DALAM melawan penjajahan dan kebiadaban Israel, pejuang kemerdekaan Palestina, Hamas, sering menggunakan roket andalan untuk menangkis serangan demi serangan.
Keempat roket andalan Hamas tersebut adalah Qasam, Grad, Farj-5/M-75, dan Khaibar-1. Di antara semua roket milik Hamas tersebut, Khaibar-1 disebut-sebut sebagai roket yang paling canggih.
Khaibar-1 memiliki daya lontaran paling jauh, yakni radius160 km. Ia mampu menjangkau Haifa yang terletak di utara Israel, bahkan Yordania.
BACA JUGA: AS Setop Bantuan bagi UNRWA, Hamas: Ini Berbahaya bagi Rakyat Palestina
Untuk diketahui, roket Palestina rata-rata menggunakan teknologi era Uni Soviet.
Sementara roket Qasam dan Grad memiliki daya lontar yang paling dekat—masing 17 km dan 48 km.
Satu kelas di atasnya adalah Fajr-5—kadang-kadang disebut M75—yang memiliki daya rusak cukup tinggi.
Roket ini memiliki panjang 6 meter, dan harus dikendalikan dengan sistem yang rapi supaya tidak bisa dipantau oleh drone-drone Israel.
Khaibar-1 memiliki spesifikasi mirip dengan M-302 milik Hezbollah.
Dari sekian roket-roket Hamas yang ada, Khaibar-1 dianggap yang paling mengancam Israel, terutama sipil, karena sifatnya yang sulit dikontrol.
Keistimewaan Roket “Rumahan” Hamas
Seperti diketahui, Israel membangun tembok yang mengungkungi kehidupan warga Palestina mirip tembok Berlin di era perang dingin.
Israel berdalih tembok tersebut sebagai pengaman mereka dari serangan pihak lain, terutama Palestina yang disebutnya sebagai biang keonaran. Meskipun pada faktanya, Israel sendiri lah yang menjajah tanah Palestina.
Warga Palestina yang masuk ke wilayah Israel untuk berbagai keperluan seperti bekerja, mengunjungi saudara, dan lainnya harus melalui pintu-pintu khusus yang dijaga oleh pasukan Israel bersenjata lengkap.
Selain itu, tembok digunakan sebagai tameng, contohnya dalam peristiwa The Great Return April lalu yang menewaskan puluhan warga Palestina yang sejatinya tengah melakukan aksi damai.
Mereka awalnya dilempari gas air mata dan ujung-ujungnya ditembaki, hingga puluhan warga sipil tak berdosa meregang nyawanya.
Guna melawan kebiadaban Israel, Hamas menerapkan strategi asimetrik dengan cara menembakkan sejumlah roket yang rata-rata buatan sendiri. Militer Israel benar-benar dibuat kelimpungan.
Daya gempur dari roket-roket berhulu ledak rendah itu memang tidak begitu menghancurkan tapi efeknya begitu luar biasa.
BACA JUGA: Israel dan Hamas ‘di Ambang Peperangan’?
Serangan balik roket Hamas ke militer Israel yang secara psikologi mengguncang warga Israel, dimulai pada 2008 menggunakan roket-roket berbentuk kecil dan berdiameter 90-70 mm.
Jarak jangkauan roket yang dinamai Qassam itu sekitar 10 km dan jika menghantam sasaran hanya bisa menimbulkan kerusakan ringan. Tapi jika roket Qassam bisa tepat menghantam pom bensin atau depot bahan bakar lainnya, efek kerusakan yang ditimbulkan pasti luar biasa.
Roket Qassam sendiri sebenarnya mudah ditangkis, misalnya dengan rudal penangkis yakni rudal Patriot.
Namun, hal itu nampaknya tidak sepadan mengingat mahalnya harga satu rudal Patriot.
Militer Israel akhirnya menggelar sistem pertahanan udara antiroket Hamas, Iron Dome Missile Defense Syatem, tapi sistem itu tetap saja kurang efektif.
Dari 1.000 roket serangan balik yang diluncurkan Hamas, hanya 201 roket yang bisa dihancurkan di udara.
Berdasar hasil penyelidikan intelijen Mossad, pejuang Hamas terus meningkatkan kemampuan roketnya dengan cara mengembangkan atau mendapatkan roket dan rudal secara rahasia dari perbatasan Mesir.
Hasil dari peningkatan kemampuan roket Hamas juga sudah tampak karena hampir semua roket Hamas selalu jatuh di ibu kota Israel, Tel Aviv dan kota penting lainnya. []
SUMBER: INTISARI