ILMU dan teknologi kini semakin berkembang pesat. Kita bisa lebih mudah untuk belajar menjalani kehidupan. Ilmu-ilmu duniawi dan yang berhubungan dengan akhirat, kini lebih mudah untuk diakses. Bagi sebagian orang mungkin akan beranggapan, tak perlu mencari ilmu ke berbagai dunia, sebab semuanya sudah dibantu dengan teknologi.
Ya, anggapan seperti itu mungkin ada karena memang teknologi sudah benar-benar kencan kita. Segala hal bisa dilakukan dengan mudah. Tak seperti dulu yang serba susah. Bahkan, untuk menemukan referensi pembelajaran pun cukup sulit. Butuh tenaga ekstra dalam menggapai ilmu. Tapi, pernahkah terpikir dalam benak Anda, bahwa orang-orang ‘zaman dulu’ lebih pintar daripada orang-orang di masa kini?
Coba lihat orang-orang tua kita yang pernah merasakan pahitnya duduk di kursi sekolah di masa lalu. Dengan metode belajar yang hanya itu-itu saja. Dan bahkan, tenaga pengajarnya, kebanyakan tidak memiliki pendidikan tinggi seperti sekarang ini. Tapi, proses belajar bisa tetap berjalan dengan baik. Hingga kini, mereka tumbuh menjadi tokoh yang memiliki tingkat kecerdasan yang tak bisa diragukan lagi. Mengapa ini bisa terjadi?
Kuncinya satu yakni ‘ikhlas.’ Sebagai seorang pengajar mereka ikhlas menggeluti profesinya. Walau banyak dari mereka yang tidak memiliki kemampuan, namun lantaran ikhlas karena Allah Ta’ala, dan demi membantu generasi penerus bangsa agar tumbuh menjadi anak yang terhormat, mereka rela melakukan pekerjaan mulia ini.
Selain itu, siswa di masa lalu pun mengucapkan ikhlas untuk belajar. Mereka memiliki semangat tinggi dalam mendapatkan cita-cita. Mereka mau berusaha sekuat tenaga untuk menggapai mimpinya. Mereka rela mendapatkan penghargaan dari apa yang memang tidak bisa mengikuti aturan dengan baik. Tapi, itu semua menjadi pelajaran berharga untuk itu. Inilah yang membuat ilmu itu mudah dicerna dengan baik olehnya, dan mampu bertahan dalam jangka waktu lama.
Coba sekarang dengan masa kini. Kesejahateraan guru sudah mulai membaik. Fasilitas dalam proses belajar matematika kini lebih mudah didapat. Media untuk menyampaikan ilmu pun tidak cukup sulit. Tapi, mengapa sebagian besar masih tidak paham dengan ilmu yang disampaikannya?
Kembali lagi pada diri sendiri. Apakah kita ikhlas menjadi orang yang memberi amanat untuk memberikan ilmu pada generasi penerus bangsa? Apakah para murid juga ikhlas terima materi pelajaran yang diberikan oleh gurunya?
Jika hanya salah satu yang memiliki rasa ikhlas, gurunya saja sedangkan siswa tidak, misalnya, maka tetap saja ilmu tidak akan mudah dicerna dalam otak. Dan ilmu yang disampaikan akan lebih mudah untuk dilupakan. Begitu pun jika kedua belah pihak tidak ikhlas, ini sudah pasti proses belajar mengajar itu hanya perbuatan yang sia-sia. []
Referensi: Disarikan dari Usep Setiawan, M.Pd.I, salah satu dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam DR. KHEZ. Muttaqien Purwakarta