Oleh Siti Intan Chusnul Khotimawati
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
HAMPIR seluruh ibadah mewajibkan kita untuk bersuci terlebih dahulu sebelum melaksanakannya. Bahkan, bersuci menjadi syarat sah ibadah, misalnya shalat. Dan shalat tidak akan sah jika kita belum bersuci. Lalu, apa sajakah hikmah di balik ajaran harus bersuci ketika akan melaksanakan ibadah ini?
1. Untuk mengajarkan sopan santun
Ketika kita akan bertemu dengan orang yang kita hormati (misalnya guru atau pimpinan) maupun orang yang kita kasihi (pasangan hidup), untuk menciptakan suasana yang nyaman maka kita selalu berusaha tampil bersih dan rapi. Maka ketika kita “bertemu” (beribadah) kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pencipta dan Maha Pengasih, seharusnya kita juga harus memperhatikan kebersihan diri. Kalau kita lebih rapi ketika menghadiri undangan atau bertamu ke rumah seseorang, namun ketika shalat hanya dengan pakaian yang asal-asalan, secara tidak langsung berarti kita menghormati yang lain daripada Allah.
2. Agar orang lain merasa nyaman dengan kita
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sudah menjadi tabiah manusia bila ia selalu menyukai sesuatu yang bersih dan harum. Andaikan tubuh atau pakaian kita mengeluarkan bau yang kurang sedap, orang-orang yang ada di sekitar kita tentu akan merasa kurang nyaman. Misalnya dalam shalat berjama’ah di masjid, ketika melaksanakannya kita akan bertemu banyak orang, bahkan saling berdekatan dalam shaf shalat. Kalau tubuh kita atau pakaian kita mengeluarkan bau yang tidak sedapat (misalnya bau bawang atau pete), orang yang ada di sebelah kita pasti akan merasa terganggu akibat mencium bau tidak sedap, bahkan akan mengganggu kekhusyukan mereka. Allah SWT berfirman, yang artinya
“Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (Q.S. At-Taubah [9]: 108)
3. Membangkitkan Semangat
Wudhu maupun mandi akan membangkitkan semangat kita yang sebelumnya merasa lelah, kantuk, dan malas-masalan. Ini merupakan hal yang manusiawi. Kita bisa merasakan, apabila kita hendak melakukan shalat shubuh, terasa berat sekali tubuh kita untuk beranjak dari tempat tidur, namun setelah kita berwudhu, maka hilanglah kantuk tersebut dan membuat kita lebih bersemangat. Biasanya, para guru di sekolah atau di pesantren akan menyuruh muridnya yang terlihat mengantuk dan tidak bersemangat segera berwudhu.
Penjelasan tentang hikmah bersuci di atas lebih banyak berkaitan dengan suci secara lahiriyah (nyata atau fisik). Namun, yang tidak kalah penting adalah suci secara batiniyah (berkaitan dengan hati). Kita juga perlu menyucikan hati kita dari penyakit-penyakit hati yang berbahaya.
Menurut Imam Al-Ghazali, kesucian itu ada empat tingkat:
(1) penyucian lahir dari berbagai macam hadats, daki dan kotoran;
(2) penyucian anggota badan dari berbagai macam kejahatan dan dosa;
(3) penyucian hati dari akhlak yang tercela dan berbagai macam kehinaan; dan
(4) penyucian batin (sirr) dari selain Allah Ta’ala.
Yang terakhir ini merupakan penyucian oleh para nabi dan orang-orang yang shiddiq. Seorang hamba tidak akan pernah mencapai tingkat tertinggi, kecuali dengan melampaui tingkat yang rendah. Seseorang tidak akan sampai pada penyucian batin dari sifat-sifat tercela sebelum selesai dari penyucian hati dari akhlak tercela dengan akhlak terpuji.
Maka hendaknya seorang hamba selain menyucikan anggota badan, alangkah baiknya juga menyucikan hati dari berbagai macam perbuatan dosa seperti suka berbohong, suka menggunjing, mengadu domba, sombong, merendahkan orang lain, dan sifat-sifat tercela lainnya. Wallahua’lam. []
Referensi: Butir-Butir Hikmah Ibadah (M. Solahudin), Terjemah Kitab Ihya Ulumuddin (Imam Al-Ghazali)