Hampir 70 tahun silam, tepatnya 14 Mei 1948, penduduk asli Yerusalem diusir dari tanah airnya. Inilah yang diperingati oleh Rakyat Palestina sebagai Peristiwa Nakbah. Pada hari yang sama Israel secara sepihak mengumumkan berdirinya Negara Israel setelah setahun sebelumnya PBB menyetujui pembagian dua negara di kawasan itu; Palestina dan Israel. Selanjutnya setelah itu Israel dengan dukungan dari Inggris dan PBB memulai proyeknya membangun Israel Raya.
Secara politis mereka memperoleh momentum, di mana negara-negara Arab sedang menghadapi situasi regional yang cukup pelik. Kepentingan ekonomi-politik yang dibingkai dalam semangat nasionalisme sektoral masing-masing negara Arab memaksa mereka untuk tidak dapat melawan secara penuh penetrasi sistematis Israel dengan jaringan Zionisme Internasionalnya.
Puncaknya Israel dengan bantuan kekuatan Barat mengalahkan tiga negara utama Timur Tengah; Mesir, Yordania, dan Suriah melalui serangan kilat. Serangan ini dikenang sebagai Perang 6 Hari pada awal Juni 1967.
Situasi di Timur Tengah menjadi semakin rumit dan penuh dengan pergolakan sampai saat ini. Dari ratusan bahkan mungkin ribuan upaya penyelesaian krisis kemanusiaan ini, belum menampakan kemajuan yang jelas. Umat manusia saat ini menyaksikan secara jelas; rakyat Palestina setiap hari semakin tertindas dan menderita. Kita juga menyaksikan mereka melawan dengan gigih penjajahan Israel, setiap hari sejak peristiwa Nakbah, Mei 1948. Setiap hari, sampai sekarang.
Krisis berkepanjangan yang terjadi di Palestina saat ini disulut oleh puncak sebuah intrik politik pada sekitar 100 tahun yang lalu, pada 1917. Yaitu terbitnya Deklarasi Balfour pada 2 November 1917. Deklarasi ini adalah dukungan dan simpati yang sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum dari Pemerintah dan Kabinet Inggris kepada harapan dan keinginan Yahudi Zionis.
Inggris juga menyatakan komitmennya untuk membantu menyediakan dan mendirikan sebuah wilayah nasional untuk Yahudi di tanah yang mereka impikan; Palestina.
Sebenarnya, baik Zionis dan Inggris sama-sama menyadari bahwa tanah yang dijanjikan itu masih di bawah kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani. Tetapi, Zionis Yahudi tetap menjadikan Deklarasi Balfour sebagai semacam lisensi bagi mereka untuk menapaki cita-cita membangun Israel Raya. Sampai hari ini, setiap tahun Deklarasi Balfour diperingati secara resmi oleh Israel sebagai fondasi keberadaan Israel.
Theresa May, PM Inggris beberapa hari lalu membuat pernyataan kontroversial. Menurutnya, Inggris bangga dengan peran yang mereka mainkan untuk berdirinya Negara Israel dan Inggris akan memperingatinya juga dengan kebanggaan. Pernyataan ini memicu reaksi negatif bahkan dari banyak aktivis Inggris sendiri.
Corbyn berpendapat; memperingati Deklarasi Balfour haruslah memperkuat pemahama kita bahwa saat ini rakyat Palestina masih dianggap sebagai masyarakat kelas dua. Sedangkan aktivis Inggris yang tergabung dalam NGO Amostrust melakukan aksi berjalan kaki dari London menuju Yerusalem sebagai bentuk penyesalan mereka, warga Inggris atas terbitnya Deklarasi Balfour. Mereka juga menuntut pemerintahnya untuk meminta maaf dan memberikan kompensasi kepada Rakyat Palestina.
Apa yang dilakukan oleh banyak aktivis di seluruh dunia yang menggugat Deklarasi Balfour adalah aksi kemanusiaan sebagai bentuk penentangan terhadap penjajahan dan politik apartheid Israel. Mereka menyadari bahwa Deklarasi Balfour adalah sumber dari semua kekacauan di Al-Quds (Holy Land).
Oleh karenanya semua pihak yang berkepentingan dan seluruh umat manusia perlu diingatkan sebagai upaya menciptakan kedamaian di Al-Quds; bahwa Israel yang ilegal berdiri di atas fondasi Deklarasi Balfour yang juga ilegal.
Oleh karena itulah kegiatan diskusi “Seratus Tahun Deklarasi Balfour” ini diselenggarakan. Ini adalah salah satu usaha rakyat Indonesia sebagai bentuk dukungan kepada rakyat Palestina dalam meraih kemerdekaannya. Sebagaimana dengan lantang Presiden Soekarno nyatakan dalam salah satu pidatonya pada 1962; “Selama Kemerdekaan Palestina belum diraih, selama itu pula Rakyat Indonesia akan berdiri menantang Israel”.
Oleh karena itu kami, lndonesian Consortium for Liberation of Al-Aqsa berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 1 dan Surat Ali Imran ayat 103, menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengingatkan dunia internasional bahwa Deklarasi Balfour adalah ilegal dan oleh karenanya, Israel yang didirikan atas dasar deklarasi itu, juga ilegal dan harus segera diakhiri.
- Menuntut kepada pemerintah Inggris untuk bertanggungjawab, meminta maaf dan memberikan kompensasi kepada rakyat Palestina.
- Mengecam PM Inggris, Theresa May bahwa statement-nya terhadap Deklarasi Balfour adalah memalukan dan bentuk penodaan atas perjuangan HAM sekaligus dukungannya pada politik apartheid Israel yang menyebabkan krisis kemanusiaan berkepanjangan di Palestina dan Timur Tengah.
- Mendukung dan mengapresiasi aktivis Walk to Jerusalem yang menentang Deklarasi Balfour. Sekaligus menyatakan siap bergabung dalam barisan internasional untuk menggugat keabsahan Deklarasi Balfour 1917.
- Menyerukan kepada seluruh faksi dan elemen perjuangan di Palestina untuk memperkuat persatuan dan mewujudkan rekonsiliasi nasional yang telah dicapai berdasarkan akidah Islam; ukhuwah Islamiyah, bukan rekonsiliasi politik dan ekonomi semata.
- Meminta pemerintah Indonesia dan seluruh negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, untuk lebih nyata dalam mendukung dan mengupayakan kemerdekaan rakyat Palestina.
- Menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai satu-satunya pedoman sebagaimana QS. Ali Imran 103 dalam menyatukan langkah, bersatupadu dan menghentikan perpecahan dalam menentang Israel dan Zionisme Internasional.
- Menyerukan kepada rakyat Palestina untuk tetap tabah, sabar, dan terus melakuan segala upaya melawan pendudukan Israel sekaligus mendoakan semoga Allah Ta’ala mengaruniai kekuatan dan segera menolong membebaskan Palestina dan Masjid Al-Aqsha.
Allahu Akbar, Al-Aqsha Haqquna! []
Kantor Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia di Jakarta, tanggal 02 November 2017