2. Akhlak dan Agama
DALAM riwayat lain disebutkan lebih jelas: Jika ada yang datang melamar.
Dalam riwayat lain pula disebutkan: agama dan amanahnya.
Sementara akhlak diterjemahkan oleh para ulama lebih spesifik: muasyarah (memperlakukan istri dengan baik)
Muhammad Abdurrahman al Mubarakfuri dalam kitabnya yang menjelaskan Sunan Tirmidzi berkata,
“Jika Anda tidak menikahkan orang yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya, semen-tara kalian memilih sekadar keturunan, ketampanan dan harta.
BACA JUGA: Suami Tidak Shalat, Istri Jadi Enggan Diajak Berhubungan, Apa Hukumnya?
(Kerusakan yang luas) yaitu jika kalian tidak menikahkan sang putri kecuali hanya kepada yang punya harta dan kehormatan, akan banyak wanita tanpa suami dan laki-laki tanpa istri. Muncullah banyak fitnah zina. Dan berikutnya para orangtua menanggung aib dan mencuatlah fitnah dan kerusakan, yang berefek pemutusan nasab, krisis kebaikan dan penjagaan diri.” (Tuhfah al Ahwadzi)
Suatu saat, seseorang berkata kepada Al Hasan al Bashri: Kepada siapa saya nikahkan putriku?
Al Hasan berkata: Kepada yang bertakwa kepada Allah. Jika ia mencintainya, akan memuliakannya. Jika ia membencinya, tidak akan mendzaliminya.
Masya Allah kalimat yang sederhana tetapi dengan target agung.
Asy’ Sya’bi pernah berkata: Siapa yang menikahkan putrinya dengan orang yang fasik, sungguh telah memutuskan silaturahimnya. (Lihat: Al Aba’ madrasah al Abna’, Fahd Muhammad)
Dengan demikian, syarat dalam poin ini adalah : laki-laki harus menjaga agama, amanah dan akhlaknya terhadap istrinya dan memperlakukannya dengan baik.
3. Kelembutan
Kata pemimpin tidak boleh disalah artikan. Memimpin bukan berarti kasar. Justru seorang pemimpin harus memiliki kelembutan. Masalah besar pun harus selesai dengan kalimat lembut yang membalut ketegasannya.
Apalagi Nabi menyamakan wanita dengan kaca. Semakin jelas, laki-laki yang seperti apa yang harus dipilih.
Mereka yang sabar, telaten, lembut sebagaimana perlakukan kita terhadap kaca yang rawan pecah jika salah dan tidak hati-hati dalam membawanya.
4. Mampu meluruskan tanpa harus mematahkan
Ini memerlukan ilmu memimpin istri dan rumah tangga yang tidak sederhana. Karena ada orang yang lembut tetapi tidak mampu meluruskan istri dalam pendidikan keluarga. Karena terlalu lembut dan tidak mau menyakiti.
Di sisi lain ada yang mampu meluruskan tetapi dengan cara memaksa dan kasar.
Yang dinginkan Nabi adalah laki-laki yang kaya ilmu dan cara sesuai dengan petunjuk Nabi, di mana dia mampu mendidik istrinya tetapi tak ada yang patah. Tidak mudah memang, justru di sinilah fungsi seorang pemimpin.
Mendidik dan mengevaluasi. Tetapi tetap penuh sentuhan kelembutan; baik pada sikap ataupun kalimat.
Membandingkan dengan kriteria wanita, ternyata kriteria laki-laki tidak sebanyak wanita. Karena memang berbeda perannya.
BACA JUGA: 8 Cara Menerima Kekurangan Suami
Jika seorang laki-laki:
1. Mampu menafkahi secara batin
2. Mampu menafkahi secara harta
3. Istiqomah dalam agama
4. Memegang teguh amanah
5. Akhlak yang mulia
6. Mampu mendidik dan meluruskan kesalahan
7. Membalut kepemimpinan dengan kelembutan
Maka sesuai dengan posisi dan tugas laki-laki di rumah tangga, inilah syarat yang telah ditetapkan oleh petunjuk nabawi. []
Sumber: E-Book Kuliah Online Parenting Nabawiyah/Budi Ashari, Lc/2012