ANDA berkeinginan ingin menunaikan ibadah haji dan umrah tapi masih dalam keadaan kurang mampu? Alhamdulillah, Allah memberikan kesempatan kepada siapapun hamba-Nya untuk tetap bisa mendapatkan pahala amal haji dan umrah, yang tidak mampu dia kerjakan.
Ibadah haji adalah salah satu ibadah yang membutuhkan modal paling besar. Jiwa, raga, harta, dan memakan banyak waktu. Sehingga jumlah kaum muslimin yang mampu melaksanakannya, jauh lebih sedikit dibandingkan amal ibadah lainnya.
Namun, Allah Maha Kaya, Allah Maha Pemurah. Allah berikan kesempatan bagi semua hamba-Nya, untuk mendapatkan pahala haji, sekalipun dia tidak mampu berangkat haji.
Ada beberapa amalan, yang dijanjikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendapatkan pahala haji dan umrah. Berikut diantaranya:
Pertama, melakukan rangkaian ibadah seusai shalat subuh
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian duduk berdzikir memuji Allah hingga terbit matahari, kemudian shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala haji dan umrah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: Sempurna..sempurna..sempurna,” (HR. Turmudzi 586, al-Bazzar 9314, dan dihasankan al-Albani).
Syaikh Muhammad Mukhtar as-Syinqithi – pengajar di Masjid Nabawi – memberikan penjelasan hadis ini, bahwa keutamaan amalan ini hanya dapat diraih jika terpenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
Pertama, Shalat subuh secara berjama’ah. Sehingga tidak tercakup di dalamnya orang yang shalat sendirian. Dzahir kalimat jama’ah di hadis ini, mencakup jama’ah di masjid, jama’ah di perjalanan, atau di rumah bagi yang tidak wajib jama’ah di masjid karena udzur.
Kedua, duduk berdzikir. Jika duduk tertidur, atau ngantuk maka tidak mendapatkan fadhilah ini. Termasuk berdzikir adalah membaca Al-Qur’an, beristighfar, membaca buku-buku agama, memberikan nasehat, diskusi masalah agama, atau amar ma’ruf nahi mungkar.
Ketiga, duduk di tempat shalatnya sampai terbit matahari. Tidak boleh pindah dari tempat shalatnya. Sehingga, jika dia pindah untuk mengambil mushaf Al-Qur’an atau untuk kepentingan lainnya maka tidak mendapatkan keutamaan ini. Karena keutamaan (untuk amalan ini) sangat besar, pahala haji dan umrah sempurna..sempurna. Sedangkan maksud (duduk di tempat shalatnya di sini) adalah dalam rangka Ar-Ribath (menjaga ikatan satu amal dengan amal yang lain), dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Kemudian duduk di tempat shalatnya.” Kalimat ini menunjukkan bahwa dia tidak boleh meninggalkan tempat shalatnya. Dan sekali lagi, untuk mendapatkan fadhilah yang besar ini, orang harus memberikan banyak perhatian dan usaha yang keras, sehingga seorang hamba harus memaksakan dirinya untuk sebisa mungkin menyesuaikan amal ini sebagaimana teks hadis.
Keempat, shalat dua rakaat. Shalat ini dikenal dengan shalat isyraq. Shalat ini dikerjakan setelah terbitnya matahari setinggi tombak. (Syarh Zaadul Mustaqni’, as-Syinqithi, 3/68).
Kelima, kajian di masjid. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang berangkat ke masjid di pagi hari, tidak memiliki tujuan apapun selain untuk belajar agama atau mengajarkannya, maka dia mendapatkan pahala orang yang melakukan umrah sempurna umrahnya. Dan siapa yang berangkat ke masjid sore hari, tidak memiliki tujuan apapun selain untuk belajar agama atau mengajarkannya, maka dia mendapatkan pahala orang yang berhaji sempurna hajinya,” (HR. Hakim 311 dan dinilai oleh ad-Dzahabi: Sesuai syarat Bukhari. Hadis ini juga dinilai shahih oleh Imam al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, no. 86).
Keenam, Menjaga Shalat Jamaah beserta adab-adabnya. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk shalat jamaah dalam keadaan telah bersuci, maka pahalanya seperti pahala orang berhaji dalam keadaan ihram . Dan barangsiapa beranjak untuk melakukan shalat Dhuha dan tidak ada yang menyebabkan dia keluar (dari rumahnya) kecuali untuk shalat Dhuha maka pahalanya seperti pahala orang yang umrah. Dan shalat setelah melaksanakan shalat yang di antara kedua shalat tersebut tidak membicarakan masalah dunia, adalah amalan yang akan dicatat di illiyiin ,” (HR. Abu Daud 558 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam shahih At Targhib wat Tarhib 670).
Ada beberapa penafsiran ulama tentang makna kalimat “maka pahalanya seperti pahala orang berhaji dalam keadaan ihram“. Berikut adalah tiga penafsiran yang disebutkan dalam Aunul Ma’bud, syarh sunan Abu Daud:
1. Mendapatkan pahala sebagaimana orang yang haji secara utuh. Makna ini disampaikan oleh Zain Al ‘Arab
2. Bentuk mendapatkan pahalanyanya sebagaimana bentuk mendapatkan pahala dalam ibadah haji. Dimana ketika orang berhaji, semua usaha yang dia lakukan dinilai pahala. Mulai dari bekal sampai usaha perjalanan. Demikian pula shalat jama’ah. Semua usahanya bernilai pahala, termasuk langkah kakinya. Meskipun pahala untuk dua amal ini berbeda dari sisi banyaknya atau jumlahnya.
3. Orang yang berangkat haji akan mendapatkan pahala haji dari mulai berangkat sampai pulang, meskipun tidak menyelesaikan hajinya, selain wuquf di ‘arafah. Demikian pula shalat jama’ah. Orang yang berangkat shalat jama’ah akan mendapatkan pahala shalat berjama’ah dari mulai berangkat sampai pulang, meskipun dia tidak mendapatkan jama’ah bersama imam (karena terlambat). (lih. Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud 2/77).
Jadi bagi Anda yang belum mampu untuk menunaikan ibadah haji dan umrah, maka lakukanlah amalan-amalan di atas.
Namun, jika Anda secara materi sudah mampu untuk menunaikan ibadah haji dan umrah, maka segera untuk melakukannya sebab hal itu adalah suatu kewajiban dan termasuk mengaplikasikan rukun islam yang ke-lima. Allahu’alam. []
Sumber: konsultasisyariah.com/amalan berpahala haji