TENTANG dunia ini, Allah berfirman dalam Surah Al-Kahfi (18) ayat 45:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا كَمَاۤءٍ اَنْزَلْنٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ فَاخْتَلَطَ بِهٖ نَبَاتُ الْاَرْضِ فَاَصْبَحَ هَشِيْمًا تَذْرُوْهُ الرِّيٰحُ ۗوَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا
Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang kami turunkan dari langit sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Surah Al-Kahfi adalah Makiyyah yang turun waktu Nabi ﷺ masih berada di Mekkah. Berilah perumpamaan kepada orang yang beriman dan orang-orang Quraisy tentang kehidupan dunia jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat.
Agar mereka bisa membandingkan untuk apakah sebenarnya kehidupan dunia ini? Kehidupan yang ketika hati orang-orang musyrikin terikat dengan dunia membuat mereka lalai terhadap kehidupan akhirat dan lupa untuk beribadah kepada Allah.
Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa perumpamaannya adalah seperti air yang diturunkan dari langit. Maka, air tersebut bercampur dengan tumbuhan di bumi. Lalu, tumbuhan tersebut menjadi kering, hancur, dan mudah tertiup oleh angin seakan-akan tidak ada nilainya sama sekali. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
BACA JUGA: Mengapa Tidak Ada yang Bisa Mengubah Isi Al-Quran?
Allah mengibaratkan kehidupan dunia ini seperti air. Ada khilaf di antara para ulama tentang penafsiran ini menjadi dua pendapat.
Pendapat pertama, menurut Al-Qurthubi dalam tafsirnya dengan menukil sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa kehidupan dunia diumpamakan dengan air karena beberapa sebab, di antaranya:
Satu, air memiliki sifat tidak tetap, begitu juga dengan dunia. Dunia tidak akan tetap. Kondisinya selalu berubah-ubah. Seperti halnya air laut yang terkadang berubah menjadi uap, lalu membentuk awan, lalu turun menjadi air hujan. Tidak hanya itu, ketika jatuh ke tanah, maka dia menjadi air tanah yang entah diambil oleh orang atau dengan segala kemungkinan lainnya. Artinya, kondisinya selalu berubah-ubah.
Dua, air akan menghilang atau mengering. Suatu saat air akan habis dan kering. Entah akibat dari terjadinya musim kemarau atau karena digunakan untuk banyak kebutuhan manusia atau meresap ke tanah. Sama halnya dengan kehidupan dunia. Kondisi dunia dan manusia tidak pernah tetap. Dimulai dari kecil, lalu beranjak menuju masa muda, lalu tua, dan kemudian meninggal dunia, dan itulah kondisi manusia. Semuanya akan sirna, begitu juga dengan harta yang dimiliki manusia.
Tiga, apabila seseorang menceburkan diri ke dalam air, dia pasti akan berbasahan. Artinya, jika dia berinteraksi langsung dengan air, pasti akan basah. Tidaklah mungkin seseorang yang berinteraksi dengan air, tetapi tidak mengalami kebasahan. Ini sangat mustahil. Maka, seperti itulah perumpamaannya. Ketika seseorang berinteraksi dan tenggelam dengan dunia, pasti dia akan kecipratan dan basah dengan dunianya tersebut.
Empat, air bermanfaat pada kadar tertentu. Apabila berlebihan maka akan mengakibatkan suatu bencana. Seperti yang dirasakan oleh sebagian orang pada beberapa waktu yang lalu ketika terjadi banjir. Ketika air itu terlalu banyak, maka akan mendatangkan masalah. Dunia pun demikian. Ketika seseorang mengambilnya secukupnya, maka itu adalah sebuah kebaikan. Namun, jika berlebihan maka akan membinasakan karena bisa membuatnya lalai dengan akhirat dan menghabiskan waktunya untuk urusan dunianya. Bayangkan, jika dia mempunyai 10 rumah. Banyak sekali yang harus diurus sehingga waktunya untuk akhirat semakin sedikit dan berkurang karena segala waktunya habis untuk dunia. Maka, air menjadi bermanfaat jika seseorang mengambil secukupnya. Begitu juga dunia akan menjadi bermanfaat jika seseorang mengambilnya dengan secukupnya. Namun, jika berlebihan maka akan membawa bencana.
Pendapat kedua, merupakan pendapat mayoritas ulama. Mereka mengatakan bahwa kehidupan dunia tidak diibaratkan dengan sekadar air, tetapi diibaratkan dengan kondisi air yang turun ke bumi, lalu menumbuhkan tetumbuhan dan akhirnya hancurlah pertumbuhan tersebut. Hal ini sebagai firman Allah di atas:
كَمَاۤءٍ اَنْزَلْنٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ فَاخْتَلَطَ بِهٖ نَبَاتُ الْاَرْضِ
Ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi kemudian (tumbuhan-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin.
Ayat ini menjelaskan tentang kondisi tumbuhan yang hijau, lalu menjadi kering dan sirna. Dimulai dari air yang turun ke bumi, lalu bercampur dengan tumbuhan yang hijau, hingga akhirnya daun tersebut mengering dan menghilang. Maksudnya, perumpamaan dunia ini seperti tumbuhan yang indah lagi hijau, tetapi cepat berubah menjadi kering dan (kotor) tidak bernilai.
Perumpamaan itu menggambarkan sebuah perubahan dari kondisi baik menjadi buruk dengan begitu cepat. Artinya, hendaknya manusia janganlah terpedaya dengan dunia ini karena dunia ini sangat cepat berubah seperti halnya daun yang hijau nan indah, tetapi tiba-tiba mengering.
Ayat ini melanjutkan:
فَاخْتَلَطَ بِهٖ نَبَاتُ الْاَرْضِ
Sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi.
Pada ayat ini juga ada dua pendapat di kalangan ahli tafsir.
Pendapat pertama, tumbuhan yang bercampur dengan air. Begitulah kenyataannya bahwa jika ada tumbuhan yang kering, lalu sering disiram dengan air, maka akan menjadi segar kembali. Artinya, air itu benar-benar mengalir kepada sel-sel tumbuhan tersebut sehingga menjadi tumbuhan yang segar.
Pendapat kedua, tumbuhan tersebut menjadi banyak sehingga bercampur baur. Ada rerumputan yang saling silang dan pohon-pohon saling bercampur baur. Semuanya itu dikarenakan pengaruh hujan. Diawali dari tanah yang tandus, lalu Allah menurunkan hujan, kemudian menumbuhkan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan yang hijau, rimbun, dan saling bercampur satu dengan yang lainnya sehingga indah dipandang mata.
Inilah dua pendapat dari para ulama dan kedua maknanya pun sama-sama benar.
BACA JUGA: Kisah Harut dan Marut dalam Al-Quran
Firman Allah:
فَاَصْبَحَ هَشِيْمًا تَذْرُوْهُ الرِّيٰحُ ۗ
Kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin.
هَشِيْمً memiliki arti kering dan mufattat memiliki arti hancur. Maka, tumbuhan yang kering dan daun yang hancur, lalu ditiup angin disebut dengan هَشِيْمً. Akhirnya, menjadi kotoran yang tidak bernilai dan seakan-akan tidak pernah ada.
Sehingga menjadi seakan-akan tidak pernah ada.
Bisa jadi seseorang pernah melihat tumbuhan yang hijau dan subur nan indah dipandang. Namun, setelah itu, dia melihatnya rusak, hancur, dan mudah tertiup angin. Allah menjelaskan perumpamaan dunia seperti itu.
Menurut Al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma’aniy menjelaskan arti kata فَ di dalam lafaz فَاَصْبَحَ Beliau mengatakan bahwa alfaau laisat fasiihiyyah artinya menunjukkan perubahannya yang sangat cepat—tanpa jeda yang lama. Dari daun yang hijau dan indah lalu berubah menjadi kering dan hancur. Subhanallah, perubahan ini tidaklah lama. Demikian juga dengan kehidupan dunia. Maka dari itu, Allah menyebutkan di dalam Al-Quran pada ayat yang lain, yakni dalam Surah Thaha (20) ayat 131:
زَهْرَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ەۙ لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ ۗ
(sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu.
Allah mengumpamakan dunia ini dengan bunga mawar. Bunga dengan bentuk yang indah, sejuk dipandang mata, memiliki aroma yang harum dan wangi, bahkan berwarna-warni; ada merah, ada putih, ada jingga, ada kuning, dan ada juga yang ungu.
Namun, ketika bunga itu dipetik dari batangnya, maka tidak lama kemudian dia akan layu dan itu terjadi dengan cepat sekali. Demikianlah hakikat kehidupan dunia yang, menurut kita, lama tetapi pada hakikatnya berlalu dengan sangat cepat jika dibandingkan dengan alam barzakh yang mungkin lamanya hingga ribuan tahun, atau jika dibandingkan dengan akhirat, di sana ada surga dan neraka, yang abadi tidak ada penghujungnya. Karenanya, hakikat kehidupan dunia hanyalah sementara. Maka dari itu, janganlah kita terpedaya.
Contoh yang lain adalah seperti apa yang kita rasakan saat ini. Tanpa kita sadari, tiba-tiba kita berada pada usia 40 tahun. Yang dahulu pada masa muda terlihat gagah, tiba-tiba rambut mulai memutih, mata mulai rabun, pendengaran berkurang, tangan bergetar dan bergerak sendiri tidak terkontrol, dan tertimpa berbagai macam penyakit.
وَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا
Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Maksudnya, Allah adalah Mahakuasa dalam menciptakan sesuatu dan mengakhirinya. Dimulai dari tumbuhan yang hijau, kemudian Allah memberikan sebab-sebab yang membuatnya berubah menjadi kering, hingga akhirnya hancur lebur. Allah Mahakuasa untuk mengatur sesuatu dari awal sampai akhir. Tidaklah yang dimaksud Allah menciptakan pohon yang hijau, lalu tidak bisa menguning dan rusak, tidak demikian!
BACA JUGA: Qarun dalam Al-Quran
Bahkan, Allah menciptakan pohon tersebut dengan kondisi berwarna hijau dan Allah membuat sebab-sebab yang menjadikan daun yang berwarna hijau tersebut berubah menjadi kuning dan rusak. Allah telah menciptakan manusia, bukan berarti Allah menciptakannya kemudian selesai begitu saja, tidaklah demikian. Namun, Allah menciptakannya, lalu membuatnya menjadi dewasa, lalu membuatnya menjadi sempurna, lalu menjadi tua, hingga akhirnya meninggal dunia. Allah mengatur semuanya. Dan itulah di antara bukti Allah Mahakuasa yang menjadikan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada, tumbuh, kemudian sempurna, kemudian berkurang dan terus berkurang, sampai akhirnya meninggal dunia.
فَاَصْبَحَ هَشِيْمًا تَذْرُوْهُ الرِّيٰحُ
Kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin.
Dunia yang menjadi kering dan hancur memiliki dua penafsiran. Pertama, adalah harta dan kedua adalah manusia itu sendiri. Seseorang yang memiliki rumah mewah, kendaraan mewah, maka suatu saat akan rusak dan sirna. Meskipun berusia ratusan tahun, suatu saat akan tetap hancur. Meskipun dia mempunyai istana yang kuat hingga ribuan tahun, dia pun tidak akan kuat untuk tinggal di istana tersebut.[]
SUMBER: TAFSIR AT TAYSIR SURAH AL-KAHFI | PUSAT STUDI QURAN