HARI itu, saudah binti Zam’ah al-Amiriyyah merasa sedih atas terbunuhnya beberapa musyrikin Mekkah dalam Perang Badar. Betapa terpukulnya, mengingat ada beberapa kerabatnya di sana.
Padahal, mereka adalah musuh Allah dan penentang Rasul-Nya. Bahkan beberapa kali mengintimidasi kaum Muslim dan mendesak mereka keluar dari Mekkah.
BACA JUGA: Saudah binti Zam’ah Selalu Ingin Senangkan Rasulullah
Namun, angin Jahiliyyah masih mengalun lembut dalam naluri Saudah. Begitu menyaksikan kaum Musyrikin dibekuk dan ditawan setelah kalah dari Badar, Saudah lupa akan kejahatan dan merasa iba terhadap mereka.
Tak kuasa ia menahan iparnya, Suhail bin Umar terhina dengan tangan dibelenggu ke lehernya.
“Mau ke mana, Abu Yazid? Apakah kalian akan menyerah dan mengulurkan tangan begitu saja? Jangan, kalian harus mati terhormat!” teriak Saudah dengan berapi-api.
Tanpa sadar, Saudah melontarkan ucapan lantang tersebut dan didengar oleh Rasulullah yang tengah berada di depannya.
Agaknya diri Saudah tengah mengecil seratus kali atas itu. Dipejamkan ke dua matanya, ditutup mulutnya dengan tangan seolah mengisyaratkan merasa bersalah dan mengingkari apa yang telah dikatakan.
BACA JUGA: Alasan Nama Saudah Senantiasa Beriringan dengan Aisyah
Ia heran seribu kali, kenapa kalimat tersebut keluar dan menyulut api semangat kaum Musyrikin yang telah mati kutu itu.
Apakah Rasulullah marah?
Tapi, dengan keagungan sifatnya, Rasulullah tak bertindak reaktif. Tak tampak raut muka marah memerah dan masih tampak sama. Beliau saw. hanya mengatakan bahwa ucapannya itu tak pantas dan terpuji.
Beliau hanya mengajukan pertanyaan retoris, “Saudah, apakah kau membela Allah dan Rasul-Nya?”
Dengan cepat, ia meminta maaf kepada sang suami tercinta.
Ia berkilah, “Demi Allah, wahai Rasulullah, aku tak dapat menguasai diri ketika melihat Suhail bin Umar diikat, lalu secara spontan terlontarlah kata-kata itu dari mulutku.”
BACA JUGA: Wahai Keponakanku, Apakah Engkau Pernah Melihat Rasulullah?
Membiaslah senyum di bibir Rasul kepada wanita pemberi keceriaan, lepas kendali dan tak sadar tercebur dalam naluri kewanitaannya.
Rasul pun berjanji akan memperlakukan tawanan-tawanan itu dengan baik. []
Sumber: Bilik-Bilik Cinta Muhammad/karya Dr. Nizar Abazhah/penerbit Zaman/hal 83-85