“ALI bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi saw. memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi saw. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung.” (H.R.Bukhari)
Inilah mengapa Allah memakai emas dan perak sebagai patokan nishab zakat. Bukan uang kertas.
Uang Kertas 100 trilyun dolar Zimbabwe nilainya cuma US$ 5 (Rp 45.000)! Orang harus bawa setumpuk uang untuk belanja sehari-hari. Ini pemiskinan massal.
Tahun 90-an ongkos naik bis cuma Rp 100. Tahun 2000-an jadi Rp 2000. 10 tahun saja naik 20x lipat. Padahal gaji pada kurun itu belum tentu naiknya segitu. Jadi uang kertas itu pemiskinan massal. Padahal kalau digaji misalnya dgn 10 gram emas, niscaya dari 1400 tahun lalu hingga sekarang, meski jumlahnya tak berubah, nilainya juga tidak turun.
Allah dan RasulNya sudah memberi contoh pemakaian emas dan perak sebagai uang. Bukan uang kertas yang tiap tahun nilainya selalu turun dan sering terkena Krisis Keuangan.
Emas dan Perak karena punya nilai riel dibanding kertas, lebih stabil dan lebih tahan terhadap inflasi. Contohnya, 1 dinar (4,25 gram emas 22 karat) pada zaman Nabi bisa dipakai untuk membeli 1-2 ekor kambing. Ada satu hadits yang merupakan bukti sejarah stabilitas uang dinar di Hadits Riwayat Bukhari sebagai berikut:
Saat ini pun dengan kurs 1 dinar=Rp 2,2 juta, kita bisa mendapat 1 kambing besar atau 2 ekor kambing kecil. Stabil bukan?
Hiperinflasi adalah penyakit umum dari Uang Kertas Fiat (uang yang tidak dijamin emas, perak, dan barang2 berharga lainnya). Banyak krisis keuangan terjadi di dunia termasuk di AS, Yunani, Turki, Indonesia, Zimbabwe, dsb karena uang kertas yang mereka pakai sebetulnya tidak berharga.
1 Januari 2018 1 gram emas bisa dibeli dengan 3 Reich Mark. Pada 30 November 1923 (kurang dari 6 tahun) 1 gram emas nilainya sudah 3.000.000.000.000 Reich Mark. Uang Jerman turun hingga 1/1 trilyun hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun! Sementara nilai emas stabil.
Uang kertas Hongaria akhirnya jadi sampah tak berharga yang harus dibuang di jalan pada tahun 1946. Nilai terbesar pada uang kertas adalah 100 quintillion pengo pada tahun 1946 oleh Bank Nasional Hongaria. Nilainya 100.000.000.000.000.000.000). Tapi disingkat jadi 1.000.000.000 b-pengo.
Pasca Perang Dunia II, Hongaria mencatat inflasi bulanan tertinggi: 41.900.000.000.000.000% (4.19 × 1016% or 41.9 quadrillion percent) pada bulan Juli 1946. Harga naik 2 x lipat setiap 15,3 jam.
Sementara Zimbabwe per 14 November 2008 inflasi tahunannya mencapai 89,7 sextillion (1021) percent. Inflasinya per bulan 5473%. Harga naik 2x lipat setiap 5 hari.
Bayangkan. Harga barang bisa naik 2 x lipat setiap 15,3 jam. Padahal gaji kita belum tentu naik sebesar itu. Jadi uang kertas sesungguhnya memiskinkan rakyat.
Hanya segelintir orang yang punya akses untuk mencetak uang atau membungakan uang saja yang bisa menikmati keuntungan.
Cara pemerintah menutupi inflasi adalah dengan melakukan redenominasi/revaluasi. Misalnya Turki merevaluasi Lira pada 1 Januari 2005 sehingga 1.000.000 Lira Lama (Turkish Lira-TRL) diganti dengan 1 Lira Turki Baru (TRY).
Di Indonesia tahun 1959 pada Zaman Soekarno pernah terjadi Sanering yang bukan hanya memangkas bilangan angka pada uang, tapi juga nilainya sehingga daya beli rakyat hancur. Yang jelas uang kertas yang tidak ada harganya tersebut banyak menimbulkan penderitaan pada rakyat.
Itulah sebabnya mengapa Allah memakai emas dan perak sebagai Nishab Zakat.
“…Allah Tahu, sedang kamu tidak tahu!” [Al Baqarah 216]. []
Sumber: media-islam