RAJA Arab Saudi Sri Baginda Khadimul Haraman Al-Syarifain Salman bin Abdulaziz al-Saud beserta rombongan telah tiba dalam kunjungan Sembilan hari ke Indonesia, Rabu (1/3/2017).
Ada yang menarik dalam penampilan sang raja, ia mengenakan jubah kebesaran—disebut “Bisht”—yang berarti jubah luar.
“Bisht”, istilah Arab untuk jubah luar adalah tradisi pemakaian busana negara-negara Arab pada umumnya, yang berbeda dengan anggota rombongannya, para pangeran dan para menteri serta pejabat tinggi pemerintah kerajaan negeri tersebut.
Raja Salman mengenakan jubah atau “bisht” cokelat madu dan ornamen sulaman dengan tepi jubah berwarna keemasan pada kerah dan lengan serta “ghutrah” atau penutup kepala atau sorban motif bergaris merah, lengkap dengan pengencang berwarna hitam untuk penutup kepala. Jubah bagian dalam Raja Salman berwarna beige.
Sementara Raja Faisal saat berkunjung ke Indonesia pada 10 Juni 1970 mengenakan “bisht” berwarna hitam, juga dengan sulaman keemasan pada tepi jubah.
Rima Almukhtar dari Arab News pernah membuat tulisan berjudul “Traditional & Modern: The Saudi Mans Bisht” (7/11/2012) bahwa jubah itu biasanya terbuat dari kain wol dengan beragam warna dari putih, beige, krem, hingga cokelat, abu-abu dan hitam.
“Bisht” atau jubah itu merupakan busana resmi pilihan bagi kalangan politisi, ulama, dan kalangan atas bagi negara-negara di dunia Arab.
Rima Almukhtar mengutip pendapat seorang penjahit ternama Arab Saudi dari Al Ahsa bernama Abu Salem bahwa “bisht” awalnya dibuat di Persia. Arab Saudi mengenal busana tradisional itu ketika pedagang asal Persia mengenakan “bisht” saat menjalankan ibadah haji dan umrah di Mekkah, Arab Saudi.
Al Ahsa merupakan provinsi di Arab Saudi bagian timur dan dikenal sebagai daerah asal para penjahit “bisht” terbaik di Arab Saudi selama lebih dari 200 tahun, dan menjadi provinsi dengan produsen terkemuka di negara-negara untuk kawasan Teluk sejak 1940.
Berbagai perusahaan pembuat busana tradisional “bisht” terkenal itu antara lain Al-Qattan, Al-Kharas, Al-Mahdi, atau Al-Bagli. Beragam “bisht” dikenali dari sulamannya dari benang emas, perak, dan sutera.
Di pasaran di negara-negara Arab, harga satu busana “bisht” bervariasi antara 100 Riyal Saudi atau Rp. 356.500 (nilai tukar satu Riyal sama dengan Rp3.565) hingga 20 ribu Riyal Saudi atau Rp71,3 juta tergantung dari pabrik, jahitan, warna, dan model.
Paling mahal adalah “bisht” untuk keluarga Kerajaan Arab Saudi yang khusus dijahit untuk raja, pangeran, politisi, dan kalangan kaya raya. Umumnya keluarga kerajaan mengenakan jubah berwarna hitam, cokelat madu, beige, dan krem.
“Bisht” untuk kalangan kerajaan sangat mahal karena merupakan buatan tangan (bukan pabrik), menggunakan benang emas, benang perak, atau kombinasi benang emas dan perak.
Terdapat tiga desan “bisht” utama untuk kalangan kerajaan Arab Saudi, yakni Darbeyah, Mekasar, dan Tarkeeb.
Darbeyah terkenal dengan buatan tangan dengan sulaman pola tradisonal. Mekasar atau yang dikenal denga Gasbi memiliki sulaman sutera, sedangkan Tarkeeb dengan sulaman emas.
Jubah dengan sulaman emas membutuhkan waktu lebih lama dalam pembuatannya karena membutuhkan keterampilan tertentu dengan tingkat akurasi yang tinggi. Lamanya waktu tergantung pada model dan rancangannya.
Untuk membuat “bisht” buatan tangan, model Hasawi, bisa memakan waktu antara 80 hingga 120 jam dengan empat penjahit sekaligus dengan tugas masing-masing.
Jubah Hasawi yang khusus dari Al Ahsa, menjadi yang paling mahal karena menggunakan rambut unta (camelus) atau rambut llama (camelidae) atau wol dari domba (caprinae) dengan sulaman emas pada bagian kerah dan lengan.
Meskipun “bisht” memiliki dua lengan tetapi secara tradisional mereka yang mengenakannya umumnya hanya memasukkan tangannya pada salah satu sisi lengan jubah sedangkan sisi lainnya dibiarkan tergantung. []
Sumber: Antara.