TERKADANG kita baru menyesal tidak berbakti kepada orang tua setelah mereka pergi untuk selama-lamanya ke pangkuan Allah. Lalu masihkah kita bisa berbakti meski mereka telah wafat? Bagaimana cara berbakti pada orang tua ketika mereka telah meninggal dunia ?
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,
“Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya,” (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Dalam hadits yang lain, kita dapat melihat bagaimana bentuk berbakti pada orang tua yang telah meninggal dunia lewat berbuat baik pada keluarga dari teman dekat orang tua.
Ibnu Dinar meriwayatkan, ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata bahwa ada seorang lelaki Badui bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar,
“Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah kenalan baik (ayahku) Umar bin Al-Khattab. Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya,” (HR. Muslim no. 2552).
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia. Sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sisinya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya,” (HR. Bukhari no. 2756).
Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin. Lihat Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 24: 314.
Ada enam hal yang bisa kita simpulkan bagaimana bentuk berbakti dengan orang tua ketika mereka berdua atau salah satunya telah meninggal dunia:
- Mendo’akan kedua orang tua.
- Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orang tua.
- Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.
- Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.
- Memuliakan teman dekat keduanya.
- Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada.
Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya,” (HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad 6: 445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Al-Qadhi Baidhawi mengatakan, “Bakti pada orang tua adalah pintu terbaik dan paling tinggi untuk masuk surga. Maksudnya, sarana terbaik untuk masuk surga dan yang mengantarkan pada derajat tertinggi di surga adalah lewat mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui pintu tersebut adalah melakukan kewajiban kepada orang tua.’ (Tuhfah Al-Ahwadzi, 6: 8-9). []
Sumber: Rumaysho