TENTU kita mengetahui bahwasanya agama Islam mulai tersebar setelah Nabi Muhammad ﷺ diutus menjadi Nabi. Dan dikatakan bahwa beliau menjadi Nabi bukan sejak lahir. Melainkan pada usia dewasa. Bahkan, beliau mengenalkan Islam pun setelah memperoleh wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Nah, mungkin dalam benak kita bertanya-tanya, sebelum adanya wahyu, Rasulullah ﷺ menganut agama apa?
Jika kita renungkan, sebenarnya pertanyaan semacam ini tidak ada hubungannya dengan amal kita dan praktik perbuatan kita. Dalam arti, iman kita tidak menjadi semakin bertambah setelah kita tahu, dan tidak pula sebaliknya, iman kita menjadi turun ketika kita tidak tahu.
Karena yang menjadi kepentingan kaum muslimin adalah bahwa Muhammad ﷺ diutus oleh Allah sebagai nabi dan rasul, dengan adanya wahyu yang disampaikan melalui Jibril. Bagian inilah yang wajib kita imani. Sementara bagaimana kondisi Nabi ﷺ sebelum itu, kita pasrahkan kepada Allah.
Meskipun para ulama membahas hal ini, untuk menutup celah terjadinya su’udzan masyarakat kepada Rasulullah ﷺ.
Mengenai amalan Nabi ﷺ sebelum diutus, ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
1. Nabi ﷺ mengikuti millah ibrahim (Hanifiyah)
Al-Alusi menegaskan pendapat yang benar mengenai kondisi Nabi ﷺ sebelum jadi diutus oleh Allah, beliau mengikuti ajaran Ibrahim ‘Alaihis Salam. Al-Alusi membawakan keterangan Ibnu Aqil, “Abul Wafa, Ali bin Aqil menegaskan bahwa sebelum diutus, Nabi ﷺ menganut syariat Ibrahim yang shahih dari beliau,” (Tafsir al-Alusi, 23/160).
2. Nabi ﷺ tidak beribadah dan tidak mengikuti ajaran apapun
Ini merupakan pendapat al-Qadhi Iyadh. Beliau mengatakan, “Sebelum mendapat wahyu, Nabi ﷺ tidak beribadah dengan mengikuti syariat umat sebelumnya, menurut pendapat yang kuat,” (Fathul Bari, 7/144).
Dan InsyaAllah, pendapat yang benar, ketika itu Nabi ﷺ sudah beribadah. Salah satu buktinya, beliau pernah melakukan tahannuts [التحنث] di gua-gua. Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pernah menceritakan peristiwa yang dialami Rasulullah ﷺ menjelang datangnya wahyu. Salah satunya, “Nabi ﷺ menyendiri di gua Hira melakukan tahannuts,” (HR. Bukhari no. 3).
Mengenai makna tahannuts, dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar, maknanya ada 2:
Pertama, tahannuts [التحنّث] artinya tahannuf [التحنّـف], yang artinya mengikuti ajaran hanifiyah. Itulah ajaran dan millah Ibrahim.
Kedua, tahannuts artinya menjauhi dosa. Dari kata al-Hints [الحنث] yang artinya dosa. Dan kata ‘tahannuts’ [التحنّث] memiliki arti ‘Yatajannabu al-Hints’ [يتجنب الحنث], yang artinya menjauhi dosa. (Fathul Bari, 1/23) []
Sumber: Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina Konsultasisyariah