HAK kebebasan merupakan asas yang ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hak setiap manusia untuk memperoleh kebebasannya dalam hal-hal tertentu pun tak luput dari ajaran Islam.
Salah satu hak kebebasan tersebut adalah kebebasan berpendapat. Kebebasan ini merupakan hak individu yang bisa dipandang dari beberapa urusan, baik umum maupun khusus. Ini merupakan jaminan dan ketetapan bagi setiap muslim.
BACA JUGA: Indonesia Dorong Hak Kebebasan Beribadah Umat Muslim di Masjidil Aqsha
Syariat Islam menetapkan hak-hak diri atau individu muslim. Allah telah mewajibkan nasihat dan perintah pada yang baik dan mencegah kemunkaran. Tidak mungkin hal itu bisa ditegakkan jika muslim tidak memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat dan kebebasannya dalam hak tersebut. Tidaklah amar ma’ruf nahi munkar bisa ditegakkan tanpa adanya hak kebebasan berpendapat pada diri seorang muslim.
Kendati demikian, kebebasan berpendapat dalam Islam ini punya toleransi. Hal ini digambarkan dalam riwayat tentang Saat bin Muadz dan Saad bin Ubadah ketika Rasulullah mengajak keduanya bermusyawarah dalam perjanjian dengan Bani Ghathafan terkait upeti sepertiga hasil kurma Madinah hingga mereka keluar dari perjanjian saat perang Ahzab.
Abu Hurairah ra, berkata: “Datanglah Harits al Ghathafan kepada Nabi seraya berkata, ‘Hai Muhammad, bagikan kepada kami kurma dari Madinah.’ Dissebutkan juga olehnya, ‘sampai memenuhi ketinggian sekian dan sekian.’ Lantas beliau mengutus Saad bin Muadz, Saad bin Ubadah, Saad bin Rabi’, Saad bin Khaitsamah, Saad bin Mas’ud, seraya berkata, ‘Sesungguhnya aku mengetahui bahwa orang Arab telah melempar kalian dengan satu panah (bersatu padu), dan Harits telah memberikan pada kalian pilihan untuk membagikannya kepadanya kurma Madinah. Jika kalian bersepakat untuk membayar kepadanya selama satu tahun ini sampai kalian melihat urusan sesudahnya.’
Mereka menjawab, ‘Ya Rasulullah, jika ini wahyu dari langit maka kami tunduk kepada perintah Allah. Jika ini pendapat atau kehendak Anda, kami harus mengikuti dan menurut kepada kehendak dan pendapat Anda tersebut? Namun jika Anda ingin mengetahui pendapat kami, maka demi Allah, kami melihat kita dengan mereka sama, tidak lah kami akan memberikan kurma kecuali dengan membeli atau kesepakatan (jual beli).'” (HR Thabarani)
Hadis tersebut berhubungan dengan firman Allah:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka meyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar.” (QS Al Baqarah: 71)
dan hadis dari Rasulullah Saw:
“Agama itu Nasihat.”
Kami bertanya, “Nasihat kepada siapa ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Nasihat kepada Kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin muslimin dan seluruh umat.” (HR Muslim)
Imam Nawawi dalam syarah hadis ini mengatakan, nasihat kepada pemimpin kaum muslimin adalah menolong mereka pada kebenaran, taat kepada mereka dalam kebenaran tersebut, memerintah mereka pada kebenaran, melarang mereka menyelisihinya, mengingatkan mereka dengan lemah lembut dan menunjukkan mereka atas apa yang mereka lalaikan, tidak menyampaikan hak-hak kaum muslimin. (An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, 2/37)
Rasulullah Saw juga bersabda: “Jangan melarang seseorang memberikan hak kepada manusia untuk mengatakan kebenaran jika dia mengetahuinya.” (HR Tirmidzi)
Dalam hadis yang lain, Rasulullah Saw bersabda, “Jihad paling mulia adalah mengemukakan kalimat yang benar (haq) di hadapan penguasa yang sewenang-wenang.” (HR Tirmidzi)
BACA JUGA: Islam Mengakui dan Menghormati Hak-hak Perempuan, Ratu Kecantikan Ceko pun Masuk Islam
Kebebasan berpendapat telah dipraktikan oleh muslim sejak kurin waktu yang lama. Salah satu contohnya seorang sahabat mulia, Habab bin Mundzir yang memberikan pendapat secara pribadi dalam mengatur strategi perang Badar. Kendati tak sesuai pendapat Rasul, namun Rasul pun mengikuti pendapat sahabat tersebut.
Syariat Islam memberikan ijin kepada muslim untuk mengemukakan pendapatnya. Hal ini juga tercermin dalam sikap Umar bin Khattab saat dirinya berkhutbah di masjid tentang masalah mahar. Ada seorang wanita yang menyanggah perkataan Umar. Namun, Umar tidak melarang sikapwanita tersebut. Dia justru mengatakan, “Perempuan ini benar dan Umar yang salah.” (Al Qurthubi, Al Jaami’ Al Ahkam Al Qur’an, 5/95)
Dengan demikian dapat diketahui bahwa penyampaian pendapat itu harus lah diiringi amanah dan kejujuran dalam menyampaikan kebenaran. Sebab, tujuan kebebasan pendapat dalam Islam adalah untuk menjelaskan kebenaran serta membawa manfaat bagi yang mendengar. Bukan, untuk berkelit dari suatu perkara ataupun menutup-nutupi kebenaran. []
Sumber: Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia/ Karya: Prof. Dr. Raghib As-Sirjani/ Penerbit: Pustaka Al Kautsar/ Tahun: 2012