DALAM shalat fardhu dan sunnah Rasulullah SAW melakkukannya sambil berdiri sesuai dengan perintah Allah SWT dalam QS al-Baqarah ayat 238 (artinya) ”Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.”
Dalam sebuah riwayat Tirmidzi dan Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan shalat menjelang datang ajalnya sambil duduk. Dalam kesempatan lain Beliau melakukan shalat sambil duduk, yaitu ketika dalam keadaan sakit. Sedangkan orang-orang di belakangnya mengikutinya sambil berdiri.
BACA JUGA: Bolehkah Keraskan Bacaan Alquran di Dekat Orang yang Shalat?
Lalu Rasulullah SAW memberikan isyarat agar mereka duduk, maka merekapun duduk. Setelah selesei shalat Beliau bersabda ”Kalian tadi hampir saja melakukan apa yang telah dilakukan oleh bangsa Romawi dan Persia, dimana mereka berdiri di depan rajanya sedangkan rajanya duduk. Maka janganlah kalian melakukannya. Sesungguhnya keberadaan imam adalah agar diikuti. Bila ia ruku, maka rukulah; bila berdiri maka berdirilah; dan jika shalat sambil duduk maka duduklah bersama-sama,” (HR Muslim).
Shalat orang sakit sambil duduk, seperti sabda Beliau ”Shalatlah sambil berdiri. Bila tidak bisa, sambil duduk. Bila tidak bisa sambil terlentang.” (HR. Bukhari, Abu Daud & Ahmad). Juga Beliau bersabda ”Barangsiapa melakukannya dengan berdiri, maka itu lebih utama. Adapun bagi yang melakukannya sambil duduk maka baginya separuh pahala yang berdiri. Barangsiapa yang shalat sambil tidur (terlentang) baginya separuh pahala orang yang shalat sambil duduk. Yang dimaksud di sini adalah orang yang sakit.” (HR. Bukhari, Abu Daud & Ahmad).
Suatu ketika Rasulullah SAW mengunjungi orang yang sakit lalu melihat orang itu melakukan shalat diatas bantal. Rasulullah SAW mengambil bantal itu dan melemparkannya. Orang itu lalu mengambil ’ud (papan kayu) untuk shalat diatasnya. Tatapi Nabi SAW mengambil dan membuangnya lalu bersabda ”Shalatlah diatas tanah bila engkau bisa. Bila tidak cukuplah dengan isyarat, dan hendaknya isyarat sujudnya lebih rendah dari rukumu.” (HR. Thabrani, Bazzar dan Baihaqi).
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Ahmad, Rasulullah SAW berdiri di dekat pembatas. Jarak antara beliau dan pembatas sekitar 3 hasta. Menurut Bukhari dan Muslim, jarak antara tempat sujudnya dan tembok cukup untuk dilalui seekor kambing. Rasulullah SAW bersabda ”Janganlah engkau shalat kecuali dengan pembatas, dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat di depanmu dikala shalat. Jika dia memaksakan kehendaknya lewat di depanmu, bunuhlah dia karena sesungguhnya ia bersama dengan setan.” (HR. Ibnu Khuzimah); dan juga ”Jika seseorang dari kalian melakukkan shalat pada pembatas hendaknya mendekatkan pada batas itu sehingga setan tidak dapat memutus shalatnya.” (HR Abu Daud, Bazzar dan Hakim).
Apabila Beliau shalat di tempat terbuka, tidak ada sesuatu sebagai pembatas (di depan tempat shalat), maka beliau menancapkan tombak di depannya. Lalu beliau melakukan shalat menghadap pembatas itu, sedangkan orang-orang bermakmum dibelakangnya. Hal ini sebagaimana dikatakan Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah. Beliau bersabda, ”Apabila seseorang diantara kalian meletakkan tiang sepanjang pelana di depannya, maka shalatlah menghadapnya dan hendaknya tidak menghiraukan orang yang lewat dibelakang tiang itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Ibnu Khuzimah, Thabrani dan Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah membiarkan sesuatu yang melewati antara dirinya dan pembatasnya. Pernah Beliau SAW shalat lalu lewat di depannya seekor kambing. Maka Rasulullah SAW mendahuluinya maju ke depan sampai perutnya menempel di dinding (sehingga kambing itu melewati belakang Beliau).
Suatu ketika Rasulullah SAW shalat wajib, Beliau SAW menggenggam tangannya. Usai shalat mereka bertanya “Wahai Rasulullah, adakah sesuatu yang baru dalam shalat?” Beliau menjawab “Tidak, hanya saja setan hendak lewat di depanku. Lalu aku cekik sampai lidahnya terasa dingin di tanganku. Demi Allah, seandainya saudaraku, Nabi Sulaiman tidak mendahuluiku, maka aku akan ikat setan itu pada sebuah tiang masjid sehingga dapat dilihat anak-anak kecil penduduk Madinah.” (HR Ahmad, Daruquthni dan Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda ”Apabila seseorang melakukkan shalat menghadap sesuatu sebagai pembatas dari orang lain, maka apabila seseorang melampaui batas didepannya itu maka hendaknya mendorong sekuatnya atau semampunya (dalam riwayat lain disebutkan : hendaknya menghalanginya dua kali). Jika ia tetap menerobos maka bunuhlah ia. Sesungguhnya dia adalah setan.” (HR Bukhari dan Muslim); juga Beliau bersabda ”Apabila orang yang lewat di depan orang yang shalat itu mengetahui dosanya, niscaya dia akan lebih baik berdiri 40 (empat puluh) tahun daripada berlalu di depan orang yang shalat.” (HR Bukhari dan Muslim).
BACA JUGA: Mengeraskan Suara Zikir setelah Shalat Wajib, Berdosa?
Rasulullah SAW bersabda ”Shalat seseorang menjadi putus apabila tidak dibatasi dengan semacam pelana di depannya lalu dilewati oleh wanita haid (balig), keledai dan anjing hitam”
Abu Dzar berkata ”Wahai Rasulullah, apakah bedanya anjing hitam dan anjing berwarna merah?” Beliau menjawab ”Anjing hitam adalah setan.” (HR Muslim, Abu Daud & Khuzaimah).
Rasulullah SAW melarang orang melakukan shalat menghadap kubur dengan sabdanya ”Janganlah kalian shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya.” (HR Muslim, Abu Daud & Ibnu Khuzimah). []
Sumber: Sifat Shalat Nabi, penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani