Seorang mukmin sejati tidak akan pernah merasa aman dari azab Allah. Sebab, setiap detik dari kehidupannya selalu terpantau oleh Zat Yang Maha Melihat. Ia takut berbuat maksiat pada pagi maupun petang. Saat sendiri, apalagi dalam keramaian. Tidak ada satupun yang tersembunyi dalam pantauan Allah. Hal ini sangat diyakininya.
Saat beramal, ia khawatir amalannya tertolak sia-sia. Dia menjaga keikhlasan hatinya. Ia buang sifat pamer, pura-pura, dan pencitraan semu. Untuk apa berlagak baik dan saleh di hadapan khalayak, padahal aslinya bertolak belakang.
Rasulullah bersabda sebagaimana diriwayatkan dari Tuhannya bahwa Dia berfirman,” Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, Aku tidak mengumpulkan dua rasa takut dan dua rasa aman pada hamba-Ku. Jika dia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku beri dia rasa aman di akhirat. Dan jika dia merasa aman dari-Ku di dunia, maka aku beri dia rasa takut di akhirat,” (HR Ibnu Hibban).
Hasan Al-Bashri mengatakan, orang beriman mengamalkan ketaatan kepada Allah dalam kondisi gentar dan sangat takut. Adapun pelaku maksiat selalu berbuat ingkar dengan tenang dan merasa aman. Pelaku maksiat berjalan di muka bumi tanpa takut sekejap pun. Pelaku kejahatan di sana-sini berbuat jahat tanpa berpikir bahwa keburukan akan dibalas keburukan.
Pemimpin zalim tertipu dengan kenyamanannya dan ketaatan pengikutnya, padahal cepat atau lambat dia akan menerima azab atas kezalimannya. Padahal, lihatlah bagaimana takutnya para pendahulu kita yang mulia. Diriwayatkan bahwa tatkala Adam Alaihissalam diturunkan ke bumi, beliau tidak pernah lagi mendongakkan kepalanya ke langit karena malu kepada Allah.
Nabi Ibrahim Alaihissalam jika mengingat kesalahannya, beliau pun pingsan dan debaran hatinya terdengar sejauh satu mil. Lalu, ditanya kepada beliau, Bagaimana bisa Anda seperti itu, sedangkan Anda adalah kholilurrahman? Beliau pun menjawab, Jika aku mengingat kesalahan yang aku perbuat, aku pun lupa kedekatanku pada Allah.
Jika seorang Nabi saja demikian takutnya hingga mereka tidak kuasa melupakan kesalahannya dan terus menerus mengingatnya, lalu sepantasnya kita sebagai manusia biasa berlaku serupa seperti mereka. Jika seorang Nabi yang sebenarnya pantas melupakan kesalahannya karena dijamin ampun baginya, sedangkan kita tidak ada jaminan terampuninya dosa maksiat kita. Kita malah santai melupakan dosa maksiat yang kemarin sudah di lakukan, kembali diulangi di hari-hari berikutnya.
Sahabat Umar Ibnu Khattab adalah orang yang sangat takut kepada Allah sampai tampak di wajahnya dua garis hitam seperti tali sepatu sebab seringnya menangis.
Beliau pernah dalam tilawahnya melewati sebuah ayat Alquran hingga membuatnya menangis tersedu-sedu. Ayat itu diulanginya berkali-kali sampai pingsan. Beberapa sahabat menjenguknya seakan-akan beliau sedang ditimpa sakit yang berat. []
Sumber: Republika