“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri, dan kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang).” (An-Nisa 4 : 84)
DADANYA menjadi perisai dari pedang dan tombak. Para pejuang jatuh tersungkur di hadapannya dan para pahlawan terbunuh di depan matanya. Namun ia tetap tersenyum, wajahnya tetap cerah dan jiwanya tetap tenang.
Terdapat pula dalam sebuah syair,
BACA JUGA: Induk Rusa yang Memanggil Rasulullah
Saya terpaku dan sekali-kali tiada keraguan pada kematian bagi orang yang berhenti
Seakan-akan ia berada di ujung kematian padahal ia sedang tidur
Para pahlawan telah mendahuluimu mengalami kekalahan
Tetap wajahmu tetap ceria dan mulutmu tetap tersenyum
Ketika wajahnya terluka, gigi gerahamnya patah dan tujuh puluh sahabatnya terbunuh syahid, tapi tidak sedikit pun terlihat perasaan yang terhina, tidak ada kelemahan dan kegundahan, bahkan beliau lebih tegar dan kokoh dari sebilah pedang yang terhunus. Ialah pria dengan jiwa pemberani. Ialah Nabi SAW.
Nabi ialah orang yang mengobarkan perang Badar dan mengomandoinya sendiri. Ia menyelam dalam lautan kematian dengan jiwa yang mulia. Ialah orang pertama yang menyerukan, mengobarkan serta memerintahkan saat orang-orang merasa risau.
BACA JUGA: Bagaimanakah Tayamum pada Zaman Rasulullah?
Pada malam perang Badar, saat orang-orang tertidur pulas, Nabi tetap terjaga, bahkan beliau berdiri shalat. Memohon, merendahkan diri, serta bertawasul kepada Rabbnya, meminta kemenangan dan dukungan. Inilah sang imam, satu-satunya pemberani yang terkumpul pada dirinya seluruh sifat keberanian. Beliau mengatakan, “Demi dzat yang jiwaku di tangannya, kalau sekiranya aku terbunuh di jalan Allah, kemudian aku bisa hidup lagi, maka aku akan terus berperang dan berperang.” (HR Bukhari). []
Sumber: Ka Annaka Tara/ Penulis: Dr. ‘Aidh Abdullah Al-Qarny/ Penerbit: Cakrawala Publishing, 2005