JAKARTA—TNI Angkatan Laut menemukan adanya pendangkalan dasar laut dan perubahan bentuk morfologi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda usai terjadinya erupsi dan longsoran yang memicu tsunami di Banten dan Lampung, Sabtu (22/12/2018).
Temuan itu diketahui setelah Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) melakukan survei hidro-oseanografi dan investigasi di area longsoran Gunung Anak Krakatau dengan KRI Rigel-933.
BACA JUGA: BNPB: Erupsi Anak Krakatau Tak akan Sebabkan Bencana Sebesar Kejadian di Tahun 1883
Kepala Pushidrosal, Laksda Harjo Susmoro menjelaskan bahwa berdasarkan data hasil survei hidro-oseanografi Pushidrosal 2016 dan data Multi Beam Echosounder (MBES) hasil survei Tim Pushidrosal, pada 29 hingga 30 Desember 2018, diketahui telah terjadi perubahan kontur kedalaman di perairan selatan Gunung Anak Krakatau. Tingkat perubahan kedangkalannya sekitar 20-40 meter.
Menurut Harjo, hal itu disebabkan adanya tumpahan magma dan material longsoran Gunung Anak Krakatau yang langsung jatuh ke laut.
“Selain itu dengan pengamatan visual radar dan analisis dari citra ditemukan perubahan morfologi bentuk Anak Gunung Krakatau pada sisi sebelah barat seluas 401.000 m2 atau lebih kurang sepertiga bagian lereng sudah hilang dan menjadi cekungan kawah menyerupai teluk,” kata Harjo.
Pada cekungan kawah itu, kata Harjo, masih dijumpai semburan magma Gunung Anak Krakatau yang berasal dari bawah air.
Sebagai Kotama Pembinaan TNI AL dan anggota International Hidrographyc Organization (IHO), Pushidrosal mempunyai tugas melaksanakan survei investigasi saat terjadi bencana alam maupun kecelakaan di laut untuk menjamin keselamatan navigasi dan keamanan pelayaran bagi kapal-kapal yang sedang berlayar. Hal itu sesuai Keppres Nomor 62 Tahun 2016.
BACA JUGA: Rekam Jejak Kedahsyatan 3 Krakatau di 3 Zaman
Kapushidrosal berharap dari data hasil survei tersebut akan dapat dibuat penelitian ilmiah dan untuk pembuatan peta khusus tematik mitigasi bencana di Banten.
“Selain itu data batimetri, oseanografi, data layer dasar laut yang diperoleh dari peralatan sub bottom profiling (SBP) diharapkan dapat diteliti dan dianalisis lebih detail lagi oleh peneliti, pakar dan akedemisi sehingga mampu memberikan informasi kepada pemerintah serta masyarakat fenomena yang terjadi pasca erupsi dan tsunami di perairan Selat Sunda,” ujarnya. []
SUMBER: OKEZONE