TELAH Rasulullah SAW wartakan bahwa ada tiga sifat buruk manusia, yang setiap orang sulit untuk menghindarinya. Tiga sifat buruk yang sulit dihindari ini, tentunya semakin membuat setan leluasa membawa manusia pada dosa. Sebabnya, karena setan selalu berusaha memanfaatkan celah sekecil apa pun untuk menyesatkan dan menjerumuskan manusia kepada kemaksiatan.
“Tak akan selamat seorang pun dari tiga sifat: prasangka; iri dengki; takut celaka. Rasulullah SAW ditanya, ‘Wahai Nabi, bagaimana bisa untuk selamat dari itu semua’ Maka jawab Rasulullah SAW, ‘Jika kau iri dengki, jangan kau lanjuti. Jika kau berprasangka, jangan kau cari-cari bukti. Jika kau takut celaka saat pergi, jangan kau berhent’i,” (HR. Adrurrahman Ibnu Muawiyah).
Penyakit yang mudah menjangkit diri manusia biasanya tiga. Iri dengki, prasangka buruk dan waswas. Seorang yang sudah terkontaminasi penyakit iri dengki sukar melihat sesuatu dari saudaranya dengan baik. Apa saja yang terjadi iri dengki selalu terjadi. Saudaranya bergembira, iri dengkinya membuat dia sedih. Sebaliknya kalau saudaranya berduka, hatinya gembira. Bila ada perasaan seperti itu pada diri kita berarti kita sudah terjangkit penyakit iri dengki.
Seseorang akan sukar menghindar dari penyakit satu ini. Maka Rasulullah SAW memberikan nasihat jika penyakit menyakiti kita maka jangan dituruti. Misalnya tetangga sebelah membeli telivisi 21 inch. Lalu tak mau kalah kita beli telivisi yang lebih besar, 29 inch. Atau tetangga kita membeli televisi plasma 42 inch, mulut kita langsung berkomentar negatif atas tetangga tersebut. Kalau kita ingin menghentikan penyakit iri dengki, keinginan untuk menyaingi tetangga membeli televisi jangan dituruti. Juga jika tetangga membeli barang bagus, mulut kita yang gatal untuk berkomentar jangan dituruti. Diam saja dan alihkan perhatian pada yang lain.
Penyakit kedua yang sering menjangkit hati kita adalah prasangka buruk. Misalnya kita melihat istri tetangga kita di mal berjalan bersama pria lain yang bukan suaminya. Biasanya kita langsung berprasangka, “Wah, si anu punya PIL.” Lalu kita mencari informasi dari tetangga kita yang lain yang kemungkinan mengetahuinya. “Betul nggak sih, si anu berselingkuh dengan si anu. Aku lihat lho dia jalan bareng di mal.” Mulailah ia menggali informasi perselingkuhan itu. Bahkan kalau perlu membuntutinya tiap kali bertemu mereka.
Rasulullah SAW menyarankan jika muncul prasangka dalam diri kita, tidak perlu diteruskan dengan mencari-cari bukti. Biarlah prasangka buruk itu hilang begitu saja. Atau kalau perlu kita menghilangkannya menjadi prasangka baik. Bisa saja pikiran kita langsung mengatakan, “Ah, itu pasti teman kakak atau adiknya.” Prasangka yang buruk itu harus segera distop karena penasaran akan membuatnya mencari-cari kebenarannya. Di samping buang-buang waktu, penyakit tersebut akan tambah parah dan terus menggerogoti hati kita.
Ketiga berhubungan dengan kebiasaan orang jahiliah. Sekarang pun kadang-kadang masih terjadi. Yaitu membaca tanda-tanda untuk menentukan suatu perbuatan. Misalnya seseorang akan bepergian jauh. Ia tidak tahu perjalanannya kan baik atau buruk. Maka ia melempar burung ke luar. Kalau terbangnya burung arah utara dia akan tetap pergi. Sedang kalau ke selatan ia mengurungkan niatnya untuk pergi, takut terjadi sesuatu di perjalanan. Kebiasaan seperti ini tumbuh subur di masyarakat Arab pada waktu itu. Kekhawatiran seseorang akan takut celaka ketika hendak pergi membuat mereka melakukan perbuatan syirik.
Rasulullah SAW menasehati jika kekhawatiran itu datang ketika kita akan pergi, maka abaikanlah. Apalagi jika tujuan kepergian kita adalah untuk urusan bisnis atau ibadah. Tidak perlu kita melihat atau mencari tanda-tanda yang tidak ada hubungannya sama sekali. Semoga kita bisa menghindari tiga sifat buruk tersebut dengan menaati nasihat Rasulullah SAW. []
Sumber: Hikmah dari Langit/Ust. Yusuf Mansur & Budi Handrianto/Penerbit: Pena Pundi Aksara/2007