalat. Bukan melantunkan takbir. Waktu melantunkan takbir cukup longgar, bisa dilakukan kapanpun selama hari raya. Oleh karena itu, tidak selayaknya menyita waktu yang digunakan untuk berdzikir setelah shalat.
Sunnah Takbiran di tengah perjalanan menuju lapangan
Takbir yang sunnah itu dilakukan ketika di perjalanan menuju tempat shalat hari raya. Namun sayang sunnah ini hampir hilang, mengingat banyaknya orang yang meninggalkannya.
Padahal memperbanyak takbir ketika menuju lapangan sangat dianjurkan. Karena ini merupakan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Berikut diantara dalilnya:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir.” (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf)
Dari Nafi: “Dulu Ibn Umar bertakbir pada hari id (ketika keluar rumah) sampai beliau tiba di lapangan. Beliau tetap melanjutkan takbir hingga imam datang.” (HR. Al Faryabi dalam Ahkam al Idain). []
SUMBER: ALMANHAJ | KONSULTASI SYARIAH | FB ABDULLAH ALJIRANI