USAMAH RA di usianya yang 18 tahun sudah diamanahi untuk memimpin pasukan perang muslimin melawan tentara Romawi. la berkulit hitam dan memiliki nama lengkap Usamah bin Zaid bin Haritsah bin Syurahbil bin Ka’ab bin Abd Al-Uzza Al-Kalbi.
la juga biasa dipanggil Abu Muhammad. la memiliki gelar Hibb Rasulullah (jantung hati Rasulullah) dan Ibnu Hibb Rasulullah (putra dari jantung hati Rasulullah). Ayahnya adalah Zaid bin Haritsah RA, anak angkat Rasulullah SAW yang sangat beliau cintai.
Ibunya adalah Ummu Aiman, seorang budak hitam yang mengasuh Muhammad kecil dan dimerdekakan oleh Rasulullah SAW. Zaid lebih memilih tinggal bersama Muhammad dari pada kembali kepada ayahnya, Haritsah.
BACA JUGA: Mendengar Ayat Tentang Neraka, Panglima Perang Ini Menangis
Seusai Rasulullah SAW menyelesaikan haji Wada’, beliau mempersiapkan pasukan muslimin untuk menghadapi tentara Romawi. Tentara Romawi dengan sadis membunuh salah seorang kepala daerah mereka bernama Farwah bin Umar Al-Judzami ketika diketahui memeluk Islam.
Di antara pasukan muslim terdapat pejuang Muhajirin dan Anshar, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq RA., Umar bin Khaththab RA., Abu Ubaidah bin Jarrah RA, Abul A’war Zaid bin Zaid, dan Sa’ad bin Abi Waqqash RA. Dari sekian banyak muslimin yang andal dalam peperangan, Rasulullah SAW memilih Usamah bin Zaid RA yang masih muda belia untuk memimpin pasukan muslimin. Tentu saja hal tersebut menuai keheranan dan protes dari sebagian kaum muslimin yang meragukan kepemimpinan Usamah RA.
Mendengar gunjingan yang menyangsikan kepemimpinan Usamah RA, Rasulullah SAW bersabda di hadapan kaum muslimin, “Wahai sekalian manusia, aku mendengar pembicaraan kalian mengenai pengangkatan Usamah. Apabila kalian meragukan kemampuannya dalam memimpin, mengapa kalian sebelumnya tidak meragukan kepemimpinan Zaid bin Haritsah, ayahnya? Demi Allah, jika ayahnya pantas menjadi seorang pemimpin, anak ini juga pantas menjadi pemimpin. Jika ayahnya seorang yang kucintai, anaknya juga orang yang paling kucintai sesudahnya. Mereka berdua adalah orang baik maka perlakukanlah Usamah dengan baik pula!”
Setelah teguran tersebut, kaum muslimin yang pada awalnya meragukan keputusan beliau segera bergabung dengan pasukan Usamah RA. Saat itu mereka hendak berangkat menuju Juraf di luar kota Medinah untuk membangun perkemahan sesuai dengan perintah Rasulullah SAW.
Sebelum berangkat, para pasukan terlebih dahulu menemui Rasulullah yang terbaring sakit. Ummu Aiman, menyarankan agar Usamah tidak diberangkatkan sampai beliau sehat agar tenang dalam perjalanannya. Namun, Rasulullah SAW. bersikeras dan berkata, “Biarkan Usamah berangkat sekarang juga!”
Pasukan pun berangkat menuju Juraf dan bermalam di sana. Keesokan harinya, sebelum pasukannya bergerak, Usamah RA. menyempatkan diri untuk menengok Rasulullah SAW yang sakitnya bertambah parah.
Usamah RA. mencium wajah pucat Rasulullah SAW dan beliau pun mendoakannya. Setelah itu, Usamah RA. kembali menuju pasukannya yang telah siap berangkat meninggalkan Juraf.
Namun, tiba-tiba berita duka menyergap seluruh pasukan muslimin. Seorang utusan Ummu Aiman membawa berita bahwa Rasulullah SAW telah tiada.
Usamah RA. segera menghentikan pasukan dan menunda keberangkatannya. Bersama Umar bin Khaththab RA. dan Abu Ubaidah bin Jarrah, Usamah kembali menuju kediaman Rasulullah SAW diikuti oleh prajurit-prajuritnya.
Benar-benar duka menyelimuti Medinah saat itu. Kepergian pemimpin yang begitu mereka cintai memberikan pukulan berat hingga tidak sedikit dari kaum muslimin yang histeris dan tidak menerima, bahkan murtad dari Islam. Suasana kota Medinah menjadi kacau.
Segeralah diadakan musyawarah untuk mengangkat khalifah pengganti Rasulullah SAW. Mereka sepakat untuk mengamanahkan jabatan tersebut kepada Abu Bakar RA. Ia pun bertindak cepat untuk mengatur keberangkatan Usamah RA. Begitu pula, mengamankan kota Medinah.
Sebagian kaum muslimin tidak menyetujui keberangkatan pasukan Usamah mengingat kondisi Medinah sangat genting dan butuh penjagaan yang ketat dari serangan musuh-musuh Allah. Bisa jadi para musuh Allah memanfaatkan kekosongan dan kekacauan di Medinah untuk merebut dan menduduki wilayah kaum muslimin tersebut.
Menyikapi hal itu, Abu Bakar RA. memberikan pendapatnya, “Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, seandainya aku tahu akan dimakan binatang buas sekalipun, aku akan tetap mengirim pasukan ini ke tujuannya. Insya Allah, mereka akan kembali dengan selamat. Bukankan Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk segera memberangkatkan pasukan Usamah? Mengenai keamanan di Madinah, biarkan Umar bin Khaththab tetap tinggal bersamaku di sini untuk membantuku. Apakah kalian setuju dengan pendapatku?”
Keyakinan kuat yang terpancar dari Usan Abu Bakar RA menular ke seluruh kaum muslimin sehingga mereka menyetujui pendapatnya. Tanpa membuang waktu, Usamah RA. segera bersiap untuk berangkat bersama 3.000 orang prajurit, 1.000 orang di antaranya menunggang kuda.
Abu Bakar mendatangi mereka untuk melepas kepergian pasukan muslimin dengan doa keselamatan. Usamah yang melihat Abu Bakar RA datang dengan berjalan kakisegera turun dari kudanya untuk memberikan tumpangan kepada sang Khalifah.
Namun, Abu Bakar RA segera mencegahnya dengan berkata, “Demi Allah, jangan turun, wahai Usamah! Aku ingin telapak kakiku ini dipenuhi debu sabilillah beberapa saat. Bukankah setiap langkah pejuang akan memperoleh imbalan tujuh ratus kebaikan dan menghapus tujuh ratus kesalahan?”
Mereka pun berangkat diiringi doa dan duka mendalam. Meskipun Rasulullah SAW. telah tiada, hal itu tidak menyurutkan semangat jihad fi sabilillah yang berkobar dalam jiwa mereka dalam menyiarkan panji Islam.
Pasukan Usamah RA. bergerak cepat meninggalkan kota Medinah dan melalui beberapa kota yang masih tetap memeluk Islam. Di Wadil Qura, Usamah RA mengirim Huraits dari suku Hani Adzrah untuk memantau keadaan di Ubna yang menjadi target mereka.
BACA JUGA: Masuk Islamnya Sang Panglima Syuhada
Dari hasil pengintaiannya, ternyata penduduk Ubna tidak mengetahui kedatangan mereka dan tidak ada persiapan untuk berperang sama sekali. Ia pun mengusulkan kepada Usamah RA agar secepatnya melakukan serangan selagi musuh lengah.
Usamah RA menyetujuinya dan segera menyusun strategi penyerangan. Hanya dalam empat puluh hari mereka dapat menaklukkan kota tersebut tanpa jatuh korban seorang pun dengan membawa harta rampasan perang yang besar ke Madinah.
Sejak saat itu sosok Usamah RA makin bersinar di mata kaum muslimin. Bahkan, Umar bin Khaththab RA memberinya hadiah lebih besar daripada apa yang ia berikan kepada putranya, Abdullah bin Umar RA.
Ketika ditanya tentang perihal tersebut oleh putranya, Umar menjawab, “Usamah lebih dicintai Rasulullah SAW daripada engkau dan ayahnya lebih disayangi daripada ayahmu!” []
SUMBER: CERITAINSPIRASIMUSLIM