ISLAM merupakan risalah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW. Ajaran ini mulai menyebar di jazirah Arab hingga ke seluruh dunia. Sepeninggal Nabi, ajaran Islam bahkan menyebar lebi luas ke seantero dunia.
Hingga kini, banyak negara-negara Islam di berbagai belahan dunia. Dakwah Islam pun dikenalkan oleh muslim dari berbagai bangsa. Bahkan, muncul para ulama dari berbagai bangsa dan negara, termasuk Indonesia.
BACA JUGA: Inilah 5 Ulama Indonesia yang Jadi Tentara Pejuang Kemerdekaan
Setidaknya, inilah 5 ulama asal Indonesia yang hingga kini nama dan karyanya sangat dikenal di berbagai belahan dunia:
1 Syekh Nawawi al-Bantani
Bernama lengkap Abu Abd al-Mu’ti Muhammad bin Umar al-Tanara al-Jawi al-Bantani. Lahir di Tanara, Serang, Banten pada 1813 dan wafat di Mekah pada 1897.
Syekh Nawawi merupakan keturunan Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat, serta generasi ke-12 dari Sultan Banten.
Nawawi kecil mendapatkan tempaan pengetahuan agama langsung dari ayahnya. Setelah itu, ia berguru kepada Kiai Sahal, Banten, serta Kiai Yusuf di Purwakarta.
Dalam buku Karomah Para Kiai karya Samsul Munir Amin yang diterbitkan tahun 2008, disebutkan bahwa saat menginjak usia 15 tahun, Syekh Nawawi memantapkan tekad untuk berhaji dan menuntut ilmu di Makkah.
Di Makkah, Nawawi beguru kepada banyak tokoh penting dalam dunia Islam. Antara lain, Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid, dan Syekh Ahmad Dimyati.
Syekh Nawawi juga sempat berguru kepada Syekh Muhammad Khatib dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan, dua ulama besar di Madinah, Arab Saudi. Kematangan dan kecerdasannya diakui setiap guru yang ia temui.
Bahkan, ulama asal Mesir, Syekh Umar Abdul Jabbar dalam karyanya berjudul al-Durûs min Mâdhi al-Ta’lîm wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Harâm tak ragu menyebut Syekh Nawawi sebagai sosok yang produktif dan menguasai berbagai cabang keilmuan.
Hingga akhir hayatnya, Syekh Nawawi berhasil menulis ratusan judul kitab yang menjadi rujukan ulama-ulama di Jazirah Arab dan Asia Tenggara. Di Indonesia, karya-karya itu menjadi kurikulum wajib di pesantren dan madrasah.
Ambil misal al-Tafsir al-Munir li al-Mualim al-Tanzil al-Mufassiran wujuh mahasin al-Ta’wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma’nâ Qur’an Majid, Kâsyifah al-Saja syarah Safinah al-Naja, Sullam al-Munâjah, Nihayah al-Zain, atau Nashaih al-‘Ibad.
Produktivitas Syekh Nawawi membuatnya dijuluki sebagai “Bapak Kitab Kuning”. Murid-muridnya tersebar di Makkah dan Indonesia. Tokoh-tokoh Indonesia yang berguru kepada Syekh Nawawi antara lain, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari, pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, dan pendiri Mathlaul Anwar KH Mas Adurrahman.
2 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi
Lahir di Koto Tuo-Balai Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatera Barat pada 1860 dan wafat di Mekkah 1916. Syekh Khatib bernama lengkap al Allamah asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin Abdul Lathif bin Abdurrahman.
Masa kecil Syek Ahmad Khatib diisi dengan gemblengan Syekh Abdul Lathif, ayahnya sendiri. Baru pada usia 10 tahun, ia dititipkan ke beberapa ulama besar di Makkah. Di antaranya Sayyid Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha al Makki asy Syafi’i, Sayyid Utsman bin Muhammad Syatha al Makki asy Syafi’i, serta Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul Abidin Syatha ad Dimyathi al Makki asy Syafi’i.
BACA JUGA: Ini 3 Ulama Indonesia yang Jadi Imam Besar Masjidil Haram
Syekh Khatib dikenal jenius dan rendah hati. Ia tercatat sebagai orang non-Arab pertama yang dipercaya menjadi imam besar di Masjidil Haram, Makkah.
Di tangan Syekh Khatib lahir ratusan karya. Beberapa judul yang sering dijadikan rujukan oleh ulama dunia ialah Hasyiyah an Nafahat ala Syarhil Waraqat lil Mahalli Al Jawahirun Naqiyyah fil Amalil Jaibiyyah, ad Da’il Masmu ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Maa Wujudil Ushul wal Furu, serta Raudhatul Hussab.
Dalam Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia karya Abdul Baqir Zein yang diterbitkan tahun 1999, disebutkan beberapa tokoh besar pernah belajar kepada Syekh Khatib. Di antaranya Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) ayah dari Buya Hamka, KH Hasyim Asyari, serta KH Ahmad Dahlan.
3 Syekh Muhammad Yasin al-Fadani
Ulama berdarah Padang, Sumatra Barat ini dilahirkan 17 Juni 1915 dan wafat di Makkah pada 20 Juli 1990. Syekh Yasin mengawali pendidikan agama dari Syekh Muhammad Isa al-Fadani.
Lepas menimba ilmu dari ayahnya sendiri, Syekh Yasin melanjutkan ke Madrasah ash-Shautiyyah, Makkah. Setelah dewasa,ia mendirikan madrasah Darul Ulum al-Diniyyah dan mengajar di Masjid al-Haram.
Soal karya, Syekh Yasin berhasil menulis 97 kitab. Yang paling dikenal berjudul Al-Fawaid al-Janiyyah. Buku ini menjadi materi silabus dalam mata kuliah ushul fiqih di Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo, Mesir.
Ulama besar al-Allamah Habib al-Segaf bin Muhammad Assegaf menjuluki Syekh Yasin dengan sapaan Sayuthiyyu Zamanihi (Imam Sayuthi pada zamannya). Ulama asal Hadramaut, Yaman itu mengaku terkagum-kagum atas keluasan ilmu sosok berdarah Minang tersebut.
4 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Ulama yang satu ini lahir di Desa Lok Gabang Kecamatan Astambul Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada 17 Maret 1710. Syekh Arsyad yang juga berjuluk Anumerta Datuk Kelampaian ini wafat pada usia 102, yakni 3 Oktober 1812.
Arsyad kecil mendapatkan pendidikan pertama di bawah tempaan ayahnya, Syekh Abdullah. Jelang remaja, ia pergi ke Makkah dan bertemu dengan ulama masyhur sekelas Syekh Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, dan al-Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani.
Banyak karya yang telah ditulis. Namun satu kitab berjudul Sabilal Muhtadin lit-Tafaqquh fi Amriddin dianggap banyak tokoh sebagai buku paling monumental. Kitab yang memuat penjelasan hukum fikih itu bahkan dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.
BACA JUGA: Inilah Ulama Indonesia yang Pertama Kali Jadi Imam Besar Masjidil Haram
5 Syekh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi
Syekh Sulaiman lahir di Candung, Sumatra Barat pada 1871 dan wafat pada 1 Agustus 1970. Menempuh pendidikan agama di Makkah bersama KH Hasyim Asyari, Syekh Hasan Maksum, Syekh Khatib, Syekh Zain Simabur, dan lainnya.
Syekh Sulaiman juga berguru ke ulama Kelantan dan Patani, Thailand. Ia menimba pengetahuan dari Syekh Wan Ali Abdur Rahman al-Kalantani, Syekh Muhammad Ismail al-Fathani dan Syekh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani.
Karya Syekh Sulaiman banyak menjadi sumber inspirasi bagi ulama di Asia Tenggara dan Jazirah Arab. Beberapa judul yang dikenal antara lain Dhiyaus Siraj fil Isra’ Walmi’raj, Tsamaratul Ihsan fi Wiladah Sayyidil Insan, Dawaul Qulub fi Qishshah Yusuf wa Ya’qub, Risaah al-Aqwal al-Wasithah fi Dzikri Warrabithah, al-Qaulul Bayan fi Tafsiril Quran, serta al-Jawahirul Kalamiyyah.
Sekembalinya ke Indonesia pada 1950, Syekh Sulaiman turut serta dalam keanggotaan Konstituante mewakili Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti). Ia tercatat memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno serta beberapa tokoh lain dari Malaysia dan Asia Tenggara. []
SUMBER: MEDCOM