صَـلَاةُ اللهِ سَـلَامُ الله # عَـلَى طَـهَ رَسُـوْلِ الله
صَـلَاةُ اللهِ سَـلَامُ الله # عَـلَى يـس حَبِيْـبِ الله
تَوَسَّـلْنَا بِـبِـسْـمِ الله # وَبِالْـهَادِى رَسُـوْلِ الله
وَكُــلِّ مُجَـاهِـدٍ لله # بِاَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَلله
اِلهِـى سَـلِّـمِ اْلأُمـَّة # مِـنَ اْلأَفـَاتِ وَالنِّـقْـمَة
وَمِنْ هَـمٍّ وَمِنْ غُـمَّـة # بِاَ هْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَلله
اِلهِى نَجِّـنَا وَاكْـشِـفْ # جَـمِيْعَ اَذِيـَّةٍ وَاصْرِفْ
مَـكَائِـدَ الْعِـدَا وَالْطُـفْ # بِاَ هْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَلله
اِلهِـى نَـفِّـسِ الْـكُـرَبَا # مِنَ الْعَـاصِيْـنَ وَالْعَطْـبَا
وَ كُـلِّ بـَلِـيَّـةٍ وَوَبـَا # بِأَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَلله
فَكَــمْ مِنْ رَحْمَةٍ حَصَلَتْ # وَكَــمْ مِنْ ذِلَّـةٍ فَصَلَتْ
وَكَـمْ مِنْ نِعْمـَةٍ وَصَلَـتْ # بِأَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَلله
وَكَـمْ اَغْـنَيْتَ ذَا الْعُـمْرِ # وَكَـمْ اَوْلَيْـتَ ذَا الْفَـقْـرِ
وَكَـمْ عَافَـيـْتَ ذِاالْـوِذْرِ # بِاَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَلله
لَـقَدْ ضَاقَتْ عَلَى الْقَـلْـبِ # جَمِـيْعُ اْلاَرْضِ مَعْ رَحْبِ
فَانْـجِ مِنَ الْبَلاَ الصَّعْـبِ # بِأَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَلله
أَتَيـْنَا طَـالِـبِى الرِّفْـقِ # وَجُـلِّ الْخَـيْرِ وَالسَّـعْدِ
فَوَسِّـعْ مِنْحَـةَ اْلاَيـْدِىْ # بِاَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَللهُ
فَـلاَ تَرْدُدْ مَـعَ الْخَـيـْبَةْ # بَلِ اجْعَلْـنَا عَلَى الطَّيْبـَةْ
اَيـَا ذَا الْعِـزِّ وَالْهَـيـْبَةْ # بِاَهْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَلله
وَ اِنْ تَرْدُدْ فَـمَنْ نَأْتـِىْ # بِـنَيـْلِ جَمِيـْعِ حَاجَاتِى
BACAAN shalawat di atas merupakan salah satu bacaan yang terkenal di kalangan umat Islam Indonesia. Isinya adalah pujian-pujian kepada Rasulullah Saw. dan Ahli Badar, yakni para sahabat yang gugur di medan Badar. Namanya Shalawat Badar.
Shalawat ini berbentuk syair, dan dilantunkan dengan langgam yang khas. Popularitas shalawat Badar tentu tak lepas dari kiprah penggubahnya, yakni Kiai Ali Mansur, salah seorang cucu dari KH. Muhammad Shiddiq Jember.
Bagaimana kisahnya?
Pada tahun 1960, Kiai Ali Mansur yang saat itu menjabat kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi, sekaligus menjadi ketua PCNU di tempat yang sama, menggubah shalawat Badar.
BACA JUGA: Inilah 6 Manfaat dan Keutamaan Shalawat
KH. Ali Mansur Siddiq terinspirasi dari sebuah kitab yang berjudul Mandzumah Ahl al-Badar al-Musamma Jaliyyat al-Kadar fi Fadhail Ahl al-Badar karya al-Imam as-Sayyid Ja’far al-Barzanji. Konon, sebelum menulis syair shalawat Badar, Kiai Ali bermimpi didatangi manusia-manusia berjubah putih bersorban hijau.
Pada suatu malam, Kiai Ali tidak bisa tidur. Hatinya merasa gelisah karena memikirkan situasi politik yang semakin tidak menguntungkan NU. Orang-orang PKI semakin leluasa mendominasi kekuasaan dan berani membunuh kiai-kiai di pedesaan. Karena memang kiailah pesaing utama PKI di tempat itu.
Sambil terus merenung, Kiai Ali terus memainkan penanya di atas kertas, menulis syair-syair dalam Bahasa Arab. Kegelisahaan Kiai Ali berbaur dengan rasa heran, karena malam sebelumnya dia bermimpi didatangi para habib berjubah putih-hijau. Semakin mengherankan lagi, karena pada saat yang sama istrinya mimpi bertemu Rasulullah Saw.
Keesokan harinya mimpi itu ditanyakan pada Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi. Habib Hadi menjawab, “Ya Akhiy, itu Ahli Badar!”
Kedua mimpi aneh dan terjadi secara bersamaan itulah yang konon mendorong dirinya menulis syair, yang kemudian dikenal dengan Shalawat Badar itu.
Namun, kejadian mengherankan tak berhenti sampai di situ. Keesokan harinya rumah kiai Ali didatangi para tetangganya. Mereka membawa beras, daging dan lain sebagainya, seperti mendatangi tempat hajatan.
Mereka bercerita, bahwa pada pagi-pagi buta pintu rumah mereka didatangi orang berjubah putih yang memberitahukan di rumah Kiai Ali Mansur akan ada kegiatan besar. Mereka diminta membatu. Maka mereka pun membantu sesuai dengan kemampuannya.
“Siapa orang yang berjubah putih itu?” pertanyaan itu terus mengiang dalam benak Kiai Ali tanpa jawab. Namun malam itu banyak orang bekerja di dapur untuk menyambut kedatangan tamu, yang mereka sendiri tidak tahu siapa, dari mana dan untuk apa.
BACA JUGA: Jangan Lupa Bershalawat di Hari Jum’at
Jawabannya kemudian didapati ketika serombongan habaib berjubah putih-hijau dipimpin Habib Ali bin Abdurrrahman al-Habysi dari Kwitang, Jakarta, datang ke rumah Kiai Ali Mansur.
“Alhamdulillah…” ucap Kiai Ali ketika melihat rombongan yang datang adalah para habib yang sangat dihormati keluarganya.
Setelah mengobrol, Habib Ali tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang tak terduga.
“Ya Akhiy, mana syair yang Ente buat kemarin? Tolong Ente bacakan dan lagukan di hadapan kami-kami ini!”
Kendati Kiai Ali memang dikenal mahir membuat syair sejak masih belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, namun dia sama sekali tak membicarakan tentang syair shalawat Badar itu dengan Habib Ali.
Oleh karena itu, Kiai Ali terkejut. Namun, ia memaklumi, mungkin itulah karomah yang diberikan Allah kepadanya.
Segera saja Kiai Ali mengambil kertas yang berisi shalawat Badar hasil gubahannya semalam, lalu melagukannya di hadapan mereka. Kiai Ali juga memiliki suara yang bagus. Di tengah alunan suara shalawat Badar itu para habib mendengarkannya dengan khusyuk. Tak lama kemudian mereka meneteskan air mata karena haru.
Kunjungan Habib Ali tersebut tercatat dalam buku kecil Kiai Ali, kejadian tersebut terjadi pada hari Rabu, tanggal 26 September tahun 1962 jam 8 pagi.
Pada kesempatan itu dibacakan Maulid al-‘Azab dan ceramah agama. Diantara yang memberikan ceramahnya adalah Habib Ali al-Habsyi Kwitang, Habib Muhammad bin Ali al-Habsyi Kwitang dan Habib Salim Bin Jindan.
Di dalam rombongon tersebut juga ada Habib Ali bin Husein Alattas Bungur, Habib Ahmad bin Ghalib al-Hamid Surabaya, Habib Umar Assegaf Semarang dan banyak lagi para pembesar ulama pada waktu itu.
Selesai mendengarkan shalawat Badar yang dikumandangkan Kiai Ali Mansur, Habib Ali segera bangkit.
“Ya Akhi! Mari kita perangi PKI itu dengan shalawat Badar!” serunya bernada mantap. Setelah Habib Ali memimpin doa, lalu rombongan itu memohon diri. Sejak saat itu terkenallah shalawat Badar sebagai bacaan warga NU untuk membangkitkan semangat melawan orang-orang PKI.
BACA JUGA: Populer Bersama Shalawat, Ini Dia Profil Singkat Nissa Sabyan
Untuk lebih mempopulerkannya, Habib Ali mengundang para habib dan ulama termasuk Kiai Ali Mansur dan KH. Ahmad Qusyairi, paman Kiai Ali Mansur, ke Jl. Kwitang, Jakarta. Di waktu itu pula Habib Ali meminta Kiai Ali untuk kembali membacakan sholawat Badar di hadapan jamah yang hadir. Sehingga membuat shalawat Badar menjadi masyhur tersebar luas di mana-mana, apalagi shalawat tersebut setelahnya selalu dibaca di awal majelisnya Habib Ali al-Habsyi Kwitang.
Setelah itu Habib Ali al-Habsyi meminta kepada para muridnya untuk mencetak teks shalawat tersebut dan dibagi-bagikan kepada para jamaahnya.
Teks Shalawat Badar dicetak pertama kali di Percetakan Alaydrus Jakarta. Dan hingga saat ini sholawat Badar berkembang pesat di tengah-tengah masyarakat Jakarta, Jawa, dan seluruh Nusantara bahkan penjuru Dunia. []
SUMBER: SUARA PESANTREN