MUSH’AB bin Umair memiliki gelar Mush’ab al-Khair (Mush’ab Yang Baik). Salah satu yang membawanya kepada kebaikan adalah senyumannya yang teduh dan menawan. Di awal-awal penyebaran Islam, senyuman Mush’ab banyak berjasa dalam meluluhkan hati orang-orang musyrik yang memusuhi. la menarik banyak orang, termasuk para pemimpin bangsa Arab, bukan dengan kerasnya sikap dan kasarnya ucapan. Ia menaklukkan hati mereka dengan senyuman yang hangat dan santun setiap kali membawakan agama ini kepada mereka.
BACA JUGA: Untaian Kata teruntuk Mush’ab bin Umair
Suatu saat, Mush’ab bin Umair mendatangi satu kabilah untuk mengajak mereka memeluk Islam. Pemimpin mereka, Usaid bin Hudair dan Sa’ad bin Mu’adz, adalah musyrikin yang sangat berpengaruh. Ketika mengetahui Mush’ab al-Khair datang bersama As’ad bin Jurarah, Sa’ad bin Mu’adz segera menyuruh Usaid bin Hudair untuk menemui kedua sahabat ini agar tidak memengaruhi keyakinan orang-orang yang ada dalam kepemimpinannya.
Dengan tombak yang siap dihunjamkan kapan saja, Usaid bin Hudair menemui Mush’ab. Bukan untuk mengajaknya berbicara secara santun dari hati ke hati, tetapi dengan memaki dan hampir-hampir menyakiti kalau saja tidak ada As’ad bin Jurarah. Sebab, sekalipun mereka sangat membenci keislaman As’ad, tetapi mereka menaruh hormat kepada keluarga As’ad bin Jurarah.
Usaid bin Hudair menanti Mush’ab dengan mata memerah menahan amarah. Begitu Mush ‘ab tiba, ia langsung memaki-maki dengan perkataan yang pedas dan menyakitkan. Akan tetapi, Mush’ab menanggapinya dengan senyuman hangat. Tanpa menahan kemarahannya, Usaid berkata, ”Mau apa kalian datang kepada kami lalu menipu orang-orang bodoh di antara kami. Pergilah kalau kalian masih memerlukan napas kalian!!!”
BACA JUGA: Mushab bin Umair Sang Duta Islam
Mush’ab bin Umair berkata, tetap dengan tersenyum ramah, “Bagaimana kalau engkau duduk sebentar. Kita berbincang-bincang sejenak. Kalau engkau senang, terimalah. Kalau engkau tidak senang, engkau dijauhkan dari apa yang tidak engkau senangi.”
Berhadapan dengan kata-kata Mush’ ab yang santun dan senyumannya yang tulus, hati Usaid bin Hudair akhirnya luluh dan mau mendengarkan dakwah yang dibawa oleh Mush’ab, bahkan Usaid kagum hinga ia masuk Islam. Lagi-lagi senyuman penuh kasihnya itu menentramkan banyak orang. Sehingga melalui dirinya setengah penduduk Madinah masuk Islam. []
Sumber: Majalah al-Insan (Wanita dan Keluarga), No.3, Vol. 2, 2006