SEORANG muslim yang bertekad untuk melakukan perjalanan haji atau umrah, disunahkan baginya berwasiat kepada keluarganya atau para sahabatnya agar bertakwa kepada Allah Taala, yaitu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya.
Selayaknya, dia juga menulis hutang piutangnya dan bersaksi untuk hal itu. Wajib pula baginya segera taubat nasuha dari segala dosa.
BACA JUGA: Kenapa Harus Berhaji? Inilah Dalilnya
Hakikat taubat adalah berhenti total dari dosa tersebut, menyesali dosa-dosa yang lalu, bertekad untuk tidak mengulangi dosanya. Apabila dia berbuat kezaliman kepada orang lain, baik secara fisik, harta atau kehormatannya, maka hendaknya dia kembalikan kepada mereka atau meminta maaf kepadanya sebelum safar, berdasarkan riwayat shahih dari Nabi SAW:
“Siapa yang memiliki kezaliman terhadap saudaranya, baik berupa harta dan kehormatan, hendaknya dia minta dihalalkan hari ini, sebelum datang hari dimana dinar dan dirham tidak berguna. Jika dia memiliki amal saleh (jika belum dihalalkan) maka pahalanya akan diambil seukuran kezalimannya, jika dia tidak memiliki pahala, maka dosa-dosa saudaranya ditimpakan kepadanya.”
Kemudian hendaknya dia memilih harta halal untuk melaksanakan haji dan umrahnya, berdasarkan riwayat shahih, nabi SAW bersabda:
“Jika seseorang berangkat ibadah haji dengan biaya yang halal, lalu dia melangkahkan kakinya untuk safar seraya membaca labbaika allahumma labbaik (Kami penuhi panggilan-Mu ya Allah kami penuhi panggilan-Mu), maka ada panggilan dari langit, ‘Labbaika wa sa’daik, bekalmu halal, kendaraanmu halal, hajimu mabrur tidak berdosa.’ Jika seseorang berangkat dengan biaya haram, maka ketika dia melangkahkan kakinya untuk safar, lalu mengucapkan, ‘Labbaika allahumma labbaik,’ maka ada seruan dari langit, ‘Laa labbaika wa laa sa’daika (Tidak ada panggilan dan tidak ada kebahagiaan untukmu), bekalmu haram, ongkosmu dari barang yang haram, hajimu tidak mabrur.” (HR.Ath Thabarani).
Wajib bagi jamaah haji untuk meluruskan niat melakukan ibadah haji dan umrah semata untuk meraih ridha Allah. Mereka juga harus bertaqarrub kepada Allah melakukan sesuatu yang diridhainya berupa ucapan dan perbuatan di tempat-tempat yang mulia tersebut.
BACA JUGA: Di Usia 58 Tahun, Pria Maroko Ini Pergi Haji dengan Bersepeda
Hendaknya dijauhi melaksanakan ibadah haji dengan tujuan duniawi dan segala pernak perniknya, atau ingin dilihat dan didengar (riya dan sum’ah) atau untuk berbangga-bangga dengan itu. Karena hal itu merupakan seburuk-buruk tujuan dan menjadi sebab gugurnya amal dan tidak diterima. []
SUMBER: ISLAMQA