MENJADI tuan rumah, memang seharusnya memberikan istimewa pelayanan kepada tamunya. Tetapi, jamuan yang disuguhkan kepada tamu, tidak sepantasnya dilakukan di luar batas kemampuannya.
Menghidangkan suguhan kepada tamu adalah hal yang mulia. Bahkan Rasul pun menganjurkan agar dapat mengistimewakan tamu walaupun hanya sekedar air putih sekalipun.
BACA JUGA: Menjamu Tamu, Inilah Adab-Adabnya
Saling berkunjung sesama kerabat, teman maupun sejawat merupakan kebiasaan yang tak bisa dihindari. Keinginan berkunjung dan dikunjungi selalu ada harapan. Demikianlah, suatu saat kita akan kedatangan tamu, baik diundang maupun tidak. Bahkan pada momen-momen tertentu, kedatangan tamu sangat gencar.
Islam mengajarkan bagi siapa saja yang menjadi tuan rumah, supaya menghormati tamu. Penghormatan itu tidak sebatas pada tutur kata yang halus untuk menyambutnya, akan tetapi, juga dengan perbuatan yang menyenangkan. Misalnya dengan memberikan jamuan, meski hanya sekedarnya.
Sikap memuliakan tamu, bukan hanya mencerminkan kemuliaan hati tuan rumah kepada tamu-tamunya. Memuliakan tamu, juga menjadi salah satu tanda tingkat keimanan seseorang kepada Allah dan Hari Akhir. Dengan jamuan yang disuguhkan, ia berharap pahala dan balasan dari Allah pada hari Kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya,” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Menjamu tamu, merupakan sunnah Nabi Ibrahim. Memberi jamuan kepada tamu, merupakan kebiasaan sudah berkembang sejak lama, sebelum risalah Nabi Muhammad diturunkan. Yang pertama kali melakukan perbuatan yang mulia ini, ialah Nabi Ibrahim Khalilur Rahman Alaihissalam. Rasulullah SAW menyatakan:
“Orang yang pertama kali memberi suguhan kepada tamu adalah Ibrahim. (Al-Hadits)
Memang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya, dititahkan untuk mengikuti ajaran-ajaran Nabi Ibrahim Alaihissalam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif,” dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Rabb,” (An-Nahl: 123)
Kemudian bagaimana cara Nabi Ibrahim alaihissalam menjamu tamu? Berikut ini, cara yang dilakukan oleh Nabi Ibraahim Alaihissalam saat memuliakan para tamunya. Imam Ibnu Katsiir rahimahullah secara khusus mengatakan: “Ayat-ayat ini mengatur tata-cara menjamu tamu”, dan mari kita perhatikan satu-persatu.
1. Menjawab ucapan salam dari tamu dengan jawaban yang lebih sempurna.
2. Nabi Ibrahim Alaihissalam tidak bertanya terlebih dahulu: “Apakah kalian mau hidangan dari kami?”
3. Nabi Ibrahim Alaihissalam bersegera menyuguhkan makanan kepada tamu. Dikatakan oleh Syaikh as-Sa’di bahwa sebaik-baik kebajikan ialah yang disegerakan. Karena itu, Nabi Ibrahim Alaihissalam cepat-cepat menyuguhkan jamuan kepada para tamunya.
4. Menyuguhkan makanan terbaik yang beliau miliki, yakni, daging anak sapi yang gemuk dan dibakar. Pada mulanya, daging tersebut tidak diperuntukkan untuk tamu. Akan tetapi, ketika ada tamu yang datang, maka apa yang sudah ada, beliau hidangkan kepada para tamu. Meski demikian, hal ini tidak mengurangi penghormatan Nabi Ibrahim Alaihissallam kepada tamu-tamunya.
5. Menyediakan stok bahan di dalam rumah, sehingga beliau Alaihissallam tidak perlu membeli di pasar atau di tetangga.
BACA JUGA: Sang Tamu Allah
6. Nabi Ibrahim Alahissallam mendekatkan jamuan kepada para tamu dengan meletakkan jamuan makanan di hadapan mereka. Tidak menaruhnya di tempat yang berjarak dan terpisah dari tamu, hingga harus meminta para tamunya untuk mendekati tempat tersebut, dengan memanggil, misalnya: “kemarilah, wahai para tamu”. Cara ini untuk lebih meringankan para tamu.
7. Nabi Ibrahim Alaihissallam melayani tamu-tamunya sendiri. Tidak meminta bantuan orang lain, apalagi meminta tamu untuk membantunya, karena meminta bantuan kepada tamu termasuk perbuatan yang tidak etis.
8. Bertutur kata sopan dan lembut kepada tamu, terutama tatkala menyuguhkan jamuan. Dalam hal ini, Nabi Ibrahim Alaihissallam menawarkannya dengan lembut: “Sudikah kalian menikmati makanan kami (silahkan kamu makan)?” Beliau Alaihissalam tidak menggunakan nada perintah, seperti: “Ayo, makan”.
Oleh karena itu, sebagai tuan rumah, seseorang harus memilih tutur kata simpatik lagi lembut, sesuai dengan situasinya. Intinya, tuan rumah seharusnya memuliakan tamu, yaitu dengan memberikan perlakuan yang baik kepada tamunya. []