PADA masa Kekhalifahan Islam, hakim menjadi jabatan bergengsi di pemerintahan. Jabatan hakim memiliki peran penting dalam menyelesaikan perselisihan dan menangani urusan umat.
Orang yang menjabat sebagai hakim, akan mendapat kekebalan dan kebebasan dari otoritas politik saat itu. Hal ini karena, penguasa yang menunjuk seseorang untuk menjadi hakim menginginkan suatu pilihan yang baik untuk dirinya. Kondisi inilah yang menjadikan hakim memiliki otoritas yang berparalel dengan otoritas politik.
Saat itu muncul istilah, “Tidak kehormatan di dunia setelah kekhalifahan kecuali peradilan.”
BACA JUGA: Persoalan yang Keharamannya Diperselisihkan Ulama, Tidak Diingkari
Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda:
مامن أحد أقرب مجلساً من الله يوم القيامة ، بعد ملك مصطفى ، ونبي مرسل من إمام عدل
“Tidak ada orang yang lebih dekat dengan Allah SWT pada Hari Kebangkitan kelak setelah raja terpilih dan nabi, kecuali pemimpin yang adil.”
Untuk menjadi seorang hakim, dibutuhkan ilmu dan ketakwaan. Hal ini sebagaimana perkataan Malik bin Anas. Karena itulah, para ahli fiqih, yang termasuk orang-orang beriman dan berilmu, sering menolak jabatan hakim peradilan. Sebab mereka khawatir apa yang diputuskannya tidak mampu memperbaiki berbagai urusan sesuai ketentuan syariat.
Penolakan mereka juga karena demi menghindari risiko jatuh ke dalam kesalahan saat mengeluarkan putusan. Berikut adalah beberapa ulama yang menolak menjadi hakim pada masanya:
1 Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah menolak jabatan hakim saat diminta untuk mengambil alih peradilan. Akibatnya dia pun harus menerima hukuman 10 cambukan setiap hari selama berhari-hari.
Seorang ahli fiqih bernama Abdullah bin Farukh al-Farisi pernah bertanya kepada Imam Abu Hanifah soal mengapa tidak ingin menjadi hakim. Lalu dijawab Abu Hanifah:
“Farukh, hakim itu ada tiga. Pertama, orang yang bisa berenang dengan baik maka akan berada di laut dalam waktu yang lama. Lambat-laun dia akan kelelahan dan tenggelam. Kedua, orang yang hanya bisa berenang maka setahun kemudian dia akan tenggelam. Ketiga, orang yang tidak bisa berenang, menceburkan dirinya ke dalam air, lalu dia pun segera tenggelam.”
BACA JUGA: Manfaatkan agar Hidup Tak Merugi, Ini 8 Nasihat Para Ulama tentang Waktu
2 Qasim bin Tsabit bin Abdul Aziz al-Fihri
Nama kedua berasal dari Zaragoza di Andalusia. Dia diminta negaranya untuk menjadi hakim tetapi menolak. Ketika dipaksa pemimpin negeri, dia pun meminta waktu selama tiga hari untuk mempertimbangkannya sekaligus meminta petunjuk kepada Allah SWT. Dalam rentang waktu tiga hari inilah, Abdul Aziz al-Fihri wafat.
3 Abu Qilabah
Semasa hidupnya, sahabat Nabi Muhammad SAW tersebut, pernah diminta menjadi hakim di masa kekhalifahan, namun beliau menolak dan memilih pergi ke Mesir. []
SUMBER: SAAID