AMERIKA SERIKAT–Seorang Ahli Virus dari Yale School of Public Health, Nathan Grubaugh mengatakan, mutasi adalah sifat alamiah virus. Dia pun menilai, meskipun virus corona SARS-Cov-2 bermutasi, hal itu tidak berbahaya.Â
Seperti diketahui, virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan wabah COVID-19, merupakan hasil mutasi virus corona. Virus corona sebelumnya juga pernah menjadi penyebab SARS dan MERS. Virus corona baru yang kini mewabah pun diperkirakan mampu bermutasi kembali. Inilah yang kerap dikhawatirkan banyak kalangan.
Bagaimana pandangan ilmiah terkait mutasi virus ini?
Nathan Grubaugh mengungkapkan, mutasi virus menjadi lebih mematikan tidak terjadi dalam waktu singkat.
“Kemungkinan virus bermutasi sedemikian rupa dan menjadi virus yang menular bahkan mematikan butuh rentang waktu mingguan, bulan hinga beberapa tahun,” tulis Grubaugh.
BACA JUGA:Â Virus Corona, Apa dan Bagaimana Caranya Menginfeksi Manusia?
Mutasi pada virus terjadi karena virus memang memperbanyak diri. Saat berkembang biak mereka akan membuat replika diri mereka diri sendiri. Saat replika ini dibuat seringkali virus melakukan kesalahan. Kesalahan replika inilah yang disebut sebagai mutasi, yaitu perubahan material genetik antara virus baru dan orang tuanya.
Mutasi virus juga tidak selalu berarti ia menjadi lebih mematikan. Sebab, peluang virus bermutasi menjadi lebih agresif, menular, mematikan, dari induknya tidak tinggi. Kendati begitu, jika berkaca dari kasus wabah virus SARS dan Ebola, para peneliti belum mendapatkan bukti apakah mutasi virus membuat penyakit yang dibawa jadi lebih mematikan.
“Meskipun mungkin ada beberapa mutasi dari waktu ke waktu yang muncul dan memiliki dampak epidemiologis, tetapi kita jarang menemukannya,” kata Grubaugh.
Lewat jurnal ilmiah “We shouldn’t worry when a virus mutates during disease outbreaks” (Kita tidak perlu khawatir ketika virus bermutasi selama wabah penyakit), Grubaugh dan peneliti lainnya menjelaskan bagaimana virus corona SARS-Cov-2 melakukan mutasi.
“Kecepatan mutasi virus atau perkembangannya bukan hal yang mengejutkan. Semua virus terus berevolusi dengan cara mutasi. Sehingga, seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena proses ini bersifat umum,” kata Grubaugh.
Menurut Grubaugh, ada kesalahan persepsi tentang mutasi sehingga kerap dianggap mengerikan.
“Ketika mendengar kata mutasi dalam cerita (kita mengasosiasikan) kalau sesuatu yang genting tengah terjadi, untuk sesuatu yang lebih baik atau buruk,” jelasnya, “Tapi itu bukan cara mutasi bekerja. Kita semua produk mutasi. Secara genetik, kita berbeda dari para leluhur.”
Lebih rinci, Grubaugh menjelaskan soal mutasi virus SARS-CoV-2 yang sangat cepat. Menurutnya, virus corona baru tersebut bermutasi sangat cepat karena ia adalah virus berbasis RNA untuk bahan genetiknya.
Virologis dan direktur Institut Peradangan, Imunologi, dan Penyakit Menular di West Lafayette, Indiana, AS, Richard Kuhn menjelaskan, berbeda dengan virus berbasis DNA, virus RNA tak punya kemampuan untuk memperbaiki kesalahan ketika mereka tengah mereplikasi kode genetik induknya. Akibat kesalahan-kesalahan yang sering ini, virus RNA punya variasi genetik lebih banyak dari organisme lain.
Kecepatan mutasi yang sangat tinggi ini ternyata juga bisa berbahaya bagi virus itu sendiri. Sebab, bisa jadi virus itu jadi lebih sulit bertahan hidup atau mereplikasi diri. Kemungkinan kedua, ia tetap bertahan dan makin bervariasi.
Terkait mutasi virus yang dikendalikan oleh banyak gen ini, menurut Grubaugh saat ini ada dua hal yang harus diperhatikan: seberapa menular virus itu dan seberapa mematikan bagi inangnya.
Jadi, tetap ada kemungkinan virus corona bermutasi sehinga jadi lebih mematikan bagi manusia. Sebab, awal mula virus corona SARS-COV-2 yang saat ini mewabah di dunia, hanya menular antar hewan. Virus ini tak menular ke manusia. Namun, mutasilah yang akhirnya membuat virus ini bisa ditularkan dari hewan ke manusia.
“Kejadian ini terjadi setelah bertahun-tahun,” tutur Grubaugh..
Dia pun mengimbau para ahli agar terus melacak mutasi virus ini. Sebab, bisa jadi mutasi virus membuat alat pengetesan yang saat ini digunakan jadi tidak berguna. Sebab, alat-alat tersebut tak lagi bisa mendeteksi dengan akurat.
Kedua, mutasi ini bisa membuat virus mengembangkan ketahanan (resistensi) atas obat antivirus yang tengah dikembangkan. Kekebalan serupa terjadi pada bakteri yang tidak mempan lagi diberantas dengan antibiotik tertentu. Sehingga, kemungkinan para ahli perlu mengembangkan lebih dari satu obat untuk mengatasi Covid-19.
BACA JUGA:Â Menular Melalui Tetesan Bersin atau Batuk, Penelitian Ungkap Virus Corona Bisa Menggantung di Udara
Seseorang mungkin perlu diberikan beberapa macam obat untuk menghilangkan virus ini dari tubuhnya. Sehingga, obat-obat berbeda ini akan menargetkan untuk melumpuhkan virus dari berbagai sisi.
“Makin sulit virus bermutasi dan menjadi resisten jika mereka ditargetkan dari banyak titik,” kata Grubaugh.
Meski demikian, Grubaugh memprediksi virus corona baru ini tidak akan bermutasi terlalu dramatis ketika para penliti sudah menemukan vaksin. Sebab, sulit bagi virus untuk mengembangkan resistensi (ketahanan) terhadap vaksin, kecuali pada kasus khusus seperti influenza.
Beberapa virus seperti penyebab campak dan demam kuning bahkan bermutasi sangat lambat. Sehingga vaksin yang ditemukan puluhan tahun lalu masih efektif digunakan untuk mengatasi penyakit ini.
Lebih lanjut, menurutnya variasi virus corona saat ini sepertinya tak akan banyak perubahan. Ia pun memperkirakan virus ini tidak akan bermutasi jadi lebih mematikan. []
SUMBER: CNN