PUASA Ramadhan merupakan salah satu pondasi penyusun keislaman seseorang. Ketika seorang Muslim meninggalkan salah satu pondasi tersebut, maka tercabutlah status keislamannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَان
“Islam itu dibangun di atas Lima pondasi pokok: Syahadat laa Ilaaha Illallah wa Anna muhammadan rasulallah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, Haji, dan puasa Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
BACA JUGA: 6 Menu Makanan untuk Diet saat Puasa
Sehingga, orang yang membatalkan puasa tanpa alasan syar’i dan disengaja termasuk dalam kategori orang yang meninggalkan salah satu di antara lima pondasi pokok keislaman. Oleh para ulama, perbuatan meninggalkan puasa tanpa alasan syar’i ini dimasukkan dalam daftar dosa-dosa besar (al-Kaba-ir).
Imam adz-Dzahabi mengatakan,
مَنْ تَرَكَ صُوْمَ رَمَضَانَ بِلَا مَرَضٍ وَلَا غَرْضٍ (أَيْ بِلاَ عُذْرٍ يُبِيْحُ ذَلِكَ) أَنَّهُ شَرٌّ مِنْ الزَّانِي وَمُدْمِنِ الْخَمْرِ
“Orang yang meninggalkan puasa Ramadhan bukan karena alasan sakit, atau udzur tertentu yang dilegalkan syariat adalah lebih buruk dari seorang pezina dan penenggak khamr.” (Al-Kaba-ir, Imam Adz-Dzahabi, 64)
Demikian pula, masyarakat Muslim juga harus disadarkan akan siksaan orang-orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa alasan syar’i di akhirat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan melalui sabdanya bahwa betapa mengerikannya kondisi orang yang sengaja membatalkan puasa Ramadhan tanpa udzur syar’i ini.
Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(بَيْناَ أَناَ ناَئِمٌ أَتاَنِي رَجُلاَنِ فَأَخَذاَ بِضُبَعِي فَأَتَياَ بِي جَبَلاً وَعْراً؛ فَقاَلاَ: اِصْعَدْ، فَقُلْتُ: إِنِّي لَا أُطِيْقُهُ، فَقَالَا: إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ؛ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيْدَةٍ؛ قُلْتُ: ماَ هَذِهِ الْأَصْوَاتُ؟ قَالُوْا: هَذَا عَوَاءُ أَهْلِ النَّارِ؛
ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِيْنَ بِعَرَاقِيْبِهِمْ مُشَقَّقَةٍ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيْلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًّا؛ قاَلَ: قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَا: الَّذِيْنَ يُفْطِرُوْنَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ) اْلحَدِيْثُ رَوَاهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيْحِهِ
“Ketika aku terlelap, dua orang lelaki mendatangiku lalu menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Kedua lelaki itu berkata, ‘Naiklah.’ Aku katakan, ‘Sesungguhnya aku tidak mampu.’ Kemudian keduanya berkata lagi, ‘Kami akan memudahkanmu.’ Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu aku bertanya, ‘Suara apa itu?’ Mereka menjawab, ‘Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.’
BACA JUGA: Klasifikasi Niat Puasa Menurut Pendapat Ulama
Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, hingga robekan itu mengalirkan darah. Kemudian aku bertanya, ‘Siapakah mereka itu?’ dua lelaki itu menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, no. 1986, Imam An-Nasa’i dalam kitab Sunan al-Kubra, no. 3273, Ibnu Hibban dalam kitab Zawa-id, no. 1800 dan dalam kitab Shahihnya, no 7491. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, no. 1568). []
SUMBER: DAKWAH.ID