SHALAT adalah kewajiban bagi seorang muslim yang tidak bisa ditawar lagi. Ketika akan melaksanakan shalat, ada hal-hal yang harus dipelajari sebagai syarat sah shalat agar ibadah tersebut diterima Allah SWT.
Selain syarat sah shalat, ternyata ada juga hal yang bisa menyebabkan amal shalat kita tidak diterima. Apakah itu? Berikut penjelasan shalat yang tidak diterima Allah SWT.
Dalam Hadits Qudsi disebutkan mengenai orang-orang yang diterima shalatnya oleh Allah Swt,
“Sesungguhnya Aku (Allah SWT) hanya akan menerima shalat dari orang yg dengan shalatnya itu dia merendahkan diri di hadapan-Ku.
BACA JUGA: Ingin Rasakan Manisnya Khusyu? Siapkan 5 Hal Ini sebelum Shalat
Dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain. Dia tidak mengulangi maksiat kepada-Ku. Dia menyayangi orang-orang miskin dan orang-orang yang menderita.
Aku akan tutup shalat orang itu dengan kebesaran-Ku. Aku akan menyuruh malaikat untuk menjaganya. Dan kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankannya. Perumpamaan dia dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti perumpamaan firdaus di surga.”
Kita lihat yang kedua ini: “Dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain.” Jadi, tanda orang yang diterima shalatnya ialah tidak takabur.
Takabur, menurut Imam Al-Ghazali, ialah sifat orang yang merasa dirinya lebih besar daripada orang lain dan memandang enteng orang lain itu.
Boleh jadi ia bersikap demikian dikarenakan ilmu, amal, keturunan, kekayaan, anak buah, atau kecantikannya.
Kalau Anda merasa besar karena memiliki hal-hal itu dan memandang enteng orang lain, maka Anda sudah takabur. Dan shalat Anda tidak diterima. Bahkan dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Takkan masuk surga seseorang yang dalam hatinya ada rasa takabur walaupun sebesar debu saja.”
BACA JUGA: Mazhab Syafi’i Melarang Shalat di Belakang Imam Lain Madzhab?
Biasanya masyarakat akan menjadi rusak kalau di tengah-tengah masyarakat itu ada orang yang takabur. Kemudian takabur itu ditampakkan untuk memperoleh perlakuan yang istimewa.
Dan anehnya, seringkali sifat takabur ini menghinggapi para aktivis masjid atau aktivis kegiatan keagamaan. Mereka biasanya takabur dengan ilmunya dan menganggap dirinya paling benar. []