SERING kali ada yang bertanya: Mengapa Qur’an sering guna kata “Kami” untuk Allah? Bukankah kami itu banyak?
Kata “Kami” sebagai penghormatan
Bahasa Arab ialah bahasa paling sukar di dunia. Hal ini disebabkan karena dalam satu kata, bahasa Arab memiliki banyak makna.
Contoh: Sebuah gender, dalam suatu daerah boleh bermakna lelaki, tapi dalam daerah lain boleh bermakna perempuan.
Dalam bahasa Arab, dhamir ‘Nahnu’ ialah dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami. Tapi dalam ilmu ‘Nahnu’, maknanya tak cuma kami, tapi aku, saya dan lainnya.
Jika memang “Kami” dalam Qur’an diartikan sebagai lebih dari satu, lalu mengapa orang Arab tidak menyembah Allah lebih dari satu? Mengapa tetap satu Allah saja? Tentu karena mereka paham tata bahasa mereka sendiri.
Dalam ilmu bahasa Arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu tidak selalu bermakna zahir dan apa adanya. Sedangkan Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi.
Selain kata ‘Nahnu”, ada juga kata ‘antum’ yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna ‘antum’ adalah kalian (jamak).
Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan ‘antum’, maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan ‘anta’.
Kata ‘Nahnu’ tidak harus bermakna arti banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah.
Contoh: Dalam bahasa kita ada juga penggunaan kata “Kami” tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang berpidato sambutan berkata,”Kami merasa berterimakasih sekali…”
Padahal orang yang berpidato cuma sendiri dan tidak beramai-ramai, tapi dia bilang “Kami”. Lalu apakah kalimat itu bermakna jika orang yang berpidato sebenarnya ada banyak atau hanya satu?
Kata kami dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa dicerap oleh orang asing yang tidak mengerti rasa bahasa. Atau mungkin juga karena di barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.
Di dalam Al-Quran ada penggunaan yang kalau kita pahami secara harfiyah akan berbeda dengan kenyataannya. Misalnya penggunaan kata ‘ummat’.
Biasanya kita memahami bahwa makna ummat adalah kumpulan dari orang-orang. Minimal menunjukkan sesuatu yang banyak. Namun Al-Quran ketika menyebut Nabi Ibrahim yang saat itu hanya sendiri saja, tetap disebut dengan ummat.
QS.16 An-Nahl :120 Sesungguhnya Ibrahim adalah ummatan yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan.
Dalam tata bahasa Arab, ada kata ganti pertama singular (anâ), dan ada kata ganti pertama plural (nahnu). Sama dengan tata bahasa lainnya. Akan tetapi, dalam bahasa Arab, kata ganti pertama plural dapat, dan sering, difungsikan sebagai singular.
Dalam grammar Arab (nahwu-sharaf), hal demikian ini disebut “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i”, kata ganti pertama yang mengagungkan dirinya sendiri.
Permasalahan menjadi membingungkan setelah al-Quran yang berbahasa Arab, dengan kekhasan grammarnya, diterjemahkan ke dalam bahasa lain, termasuk Indonesia, yang tak mengenal “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i” tersebut.
Contoh penggunaan kata “Kami” dalam Qur’an: QS. 15 Hijr: 66. Dan telah Kami wahyukan kepadanya perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.
“Kami wahyukan…” di sini berarti ada peran makhluk lain yaitu Malaikat Jibril sebagai pembawa atas perintah Allah.
Contoh penggunaan kata AKU dalam Qur’an:
11. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: “Hai Musa.
12. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa.
13. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan.
14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah Shalat untuk mengingat Aku.
Pada ayat-ayat di atas, kata “Aku” digunakan karena Allah sendiri berfirman langsung kepada Nabi Musa tanpa perantara Malaikat Jibril.
Contoh penggunaan kata KAMI dan AKU yang bersamaan dalam Qur’an:
QS.21 Anbiyaa: 25. Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Kata KAMI digunakan saat Allah mewahyukan dengan perantara Malaikat Jibril, dan kata AKU digunakan sebagai perintah menyembah Allah saja. []
Sumber: amininoorm