MYANMAR– Hanya satu orang yang dapat memerintahkan tentara untuk berhenti membunuhi orang-orang Rohingya dan membakari desa-desa mereka: Jenderal Senior Min Aung Hlaing, Panglima Militer Myanmar.
Masalahnya, jenderal nomor satu Myanmar itu tak mengakui keberadaan Rohingya. Baginya, Rohingya adalah imigran ilegal. Dan demikianlah status Rohingya di Myanmar: orang-orang buangan tanpa kewarganegaraan, pun meski telah tinggal turun-temurun di negeri itu.
“Jenderal Min Aung Hlaing adalah orang yang memberi perintah untuk membunuh Rohingya. Aung San Suu Kyi mungkin ‘monster’, tapi tak ada apa-apanya dibanding dia,” kata Kyaw Win, Direktur Burma Human Rights Network, dalam percakapan dengan kumparan, Kamis (31/8/2017) kemarin dan seperti dikutip dari kumparan
Secara de facto, Suu Kyi memang pemimpin Myanmar. Meski Undang-Undang Myanmar tak memperbolehkan dia menjabat sebagai presiden karena suaminya berkewarganegaraan asing–Inggris, ia memegang sederet posisi strategis: Menteri Luar Negeri, Menteri Kantor Presiden, Menteri Tenaga Listrik dan Energi, serta Menteri Pendidikan.
Suu Kyi ialah Penasihat Negara Myanmar, yang sesungguhnya mengendalikan presiden negeri itu, Htin Kyaw–yang naik ke tampuk pimpinan atas restu dia dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy; NLD) yang memenangi pemilu.
Namun dengan berbagai jabatan “mentereng” itu, bukan berarti Suu Kyi bisa menggenggam seisi negeri, sebab parlemen dikuasai oleh militer, di bawah Komandan Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
“Hanya dia yang dapat menghentikan pembunuhan terhadap orang-orang Rohingya, dan sejak tentaranya memulai serangan baru akhir bulan ini, ia bahkan tidak menghadapi kritik atau tekanan langsung dari komunitas internasional,” kata Mark Farmaner, Direktur Burma Campaign Inggris, seperti dilansir situs resmi lembaganya.
Lelaki-perempuan, tua-muda, sepuh-bayi, semua jadi korban kebrutalan tentara Myanmar. Mereka ditembaki tanpa ampun, menjadikan operasi perburuan pemberontak menjelma genosida–pembunuhan besar-besaran secara terencana terhadap suatu bangsa atau ras.
Meski jumlah korban sulit diperkirakan akibat penutupan akses media dan pengawas internasional menuju Rakhine, namun berdasarkan data berbagai sumber terpercaya yang dikumpulkan dari lapangan, Burma Campaign UK meyakini korban tewas mencapai ratusan orang, bahkan mungkin seribu lebih.[]