Oleh: K.H. Muhammad Cholil Nafis, Lc., MA., Ph.D
DOA qunut ada tiga macam.
Pertama, doa qunut Nazilah, yaitu doa yang dibacakan setelah ruku’ (i’tidal) pada rakaat terakhir shalat.
Hukumnya sunnah hai’ah (kalau lupa tertingal tidak sunnah sujud sahwi). Qunut Nazilah dilaksanakan karena ada peristiwa (mushibah) yang menimpa, seperti bencana alam, flu burung dan lainnya.
Qunut Nazilah ini mencontoh Rasulullah SAW yang memanjatkan doa Qunut Nazilah selama satu bulan atas mushibah terbunuhnya qurraa’ (para sahabat Nabi saw yang hafal al Qur’an) di sumur Ma’unah. Juga diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa “Rasulullah saw kalau hendak mendoakan untuk kebaikan seseorang atau doa atas kejahatan seseorang, maka beliau doa qunut setelah ruku’ (HR. Bukhori dan Ahmad).
Kedua, qunut shalat withir.
Menurut pengikut Imam Abu Hanifah (hanafiyah) qunut witir dilakukan di rakaat yang ketiga sebelum ruku’ pada setiap shalat sunnah. Menurut pengikut Imam Ahmad bin Hambal (hanabilah) qunut withir dilakukan setelah ruku’. Menurut Pengikut Imam Syafi’i (syafi’iyyah) qunut withir dilakukan pada akhir shalat witir setelah ruku’ pada separuh kedua bulan Ramadlan. Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik qunut witir tidak disunnahkan.
Ketiga, doa qunut pada raka’at kedua shalat Shubuh.
Menurut pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad doa qunut shalat Shubuh hukumnya tidak disunnahkan karena hadits Nabi SAW bahwa ia pernah melakukan doa qunut pada saat shalat Fajar selama sebulan telah di hapus (mansukh) dengan ijma’ sebagaiman diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:
رَوَى ابنُ مَسْعُوْدٍ: أَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَنَتَ فِيْ صَلاَةِ الفَجْرِ شَهْراً ثُمَّ تَرَكَهُ
“Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud: Bahwa Nabi SAW telah melakukan doa qunut selama satu bulan untuk mendoakan atas orang-orang Arab yang masih hidup, kemudian Nabi SAW meninggalkannya”. (HR. Muslim)
Menurut pengikut Imam Malik (Malikiyyah) doa qunut shalat Subuh hukumnya sunnah tetapi disyaratkan pelan saja (sirr). Begitu juga menurut Syafi’iyyah hukumnya sunnah ab’adl (kalau lupa tertinggal sunnah sujud sahwi) dilakukan pada raka’at yang kedua shalat Shubuh.
Sebab Rasulullah SAW ketika mengangkat kepala dari ruku’ (i’tidal) pada rakaat kedua shalat Shubuh membaca qunut. Dan demikian itu “Rasulullah saw lakukan sampai meninggal dunia (wafat)”. (HR. Ahmad dan Abd Raziq) Imam Nawawi menerangkan dalam kitab Majmu’nya:
مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ القُنُوْتُ فِيْهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نَازِلَةٌ أَمْ لَمْ تَنْزِلْ وَبِهَذَا قَالَ أَكْثَرُ السَّلَفِ
“Dalam Madzhab kita (madzhab Syafi’i) disunnahkan membaca qunut dalam shalat Shubuh, baik karena ada musibah maupun tidak. Inilah pendapat mayoritas ulama’ salaf”. (al-Majmu’, juz 1, h: 504).
Menurut hemat al haqiir, penulis berpendapat tentang bagaimana dua hadits tentang doa qunut pada shalat Subuh yang tampak tidak sejalan. Cara kompromi untuk mendapat kesimpulan hukum (thariqatu al-jam’i wa al-taufiiq) dapat diuraikan, bahwa hadits Abu Mas’ud (dalil pendapat Hanafiyyah dan Hanabilah) menegaskan bahwa Nabi SAW telah melakukan qunut selama sebulan lalu meninggalkannya tidak secara tegas bahwa hadits tersebut melarang qunut shalat Subuh setelah itu.
Hanya menurut interpretasi ulama yang menyimpulkan bahwa qunut shalat Subut dihapus (mansukh) dan tidak perlu diamalkan oleh umat Muhammad SAW Sedangkan hadits Anas bin Malik (dalil pendapat Malikiyyah dan Syafi’iyyah) menjelaskan bahwa Nabi SAW melakukan qunut shalat Subuh dan terus melakukannya sampai beliau wafat.
Kesimpulannya, ketika interpretasi sebagian ulama bertentangan dengan pendapat ulama lainnya dan makna teks tersurat (dzahirun nashs) hadits, maka yang ditetapkan (taqrir) adalah hukum yang sesuai dengan pendapat ulama yang berdasarkan teks tersurat hadits shahih.
Jadi, hukum doa qunut pada shalat Subuh adalah sunnah ab’adl, yakni jika lupa tertinggal membaca doa qunut sunnah sujud sahwi. Wallahu a’lam bi al-shawab. []
SUMBER: CHOLILNAFIS.COM