KEADAAN hati seseorang itu mudah sekali untuk berubah-ubah. Ada berbagai macam faktor yang menjadi pemicu perubahan tersebut. Terkadang seseorang ingin memberi maaf namun di lain waktu ingin pula memarahi. Hal ini perlu ada batasannya. Lalu, apa batasan memberi maaf dan memarahi?
Allah SWT befirman, “Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang jahil,” (QS. Al-A’raf: 199).
Ketika ayat ini turun, Nabi SAW ditanya oleh para sahabat tentang kesempurnaan memberi maaf. Lalu beliau bersabda, “Ya Allah, di mana letak kemarahan?” Artinya bagaimana memberi maaf dan tidak memarahi siapa pun?
Kemudian Jibril datang kepada Rasulullah dan berkata, “Memaafkan orang yang mezalimi kamu, menyambung silaturrahim dengan orang yang memutuskan hubungan dan memberi sesuatu kepada orang yang menolak memberimu, dan berlaku baik kepada orang yang berbuat jahat kepadamu.”
Allah SWT mengajarkan kepada kita soal-soal keimanan yang besar. Orang yang menentang ajaran Allah akan menderita dalam agamanya, merugikan dirinya dan kehidupan akhiratnya.
Allah menyuruh kita menolong orang-orang yang menderita fisik dan lemah tubuh. Kita harus membantu orang tua yang akan menyeberang jalan, begitu pula dengan orang buta yang sedang berjalan, dia harus diselamatkan dari lubang yang akan menjerumuskannya.
Bukankah penderita dalam masalah akhlaknya, jiwanya, dan akhiratnya lebih patut kita maafkan?
Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” (QS. Ali Imran: 134).
Bila orang berbuat jahat kepada Anda, pasti Anda akan terpengaruh. Pengaruh dari luar ini pasti menimbulkan reaksi. Ada orang yang mampu menahan diri, menyimpan, dan meredamnya tetapi ada yang tidak sengaja meledak menjadi suatu tindakan balasan.
Menahan amarah berarti menyimpan dan meredamnya di dalam hati tanpa melahirkan suatu reaksi. Sama seperti mengisi balon dengan udara dan menyimpannya.
Ada orang yang mampu menahan diri dan menghilangkan amarah dari hatinya dengan memaafkan orang yang berbuat jahat kepadanya dan membalasnya dengan perbuatan baik. Inilah contoh orang yang disukai Allah SWT. []
Sumber: Anda Bertanya Islam Menjawab/Karya: Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi/Penerbit: Gema Insani