APAKAH di antara wanita Muslimah ada yang masih keliru atau tidak tahu cara dalam melaksanakan thaharah haidh? Acapkali ini terjadi pada wanita yang haidh, sering meragukan praktik thaharah jika sudah melewati masa haidhnya.
Tidak sedikit wanita Muslimah yang tahu akan tentang thaharah. Namun pada kenyataanya mereka masih banyak yang keliru dalam praktiknya.
Secara umum thaharah dapat diartikan sebagai bersuci, bersih dari hadats. Para ulama telah memberikan berbagai definisi tentang thaharah di dalam berbagai kitab fikih yang tersebar di dunia islam.
Di dalam kitab Al-Manhaji, Musthafa Al-Khin dan kawan-kawan, menyebutkan bahwa thaharah menurut syara’ adalah: “Melakukan sesuatu agar diizinkan shalat atau hal-hal lain yang sehukum dengannya, seperti wudhu bagi orang yang tidak punya wudhu, mandi bagi orang yang wajib mandi, dan menghilangkan najis dari pakaian, tubuh dan tempat shalat.”
Berbicara tentang thaharah berarti tentang semua hal yang berkaitan tentang thaharah, bersuci, termasuk thaharah dalam haidh bagi seorang wanita.
Dalam literatur fikih terdapat penjelasan bahwa jika cairan yang keluar setelah mandi itu, biasanya keluar lagi yang warnanya tidak terlepas dari satu diantara tiga warna: Berwarna kehitam-hitaman, maka ia dianggap bagian dari haidh dan dihukumi sebagaimana hukum haidh. tetapi, manakala cairan yang keluar itu berwarna kecoklat-coklatan atau kekuning-kuningan, maka ia dianggap bukan bagian dari haidh dan tidak dihukumi sebagaimana hukum haid.
Berdasarkan hadits ummu Athiyah Radiyallahu Anha, “Kami tidak menganggap warna kecoklatan dan kekuning-kuningan sesuatu (bagian dari haidh),” (HR. Al-Bukhari). Artinya, ketika wanita Muslimah tersebut hendak melaksanakan shalat, cukuplah baginya membersihkan farjnya lalu berwudhu. Dan, masih banyak lagi kesalahan-kesalahan fikih yang terjadi pada wanita.[]
Sumber: Fikih Wanita Praktis/ Karya: Darwis Abu Ubaidah/ Pustaka Al-Kautsar