KA’BAH merupakan kiblat umat Islam. Ka’bah atau baitullah juga menjadi tempat penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Apa dan bagaimana sejarah ka’bah dari masa ke masa?
Inilah ulasan singkat mengenai ka’bah dan sejarahnya.
Secara bahasa, Ka’bah adalah Baitul Murabba’, yakni bangunan persegi empat, atau al-‘Uluwal-Murtafi’ah, bangunan yang muncul ke permukaan tanah, atau bermakna al-Ghurfah, artinya kamar-kamar, adalah bangunan yang mempunyai ruang segi empat dan pintunya yang tinggi, terletak di tengah bangunan Masjidil Haram.
BACA JUGA: 10 Hal yang Mungkin Belum Anda Ketahui tentang Kabah
Ka’bah merupakan bangunan tertua di dunia yang berada di tengah-tengah Masjidil Haram. Dalam Al-Quran, Allah SWT menyebutkan bahwa Ka’bah adalah rumah yang mula-mula didirikan sebagai tempat beribadah manusia.
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran [3]: 96).
Ka’bah dibangun sejak Nabi Adam AS. Bangunan ini berkali-kali mengalami renovasi, di antaranya pada masa Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS, di zaman jahiliyah oleh suku Quraisy, pada masa Abdullah bin Zubair bin Awam (65 H), Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-tsaqafi (74 H), Sultan Murad Khanal-Utsmani (1040 H), dan di masa Raja Fahd ibn Abdul Aziz (1417 H).
Pembangunan Ka’bah pada zaman Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS diabadikan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat Al-Quran.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggalkan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo’a), ‘Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al –Baqarah[2]: 127).
“Kemudian Ibrahim berkata, ‘Wahai Ismail, sesungguhnya Allah menyuruhku dengan suat perkara. Ismail berkata, ‘Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu (‘azzawajjall)’. Ibrahim berkata, ‘Maukah kau membantuku?’. Ismail menjawab, ‘Aku akan membantumu’. Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya Allah memerintahkanku membangun di sini suatu rumah (Bait) – sembari memberi isyarat kepada suatu gundukan tanah yang tinggi melebihi sekitarnya. Ibn Abbas berkata, ‘Maka di sanalah mereka berdua meninggikan (membangun) dasar-dasar Baitullah. Kemudian mulailah Ismail mendatangkan batu-batu, sedangkan Ibrahim membangunnya sehingga ketika bangunan mulai tinggi, ia datang dengan batu ini (Maqam Ibrahim), dan meletakkannya untuk Ibrahim. Lalu Ibrahim pun berdiri di atasnya dan membangun (Ka’bah ), sedangkan Ismail menyodorkannya batu-batu dan mereka berdua berkata, ‘(Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengarkan lagi Maha Mengetahui)’. Ibn Abbas berkata, ‘Jadilah mereka berdua membangun (Ka’bah ) hingga di sekeliling bait, dengan mengucap, ‘(Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (HR Bukhari, No. 3365).
Ka’bah yang dibangun kembali ini berbahan batu, tingginya 9 hasta (4,5 meter), panjangnya dari arah timur 32 hasta (16 meter), dari arah barat 31 hasta (15,5 meter), dari arah utara 20 hasta (10 meter), dan dari arah selatan 22 hasta (11 meter). Nabi Ibrahim AS tidak membuat atap Ka’bah, pun daun pintunya. Dia hanya membuat pintu masuk yang sejajar dengan tanah.
Enam tahun sebelum Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT yang menandai diutusnya sebagai nabi dan rasul, terjadilah banjir yang sangat besar di kota Makkah. Akibatnya, bangunan Ka’bah mengalami kerusakan.
Para pemuka Quraisy mengumumkan kepada penduduk kota Makkah untuk merenovasi Ka’bah. Mereka mengurangi bangunan dari arah Hijir Ismail hingga 6 hasta (3 meter lebih) dan menambah tinggi bangunan 19 hasta (9 meter). Mereka juga membuat pancuran air dari bahan kayu, menutup pintu arah barat, serta meninggikan pintu timur dari dasar Ka’bah. Bangunan Ka’bah yang sebelumnya tidak beratap pun menjadi beratap.
Ketika Hajar Aswad akan diletakkan kembali di tempat semula, para pemuka Quraisy berselisih tentang siapa yang layak melakukannya. Bagi mereka, orang yang meletakkan Hajar Aswad adalah orang yang mendapat kemuliaan. Setelah cukup lama berselisih perihal siapa yang pantas meletakkan Hajar Aswad, akhirnya diputuskan orang yang pertama masuk Masjidil Haram, dialah yang berhak meletakkannya. Ternyata Nabi Muhammad SAW orangnya.
Nabi Muhammad SAW berkata kepada orang-orang, “Berikan padaku sebuah kain”.
Setelah kain diterimanya, beliau menghamparkannya lalu mengambil Hajar Aswad dan menaruhnya di tengah kain itu dengan tangannya.
Lelaki yang sebelumnya telah dijuluki “Al-Amin” (Orang yang terpercaya) oleh kaum itu mengatakan, “Hendaklah setiap kabilah memegang sisi-sisi kain ini, kemudian angkatlah bersama-sama!”.
BACA JUGA: Inilah 9 Foto Kondisi di dalam Kabah
Mereka melakukannya. Tatkala telah sampai di tempatnya, Nabi Muhammad SAW menaruh Hajar Aswad itu dengan tangannya lalu pembangun Ka’bah diselesaikan. []
Sumber: Haji dan Umrah Mabrur Itu Mudah dan Indah/ karya: Dr Muhammad Syafii Antonio, M.Ec./penerbit: Tazkia Publishing